26

64 8 2
                                    

Happy Reading
Tandai Typo🌻

***

"Bolos sekolah?" baru melangkahkan kakinya Adam sudah di sambut dengan suara berat milik ayah Adam.

Adam berhenti melangkah dan menoleh ke hadapan ayahnya, "bolos karna cewe jalang itu?"

"Papa!" bentak Adam tak trima jika gadisnya di cap buruk oleh Ayahnya sendiri.

"Kamu berani membentak saya hanya demi cewe jalang itu? Hah!" teriak Draken—Ayah Adam tak mau kalah.

"Pa, Gisga nggak yang kaya papa bilang. Gisga gadis baik pa." tuturnya dengan suara lirih "Sangking baiknya dia selalu dimanfaatin sama Ayahnya sendiri." lanjutnya dalam hati.

"Baik apaan, dia sudah kehilang kesucianya masih mau kamu bela?" bantahnya dengan tatapan nyalang.

"Sekali lagi Papa liat kamu masih berhubungan dengan Dia, akan Papa buat Dia semakin menderita dari hari ini." tegasnya dan berlalu meninggalkan Adam yang masih mematung di tempatnya.

Adam menghela nafas panjang, "Maafin aku Pa, apapun yang akan terjadi nanti, aku bakalan ada di pihak Gisga."

Setelahnya Adam masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu, "Sesulit ini kah, bisa bersatu dengan gadis yang aku pilih?"

"Maafin aku Pa, tapi Papa nggak bisa nuntun Adam kaya gini terus, Adam tertekan Pa. Selama ini Adam selalu nurut apa kata Papa, tapi sekali ini aja Pa, Adam mau milih apa yang Adam mau."

***

Gisga sedang berapa di dapur, sedang membuatkan kopi untuk bapaknya, "Gisga buruan!" teriak Irfan dari ruang tengah.

Gisga pun mempercepat langkahnya sampai kejadian tidak diinginkan pun terjadi tepat di depan Irfan. Seketika Irfan murka dan menatap Gisga dengan tatapan nyalang, seolah-olah saat itu juga Irfan siap menerkam Gisga.

"Bodoh! Kenapa kamu bisa seceroboh ini hah?" teriak Irfan tepat di depan wajah Gisga.

"Kamu nggak liat ini surat apa?" Gisga menunduk, Gisga tau itu adalah surat sertifikat rumah ini, hanya saja Gisga tidak sengaja menumpahkan kopi ke surat itu.

"Maaf Pak, Gisga nggak sengaja num—"

Plakk!

"Bisa nggak sih nggak usah bikin masalah, stres saya jika ada kamu di rumah ini." ucapan Gisga terpotong lantaran tamparan yang Irfan layangkan mendarat mulus di pipinya.

"Mulai malam ini saya tidak mau lagi liat kamu ada di rumah ini, malam ini juga silahkan kamu angkat kaki dari rumah ini." lanjutnya dengan nafas tersengal, lantaran menatap emosi yang sudah berada di ubun-ubun.

Degg!

Spontan Gisga mengangkan kepalanya dan menemukan wajah bapaknya yang terlihat kelelahan, "Maaf Pak, tapi jangan usir Gisga dari rumah ini. Gisga harus pergi kemana Pak?"

"Bukan urusan saya, mau kamu tinggal di bawah jempatan pun saya tidak peduli."

"Tapi Pak Gis—"

"Cepat kamu keluar dari rumah ini, sebelum saya menghajar kamu."

Takut!

Akhirnya Gisga segera bangkit dan langsung keluar rumah, entah mau ke mana kaki Gisga melangkah tapi Gisga tak mau memberhentikan langkagnya.

Gisga berjalan seorang diri di bawah lampu jalan yang remang-remang, awan yang semula cerah sekarang berubah menjadi gelap tanda hujan akan turun membasahi bumi.

Benar dugaan Gisga hujan pun turun tidak begitu deras tapi cukup mampu membuat pakaian Gisga menjadi basah kuyup. Seolah tau bahwa Gisga sedang bersedih hujan yang tak begitu deras berubah menjadi hujan yang sangat deras di barengi dengan kilat yang saling bersambaran.

Di bawah lampu jalan yang remang-remang dan di bawah derasnya hujan yang mengguyur bumi, Gisga menangis melepas semua lelah bersama air hujan yang turun malam ini, Gisga ingin berteriak sekencang mungkin, tapi Gisga tak mampu untuk mengeluarkan suaranya.

Kaki nya terus melangkah, tanpa sabar di ujung jalan setapak Gisga menemukan sungai yang tak begitu besar. Gisga memutuskan untuk pergi ke tepi sungai itu dan menatap air sungai dengan tatapan hampa

"Andai bunuh diri nggak dosa, detik ini juga aku bakalan lompat ke sungai ini." ucapnya lalu terkekeh, menertawakan nasipnya yang selalu bercada padanya.

Gisga tidak bergerak sama sekali dari duduknya, semakin larut angin malam semakin berhembus kencang membuat tubuh Gisga menggigil, pakaian yang ia kenakan sudah setengah kering.

Malam ini Gisga terjaga di pingir sungai dengan isi kepala yang sangat ramai, suasananya memang sepi tapi tidak dengan isi kepalanya yang rasanya hampir meledak.

Sama seperti Gisga, Adam pun terjaga di dalam kamar yang sepi, hanya ada suara dari jam dinding di kamarnya.

Jam sudah menunjukan pukul 00.10 tapi Adam sama sekali belum mengantuk, Adam beranjak dari tidurnya menuju meja belajar dan mengambil benda yang sejak tadi ia diamkan.

Adam berkutat dengan benda itu dan meletakannya kembali, tak lama Adam mendapatkan satu notif dari aplikasi wattsap. Adam buru-buru membuka room chat dan tersenyum tipis.

Gisga ♡

Sayang, udah tidur belum?

Belum nih, kenapa?

Aku ada tebak-tebakan, nih.

Apa?

Kepalanya besar, tapi badannya kecil. Apa coba, kalo bener aku kasih hadiah besok.

Lima menit sudah berlalu, tapi Gisga tak kunjung membalas pesan yang ia kirim Lima menit yang lalu.

Ikan paus kan?
Iya lah kan kepala ikan paus besar sedangkan badannya kecil.

SALAH

Iya bener dong, masa salah sih?

Ya emang bukan itu jawabnya sayang.

Trus apa dong jawabanya?

GAYUNG. BWAHAHAHA

tanpa Gisga tau Adam di sana tengah tertawa lepas, sangking bersemangatnya Adam tertawa perut Adam kram dan meringis setelahnya.

Tak jauh berbeda dengan Adam, Gisga pun tertawa kecil. Menurutnya itu sangat garing tapi karna Adam membalasnya dengan tertawa Gisga pun tak bisa kalo tidak ikut tertawa, seolah-olah tawa Adam memiliki daya magnet yang cukup kuat.

Aku juga ada satu nih.

Apa?

Dosa, dosa apa yang menyedihkan?

Dosa melawan orang tua, kaya Maling kundang di kutuk jadi batu sama Ibunya.

Salah dong.

Harus bener dong, masa jawaban dari seorang Adam salah sih?

Mau tau jawabanya?

Buruan jangan bikin orang penasaran.

Jawabnya adalah, DOSAMBAT RA DUE DUET.
(Pada sambat nggak punya uang)

keduanya sama-sama tertawa hingga air mata keluar dari sudut mata mereka, keduanya menghabiskan waktu malamnya dengan tertawa. Seolah-olah malam ini tidak pernah akan terjadi lagi pada malam berikutnya.

Adam tertawa sangat keras hingga membangunkan Bik Minah—pembantu di rumah Adam.

"Den.... Den Adam kenapa?" tanya Bik Minah sambil mengetuk pintu kamar Adam.

"Nggak pa-pa kok Bik" jawab Adam masih tertawa.

"Den Adam ketawa sama siapa Den?"

"Sama pacar Bik, Bibik balik ke kamar aja Bik. Adam baik-baik aja kok." setelahnya Bik Minah benar-benar pergi meninggalkan anak majikanya yang masih rertawa, entah apa yang sedang mereka bahas hingga tertawa begitu.






























Akhirnya bisa up lagi, ini aku ketik sambil kerja ya. Jadi nggak tau masih dapet feel-nya apa enggak. Semoga aja sih masih dapet, komen ya kalo feel-nya dapet!

GISGA | TAMAT√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang