12 || Death Cap

208 35 3
                                    

Setelah Insiden beberapa hari yang lalu, SMA Noesantara mulai memperketat keamanan sekolah. Mulai dari meningkatkan pengawasan di gerbang masuk, menambah CCTV di setiap sudut, serta menjadikan hal rutin patroli jalan yang semula hanya dilakukan petugas sekolah satu minggu sekali, guna memantau segala pergerakan di sekolah yang besar itu. Meski dalam wawancara kepala sekolah terus menegaskan bahwa itu hanya sebuah kecelakaan dari arus pendek listrik, tapi nyatanya mereka sangsi dengan kejadian yang langka ini.

Berita-berita buruk kian membludak hanya dengan membuat kemasan baru. Topik lama yang terus didiskusikan oleh para pewarta di televisi seperti tidak ada habisnya. Hal itu berhasil membuat panas telinga serta rasa cemas setiap orang tua. Para wali murid pun berbondong-bondong sepakat menarik anak-anak mereka dari boarding school. Karena tak punya pilihan, sekolah pun terpaksa menutup sementara segala aktivitas asrama sekolah hingga keadaan membaik.

ᴄᴏɴꜱᴇᴍᴀ


Sebuah musik klasik masih mengalun ke telinga Aiza lewat headphone yang dikenakannya. Dia meminum lagi coklat panasnya yang sudah mendingin, lalu kembali menatap layar komputer. Itu sudah menjadi tradisi Aiza sejak awal semester kelas 12, atau lebih tepatnya ketika ia diangkat menjadi consema.

Sudah hampir dua jam ia berinteraksi dengan web khusus sekolah itu. Tidak ada hal yang aneh. Kebanyakan kliennya adalah orang yang sama dan dengan masalah yang sama. Namun, ada satu pengguna baru yang menarik perhatiannya. Dia segera meng-klik tanda segitiga pada monitor. Seketika lagu di kupingnya berubah menjadi pesan suara.

'Hai Aiza, ini aku ... Death Cap.'

Seorang perempuan. Aiza tahu itu hanya nama samaran. Namun, ia agak heran karena dari sekian banyak siswa dengan nama akun nyeleneh, baru kali ini ada yang menggunakan nama dari salah satu jamur beracun.

'Bagaimana rasanya menjadi consema?'

Aiza menjeda voice note itu beberapa saat. Tidak pernah ada yang membuka cerita dengan pertanyaan seperti itu sebelumnya.

Selanjutnya terdengar sekilas tertawaan kecil. "Lupakan! Aku tak seharusnya menanyakan itu. Aku juga yakin jawabannya akan sangat sulit untuk dijelaskan."

Aiza masih mendengarkan seraya menyetujui kata-kata gadis itu. Dulunya ia hanya ingin sekolah untuk menjadi siswa berprestasi dan menjuarai berbagai bidang akademik. Namun, setelah terikat dengan consema, ia kemudian sadar, bahwa dia baru saja masuk ke dunia luas yang sebenarnya.

'Apa kau pernah kehilangan sesuatu?'

Lalu pesan suara singkat itu berakhir. Aiza terdiam sejenak lalu mengetikkan sesuatu pada papan tik.

Consema : Tentu. Semua orang pasti pernah merasakannya.

Tak sampai dua menit, pesan baru kembali muncul.

Death Cap : Aku bingung berada di posisi itu. Jika jadi aku, apa yang akan kau lakukan?

Aiza kembali menekan papan ketiknya.

Consema : Kehilangan seperti apa yang kau maksudkan?

Death Cap : Kehilangan yang besar, di mana kau tak tahu harus berbuat apa dan mungkin mati adalah jalan satu-satunya."

Sesaat itu juga tubuh Aiza bergidik. Cukup lama Aiza melamun hingga ia kembali membalas.

Consema : Kenapa kau berpikir jika dengan mengakhiri hidup, semuanya akan kembali normal? Aku yakin kau sebenarnya tahu bahwa itu sia-sia.

CONSEMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang