THALIA KAMARATIH (a)

1.7K 106 16
                                    

"Thalia ini ongkos dan uang buat jaga-jaga kamu di sana. Ayah bisa kasih segini"

Malik memberikan uang saku ke tangan Thalia yang bersiap untuk berangkat ke kota tempat gadis itu menempuh pendidikan.

"Ayah dapat uang dari mana? jualan Ayah juga sepi"

"Teman Ayah baik hati meminjamkannya. Ayah gak tega dengar kamu pergi tanpa pegangan"

Thalia menatap Malik sedih. Beginilah cara pria yang jadi cinta pertamanya berjuang untuk bisa Thalia melanjutkan pendidikannya.

"Kamu sampai sana kabari Ayah ibu. Untuk sementara tinggal di rumah Om kamu. Bantu-bantu Tante kamu dan jangan banyak mengeluh" pesan Malik untuk putri sulungnya.

"Iya Yah. Doain aku lancar kuliahnya. Dan aku bisa membanggakan ayah ibu"

Thalia memeluk Malik dan Santi sepenuh hati. Ia menyusut air mata yang menetes ke pipinya.

"Jaga diri. ingat orang tua kamu banting tulang untuk biaya sekolah kamu. Ayah gak ikhlas kalau kamu mengandaikan diri"

Thalia mengangguk paham dan kembali memeluk pasangan suami istri itu. Ia tidak akan pulang selama pendidikan berlangsung, rencananya Thalia bila libur akan bekerja paruh waktu untuk menambah biaya kuliah.

Malik mengantarkan Thalia ke terminal bus yang akan berangkat. Mengendarai motor tua yang seumuran Thalia menemaninya.

Suara pemberitahuan bahwa penumpang bus diminta menaiki bus tujuan karena bus akan segera berangkat. Malik kembali memeluk erat tubuh kecil Thalia. Ia masih sangsi melepaskan Thalia pergi sendiri. Wajah rupawan Thalia mirip mendiang ibu Malik. Kulit putih gadis itu diwariskan dari kulit Santi yang putih bersih. Rona merah dipipi Thalia merupakan nilai tambah kecantikan alami putri sulung Malik.

"Ayah akan telepon Dani kalau kamu udah berangkat. Semoga dia ada di rumah"

Thalia pamit dan menyelami punggung tangan Malik. Tangan keriput dimakan usia itu masih kokoh untuk bekerja menafkahi keluarga. Hati Thalia remuk melihat dari kaca jendela bus, Malik mengusap air matanya. Thalia yakin ayahnya bersedih melepaskan dirinya pergi tanpa didampingi oleh siapapun.

Sibuk dengan pemikirannya, Thalia tidak sadar ada pria yang berdiri sambil memegang tiket yang sama dengan punyanya.

"Dek..bangku kita ketukar. Seharusnya saya yang duduk di sana"

"Gak mungkin Om. Nomor bangku saya nomor dua" ucap Thalia.

Pria berambut gondrong itu membuka lembaran tiket yang ada di tangannya.

"Thalia Kamaratih nomor bangku 01. Nomor bangku 01 ada disebelah kanan bukan kiri" jelas pria itu.

Thalia yang terkejut namanya disebut pria itu langsung membaca tiket yang ada ditangannya.

"Kamu salah ambil tiket saat petugas melakukan registrasi ulang. Tiket saya ada di kamu"

Wajah Thalia berubah warna semerah tomat, ia malu karena tadi ia tidak mau pindah bangku. Dengan berat hati Thalia pindah ke bangku bagian kanan.

Pria itu duduk di bangku yang tadi ditepati Thalia. Melepaskan tas ransel dan mengambil posisi ternyaman saat menaiki bus yang akan membawa ke tempat tujuannya.

"Om saya minta maaf tadi gak tahu tiket kita ketukar"

Thalia memberikan kembali tiket yang masih ditangannya ke tangan pria itu.

"Permintaan maaf kamu saya terima kalau kita makan berdua kerupuk ini. Saya gak ada teman untuk ngemil" jawab pria itu sambil menyodorkan bungkus kerupuk udang yang baru ia buka.

SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang