Sudah setengah jam, tidak ada yang membuka suara.
Kepala Aiza mulai sakit menatap ruang polos yang mengepung mereka. Dia nyaris tersugesti menyaksikan seorang petugas yang duduk setengah tertidur di depan pintu. Jika lebih lama lagi, mungkin gadis itu juga akan terlelap.
Entah apa yang kepala sekolah dan pihak polisi bicarakan di luar ruangan. Jika akan diberi sanksi, nyatanya mereka hanya terus menunggu sejak tadi. Itu tidak akan jadi masalah jika para penyidik tersebut tetap meninggalkan Erick bersama yang lainnya. Padahal Aiza telah menyiapkan berbagai persoalan yang ingin ia tanyakan.
Di samping, Jia menatapnya sayu. Dia satu-satunya yang paling cemas di sini. Meski tak mengatakan apa pun, tapi matanya seolah berteriak ingin pulang.
"Za, bibirmu kering," kata Jia, lalu mencari sesuatu di tasnya. Sebotol air mineral. "Minumlah!"
"Terima kasih." Aiza meraih botol itu dan minum secukupnya.
Tak lama kemudian, sekelebat cahaya merah dari arah luar melewati wajah Aiza. Sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat di depan kantor. Aiza mencoba mengamati dari jendela kaca.
"Apa kau menghubungi ayahmu?" tanya Aiza pada laki-laki yang sedang memainkan ponselnya di ujung kursi.
Zahi menatapnya sekilas, lalu menoleh keluar. "Tidak," jawabnya datar.
"Tapi itu mobil ayahmu, kan?"
Laki-laki itu hanya mengangguk seakan tak peduli.
"Lalu kenapa Ayahmu datang?" Aiza begitu penasaran. Dia mulai khawatir jika satu persatu orang tua mereka akan datang berkunjung.
Zahi pun menghela napasnya. Jenuh. "Nona Consema, kenapa kau cerewet sekali? Jika ayahku datang, apa aku harus mengusirnya?"
Aiza mendengkus kesal. Melirik petugas polisi yang sudah tertidur pulas. "Sebenarnya apa masalah antara kau dan ayahmu? Dan tentang kau yang curiga dengannya. Apa yang kau maksud?"
Zahi mulai mengatur posisi duduknya untuk menghadap pada gadis keras kepala di sisi jendela. Jarak mereka terhalang oleh Fath dan Sammy yang telah terpejam-kalah oleh rasa kantuk. Aiza berusaha berlagak mengintimidasi. Namun, sebelum Zahi membuka suara, tiba-tiba suara daun pintu terdorong mengambil fokus mereka. Erick kembali masuk.
Seketika Aiza lupa tentang Zahi dan ayahnya. Pengakuan Erick adalah yang terpenting sekarang. Duduknya agak beringsut serta menyuruh Sammy menggeser tubuhnya, agar Erick bisa duduk di tengah-tengah mereka. Fath pun terbangun ketika Sammy mengganggu posisi tidurnya.
"Apa kau mengatakan yang sebenarnya?" Aiza menjadi penanya pertama.
Keringat masih mengalir di sekitar dahi Laki-laki berkulit pucat itu. "Ya, semuanya."
"Dan obatnya?" tambah Jia.
Erick mengangguk berat, lalu menyandarkan kepalanya pada permukaan dinding. "Dengan niat kalian yang seperti ini, aku tidak ragu jika kalian bisa mengungkap kasus yang lebih besar."
Fath tak jadi menguap. "Maksudmu apa, Bung?"
"Entah kalian tertarik atau tidak. Yang pasti Noesantara tidak setenang kelihatannya."
Perasaan Aiza mulai tidak enak. "Bicaralah yang jelas! Jangan ambigu!"
"Tidak ada gunanya mendesakku." Masih dengan sikap yang sama, Erick mulai memijat-mijat pelipisnya. "Aku memang tidak tahu banyak, tapi aku yakin ada yang tidak beres dengan sekolah itu."
Semuanya masih terdiam, berharap Erick menafsirkan sendiri kalimatnya.
"Cari saja siswi IPS bernama Maya! Sikapnya tidak semanis tampangnya."
![](https://img.wattpad.com/cover/267062005-288-k667099.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CONSEMA
Mystère / ThrillerDemi lebih dekat dengan siswanya, SMA Noesantara akan menyeleksi konselor muda dari kalangan siswa tiap tahunnya, yang dikenal dengan 'Consema'. Insiden beberapa tahun silam kembali menyapa. Reputasi sekolah memburuk setelah berita seorang siswi bu...