***
✶⊶⊷⊶❍ 𝐌𝐄𝐒𝐈𝐍 𝐖𝐀𝐊𝐓𝐔 ❍⊶⊶⊷✶
***
Sore ini, Ray tampak baru saja membantu sang adik mengambilkan handuknya, eril selalu saja lupa membawa handuk ketika akan mandi. Bahkan dia rela berdiam dikamar mandi lebih dari 1 jam hanya menunggu seseorang menghampiri nya untuk mengambilkan handuk.
"Jangan dibiasakan begitu, kalau kamu lagi ada kegiatan diluar, terus mandi di WC umum gimana?" Seru Ray
"Gak papa, biar sekitaran wc jadi lebih ramai aja gitu"
Ray bergeleng dan duduk kembali di sofa, hari ini adalah waktu pemindahan ibunya ke Yayasan
Perduli Jiwa, dan siang tadi dokter Tika sudah mengurus semua berkasnya kerumah sakit ini."Bang"
"Hm"
"Lu udah 5 hari disini emangnya gak kuliah?" Tanyanya
"Gak"
"Kenapa bang? Bukannya Abang bilang kalau sistem kuliah itu absen lebih dari 3 kali bisa gak ikut ujian?"
"Itu urusan gue ril"
"Iya tau bang, eril kan cuman nanya doang, kok abang bisa santai banget gitu lo"
"Kalau gue kuliah yang jaga ibu siapa? Kan kamu tau sendiri bang Reza aja lembur terus, kamu juga kan harus sekolah"
Eril hanya mengangguk paham sembari mengusap usap kepalanya dengan handuk, Eril berjalan kearah ranjang ibunya dan tampak tersenyum.
"Bang, ibu tidur dari jam berapa?"
"Bentar lagi juga bangun"
"Hah?"
Belum sempat berbalik, benar saja ibunya bangun dan menatap anak remaja itu, eril yang masih takut memilih mundur dan menjauh.
"Kenapa ril?"
"Gak papa bang"
Ray berjalan mendekati ranjang ibunya, dan menarik tangan adiknya untuk berdiri didekatnya, namun eril memilih meringkuk dibawah dekat kaki Ray.
"Buk, mau minum?"
"Boleh"
Ray membantunya duduk dan memberikannya minum, semenjak peralihan pengobatan ke dokter Tika, ibu sedikit lebih terlihat tenang dan tidak kosong seperti sebelumnya.
Ray yakin jika pengobatan kali ini bisa bikin ibunya sembuh,
"Buk, ini eril. Anak bungsu ibu" seru Ray sembari meletakkan tangannya ketangan ibu
"Dulu, ibu ngerawat Eril sampai umur 7 bulan. Ibu masih ingat?"
Wajahnya terlihat bingung, seperti berusaha mengingat namun pada akhirnya dia bergeleng, Ray melihat kearah eril. Dan iya sibungsu tampak tersenyum,
"Gak papa bang, semua butuh proses kan?" Jelasnya
Ray mengusap pelan Surai adiknya, dan kembali mengajak ibu dan eril berbincang bersama, setidaknya sedikit demi sedikit. Sampai akhirnya semua kembali lagi,
Melawati hampir 2 jam, dokter Tika datang dan mengecek kondisi ibu.
"Hallo, gimana? Ada yang ganjal gak didirinya?"
"...."
"Bingung ya? Gak papa"
"Ibu, hari ini sudah diminum obatnya?"
Ibu De Vian hanya mengangguk, dan melihat dokter mengeluarkan beberapa berkas didalam tasnya.
"Ibu mau ikut saya gak main disini" serunya sambil menunjukkan foto yayasan perduli jiwa
"Disini nanti ibu bisa dapat temen baru yang baik"
"Baik?" Serunya
"Iya, ibu juga bakalan main-main terus nanti kita jalan-jalan. Mau ya?"
Dia terdiam dan menatap kearah Ray dan eril disofa ujung, Ray hanya melemparkan senyuman. Seolah mengizinkan ibunya pergi,
"Tapi nanti saya boleh ketemu sama mereka kan?"
"Oh tentu saja boleh, ibu gak usah khawatir soal itu okey"
Ibu De Vian tersenyum sembari mengangguk, awal perubahan akan segera berjalan. Semuanya lancar karena kakak nya yang super egois tengah sibuk dengan kegiatannya.
Dokter mengajak Ray keluar ruangan untuk membicarakan beberapa hal,
"Ibu De tidak pernah mengalami Skizofrenia, sejauh ini Ibu De hanya masuk kedalam gangguan Bipolar Tipe 2"
"Dan sepertinya kondisi nya semakin buruk karena ada dorongan dari luar yang terus mengingatkannya dengan masa lalu"
"Hm, mungkin ada trauma, dan kondisi yang belum bisa dia terima jadi ini yang harus kita obati dulu. Kita harus bisa meyakinkan dia kalau orang disekitarnya gak jahat"
"Kamu gak perlu khawatir soal semuanya, saya hanya memberitahu proses yang akan saya ambil, dan saya juga sudah mengirimkan kamu beberapa data yang nanti bisa kamu isi, untuk informasi pengunjung"
"Maksudnya dok?"
"Nanti kamu bisa kasih data ke saya siapa saja yang boleh menemui ibu De selama kurun waktu 1 tahun kedepan. Dan usahakan keluarga inti saja ya"
Ray mengangguk paham, dan mereka langsung mengambil tindakan pemindahan malam ini, Eril dan Ray menuju lokasi menggunakan motor, sedangkan dokter Tika berada didalam mobil ambulance.
Beruntung nya tidak terlalu larut, jadi suasana jalanan masih cukup ramai.
"Bang, ibu mau dibawa kemana?"
"Yayasan"
"Kok gak ditempat biasanya bang?"
"Ibu butuh tempat baru biar bisa cepet sembuh"
"Bang, emang kalau kita stres bisa jadi gila ya bang?"
"Kenapa emangnya? Kamu lagi stres?"
"Gak sih bang, tapi kalau udah mikirin soal pr eril suka pusing bang. Apa itu gejala stres"
"Eril-eril"
"Kenapa bang"
"Gak papa, kamu pegangan ya. Kalau susah bawa tasnya kasih tau Abang"
"Oke bos"
Mereka melajukan kendaraannya menyesuaikan mobil didepannya, menyusuri hampir 1 setengah jam. Susana pemukimana yang sangat damai, disini tidak terasa seperti diperkotaan, tenang dan nyaman sekali. Ray dan eril membantu ibunya masuk kedalam sedangkan dokter mulai mempersiapkan fasilitas untuk ibunya.
Tidak sedikit juga, pasien yang ada disana menyapa ibu. Ray melihat mereka semua seperti orang normal, tidak terlihat ada yang sakit pada dirinya.
"Bang, katanya disini tempat orang sakit tapi kok mereka sehat semua sih?" Bisik Eril
"Iya karena yang sakit itu jiwanya ril bukan raga dan fisiknya"
"Ooh gitu" tuturnya
🎭
...JANGAN LUPA DI VOTE YA #THARADERS
KAMU SEDANG MEMBACA
Mesin Waktu
Teen FictionPekenalkan dia adalah adik ku, pria hebat dengan senyuman termanis di dunia. Raganya terlihat begitu indah namun tidak dengan jiwanya. Aku membaca kisahnya didalam buku yang bertulis mesin waktu, "Sejak 15 tahun lalu, aku sudah lupa bagaimana rasany...