29 || Kamar 31

151 23 4
                                    


𝙺𝚊𝚖𝚒𝚜, 13 𝙵𝚎𝚋𝚛𝚞𝚊𝚛𝚒

"Ternyata kalian cepat juga. Santai, permainan sedang disiapkan. Sebaiknya jaga mental kalian baik-baik."
---------------------

Rahang Sammy mengeras setelah menonton video singkat itu. Sepuluh jarinya mulai mengetik berbagai tombol dengan gesit.

Jia terduduk di kursi hingga menenggelamkan wajah di antara lengannya. Aiza bisa merasakan semua kegelisahan Jia, tetapi dia tidak bisa ikut cemas dan menunggu hal buruk datang begitu saja.

"Bagaimana kalau kita menyusuri jalan yang pernah dilalui gadis itu, " usul Zahi. "Mungkin saja kita akan menemukan petunjuk."

Aiza langsung mengiyakan, karena tak ingin hanya diam dan menunggu Sammy menemukan sesuatu. Mereka pun sepakat pergi dan terpaksa meninggalkan Sammy sendirian. Bahkan Sammy tak merespons kala mereka pamit, karena terlampau fokus pada komputer.

Pertama-tama, mereka menuju ke belakang gedung IPS karena Fath bilang di sana terdapat banyak pohon. Tidak ada siswa yang berkeliaran di sepanjang koridor sekolah. Mereka yang datang ke sekolah di hari libur, lebih banyak menghabiskan waktunya di kafetaria atau menonton klub berlatih. Itu menjadi keuntungan bagi mereka, sehingga mereka bisa lebih leluasa menyusuri sekolah tersebut.

"Tidak ada kawat besi di sini," ucap Jia setelah mereka sampai. Dia kembali melihat isi buku. "Di sini dia bilang ada kawat besi. Atau kita salah jalan?"

"Apa mungkin ini?" Fath menerobos semak pendek lalu menyingkap tumbuhan menjalar yang menutupi sesuatu. Itu benar kawat besi.

Aiza lantas berkacak pinggang. "Sepertinya menapak tilas kejadian ini tidak akan mudah. Terlebih waktu kejadian yang sudah bertahun-tahun lalu."

"Tapi ini seru!" Fath girang sendiri.

"Lalu di mana pohon mahoni besarnya?" tanya Jia lagi.

Mereka mengamati ke segala arah. Akan tetapi, semua pohon mahoni di sana masih berukuran kecil, tidak ada yang benar-benar besar seperti yang dideskripsikan buku.

Tanpa diduga seorang laki-laki setengah baya keluar di antara semak sambil membawa mesin rumput. Dia adalah petugas kebersihan.

Aiza pun mengambil kesempatan. "Maaf, Pak. Apa di sekitar sini ada pohon mahoni yang besar?"

Bapak itu tampak berpikir. "Seingat saya tidak ada pohon mahoni besar di sekitar sini. Semuanya baru ditanam."

Penglihatan mereka tidak salah, dan jawaban itu hampir membuat mereka ragu dengan ungkapan gadis di buku itu.

Selang beberapa detik, petugas itu kembali menyeletuk. "Hanya itu mahoni besar terakhir yang ada di sekolah ini." Dia menunjuk sebuah tunggul pohon dengan diameter yang cukup lebar. Berada di tepi danau.

"Bapak tahu sejak kapan pohon itu ditebang?" tanya Zahi.

"Sekitar tiga tahun yang lalu," kata petugas tersebut kemudian lanjut bekerja.

"Berarti itu memang pohonnya," pungkas Fath.

"Setelah itu, ke mana lagi dia pergi?" Aiza menoleh pada Jia

Jia membaca tulisan itu lagi. "Aku kembali berlari menaiki tangga, dan bersembunyi di antara kardus."

Semua mulai berpikir di mana keberadaan tempat seperti itu. Ada banyak tangga di sekolah yang besar tersebut.

"Saat dikejar, dia pasti memilih jalan kabur terdekat," duga Aiza. "Jadi, tangga itu seharusnya masih di dekat sini."

Demi menghayati tiap kalimat dari buku abu-abu, mereka rela berjalan di sepanjang danau sambil memperhatikan dengan seksama bagian belakang sekolah dari sana. Mencoba berada di posisi gadis itu agar lebih menyelami isi pikirannya.

CONSEMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang