Fix You (1)

8K 273 17
                                    

Ditinggal pergi kakaknya membuat hidup Renata tidak punya arti, Raynar kakak Renata memutuskan untuk melanjutkan pendidikan doktoral di luar negeri.

"Papa, Rena tahun ini masuk dua belas semester belajar"

Renata masuk ke ruangan kerja Alan, ayahnya.

"Trus?" Tanya Alan cuek.

"Rena mau berhenti saja, kemaren dapat surat dari dekan" cicit Renata takut.

Akan menghentikan aktivitas mengetik dari personal computers miliknya.

"Kamu tanya sama Mama, Papa sibuk"

Alan tidak peduli dengan anak perempuannya, Raynar sudah ia persiapkan untuk menggantikan posisinya di perusahaan.

"Pa..." Sahut Renata kembali.

"Nanti papa transfer lebih yang jajan kamu"

Tidak ada lagi percakapan ayah dan anak itu, Renata keluar ruang kerja ayahnya menahan sesak di dada, ia tidak butuh uang, Renata butuh perhatian kedua orangtuanya.

"Mama"

Renata memanggil ibunya yang sedang menulis di kertas putih, entah apa.

Merin memberi tanda diam kepada Renata karena ia sedang melakukan rapat melalui zoom.

Setengah jam Renata menunggu ibunya, Merin menoleh ke arah Renata.

"Ma, Rena mau berhenti kuliah, mau pindah jurusan"

Merin yang sedang mengetik sesuatu di ponselnya meletakkan secara kasar ke atas meja.

Renata terperanjat mendengar suara ponsel dibanting dengan kasar.

"Kamu tuh kenapa sih berbeda dengan Raynar, Mas kamu bisa tamat tiga tahun untuk strata satu sedangkan kamu enam tahun"

Merin menatap putrinya yang menunduk, tidak berani menatap matanya.

"Kami sudah memberi fasilitas, kuliah saja kamu tidak becus"

"Tapi aku gak suka jurusan ini, Ma bukan passion ku"

Renata memberikan pembelaan atas tuduhan ibunya.

"Ya sudah, besok orang kantor papa mengurus kepindahan kamu ke universitas swasta, Mama lagi ada meeting"

Ayah dan ibunya sama saja, mengusirnya secara halus, mereka beranggapan Renata menganggu pekerjaannya.

Renata tidak bisa tidur, orang tuanya tidak peduli dengan yang dirasakan Renata, bagi Alan dan Merin, memberi fasilitas mewah sudah memenuhi kewajiban mereka sebagai orang tua.

Selama satu bulan Renata mengalami insomnia akut, ia mencari di internet obat yang ampuh untuk membuat ia kembali bisa tidur.

Renata membeli dari kurir obat tidur, obat hanya orang tertentu yang bisa memesannya melalui kurir.

Satu Minggu Renata mengonsumsi obat itu, ia merasakan jam tidurnya kembali, ketika beraktivitas lebih bertenaga dan masalah yang dipundaknya seolah terangkat setelah mengonsumsi obat itu.

Malam hari, obat tidur Renata habis, bersamaan ayah dan ibunya baru pulang dari dinas luar daerah.

"Aku mohon...."

Tubuh Renata mengalami gemetar hebat, pupil matanya membesar dan keringat dingin mulia menjalar ke seluruh tubuhnya.

Merin curiga putrinya tidak keluar kamar sejak ia pulang dari Bali.

Dengan kekuatan kuat, Merin mendorong kuat pintu kamar Renata.

"Mas Alan, putri kita"

Merin berteriak melihat Renata pingsan di lantai kamar dengan beberapa butir obat yang bertaburan.

Alan berlari setelah mendengar teriakan dan tangisan istrinya, Merin mengguncang tubuh Renata, berusaha membangunkan anaknya.

"Rena, pasti selamat"

Alan mengendong tubuh ringkih Renata, membawa ke rumah sakit.

****

"Adyat Bajra Naratama"

Suara Wida menghentikan Adyat yang memasang jam tangannya.

"Aku cinta Renata Mama"

Wida menatap tajam anaknya, fakta yang baru ia ketahui dari Tama membuat Wida tidak terima pilihan anaknya.

"Putuskan hubungan kalian"

Wida menekan setiap kata yang keluar dari mulutnya.

"Renata butuh aku setelah kakaknya menikah dengan Gemasya"

Adyat yang dibutakan rasa cinta tidak mendengar kebenaran yang diungkapkan Wida.

"DIA PECANDU, ADYAT BAJRA"

"Ma"

Suara Adyat naik satu oktaf, Wida hanya mendengar dari satu pihak saja.

"Widanara"

Tama masuk ke kamar anaknya, mendengar perdebatan ibu dan anaknya, Tama harus menghentikannya.

"Darah memang lebih kental dari pada air, bisa saja sifat papa kamu seorang korupsi tergoda rayuan wanita, Renata pasti merayu kamu kan?"

Emosi Wida memuncak, anaknya tidak bisa diberi pengertian dengan perempuan pilihan Adyat.

"Seburuk itu saya di matamu, Widanara Pramudita"

Tama keluar kamar Adyat, ia masuk ke dalam mobilnya lalu meninggalkan rumah.

"Mas Tama, dengar aku dulu"

Wida mengejar Tama, tapi kalah cepat, perempuan itu bersimpuh di dekat tangga melihat kepergian Tama dengan bersimbah air mata.

Adyat mengusap wajahnya melihat kedua orangtuanya berselisih paham karena pilihannya.

SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang