Part 31

1.1K 144 121
                                    

Lisa sedang menikmati sarapan yang dibuat oleh Jennie stelah keduanya selesai olah raga pagi di taman hari itu. “Hmmm.. enakk.. masak tiap hari dong sayang..” bujuk Lisa.

“Tiap hari mbahmu.. setiap malam kau selalu membuatku lelah, belum lagi kita harus olah raga pagi sesuai saran dari doktermu.. kamu mau aku mati cepet iya?” Omel Jennie dengan mode rappernya sambil menhentak sendok ke piring membuat Lisa sedikit ciut nyali.

“Ehehehe.. ga gitu sayang.. masa aku mau kamu mati sih.. jangan ngomong begitu.. aku ga bisa kehilangan kamuuuu.” Lisa merengek sambil merentangkan tangan ke arah Jennie.

“Idih manjanyaaaa.. udah cepet bersin sarapannya nanti kamu dimarahin Daddy M lagi.. mau?”

“Ah hari ku apa tidak bisa tenang sedikit.. aku juga mau santai dirumah sama kamuu.” Rengekan Lisa yang seperti bocah 5 tahun itu terhenti saat Jennie seketika berdiri lalu ingin menjitak kepala bocah kolot itu

“Iya iya iya.. ampun jangan pukul aku siap siap sekarang.” Jawaban Lisa membuat Jennie kembali duduk dan menikmati sisa makanannya. “Galak bener nyonya..” bisik Lisa pelan.

“”Aku denger ya kamu ngomong apa.” Ucap jennie tanpa melihat membuat Lisa bergidik ngeri di tempatnya duduk saat ini.

Tapi interaksi kedua insan ini terpotong oleh bunyi dering dari ponsel Lisa, membuat kedua orang di ruangan itu melirik ke gadget pipih itu. Lisa segera mengambil dan menerima panggilan yang ternyata dilakukan oleh salah satu pengawalnya.

“Halo.. iya Oppa ada apa?”

“Nona saya-“

“Hheeeeissh sudah ku bilang berapa kali jangan panggil aku nona.. panggil namaku dengan normal Oppaaa.”

Jennie sudah tidak asing dengan interaksi seperti ini, dia hanya tersenyum sedikit sambil terus melahap pancake yang ada di hadapannya.

“Iya tapi Ayahmu..”

“Ah aku yang akan tanggung jawab.. mengapa tak mau mengerti.. apa kau bosan bekerja denganku Oppa?”

“Tentu saja tidak.”

“Makanya.. panggil namaku yang benar.. ayo..”

“Tapi ini ada sesuatu yang genting.”

“Ya makanya cepat panggil nama ku dengan benar kau mau aku habis kesabaran?!”

“Baiklah Lisaaaa.” Pengawalnya pun akhirnya menyerah dengan sikap kekanakan bosnya.

“Nah kan tidak susak mengucapkan namaku.. mengapa kau membuatnya menjadi rumit sekali. Jadi ada apa?”

“Salah seorang dari tim pengawalmu terluka cukup parah setelah terlibat perkelahian dengan seorang pria.” Ucapan sang ketua pengawal membuat Lisa tertegun sesaat, wajahnya berubah menjadi serius dan Jennie menyadari ada sesuatu yang tidak beres.

“Berkelahi dengan siapa? Jangan bilang pengawalku berkelahi dengan warga sipil karena hal sepele.” Ucapan Lisa terdengar tegas kali ini.

“Setelah Jun selesai di tangani di klinik terdekat kami baru bisa menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, dilihat dari lukanya, orang yang menyerangnya ini adalah orang yang sangat terlatih bela diri. Dan alasan Jun berkelahi adalah karena orang itu membuntutimu dan nona Jennie saat sedang jogging tadi pagi.”

“Membuntuti ku dan Jennie?” tanya Lisa sambil menatap tunangannya, lalu dia mengaktifkan mode speakerphone agar Jenniepun dapat mendenger percakapan tersebut.

“Betul Lisa, dia mengikuti kalian dan sesekali bicara lewat telpon, Jun tidak mendengar dengan jelas pembicaraan orang itu namun saat posisinya cukup dekat, dia menyebutkan nama seseorang kepada orang lain di line telpon sebelum akhirnya Jun menghadang orang itu.”

“Siapa?”

“Rosé.” Jennie menggenggam tangan Lisa membuat Lisa menoleh kearahnya.

“Roseanne?” bisik Jennie pada Lisa.

“Lalu apa lagi?”

“Jun saja yang terlatih bela diri kewalahan, orang ini berhasil kabur tapi kami mendapatkan seuatu yang tertinggal olehnya..”

“Apa itu Oppa?” tanya Lisa mendesak

“Lencana seorang detektif swasta, dan kita bisa melacaknya.”

“Baik.. lakukan apapun yang kau bisa untuk menemukan orang itu Oppa. Dan perketat pengawalan di sekitar apartemen ini, Rumah Daddy dan satu lagi.. tolong awasi juga kediaman Kim.. jika Rosie atau Jisoo keluar tolong kalian jaga mereka.”

“Baik.. perintahmu akan segera kami laksanakan Lisa…”

“Terimakasih Oppa.” Ucap Lisa singkat lalu mematikan ponselnya.

“Apa kita akan baik baik saja? Aku kuatir pada Rosie, Lili.”

“Tenang lah.. jangan terlalu kuatir, kita bisa salah langkah.”

“Apakah sebaiknya kita diam saja di rumah?”

“Akan mencurigaian jika kita berdiam diri disini.. aku akan tetap pergi ke kantor untuk bicara sama Daddy, kamu dirumah dulu-“

“Tapi nanti kamu kenapa napa sayang.” Sahut jennie dengan nada cemas.

“Kan aku udah suru tingkatin pengawalan, kamu tenang aja ya.. kamu hubungin Rosie.. kasih tau dia semuanya dan tenangin dia supaya dia ga panik.. bilang pengawal kita juga menjaga dia, Jisoo dan Winter.”

Mau tidak mau Jennie harus menurut kalau Lisa sudah dengan raut wajah serius seperti ini jadi dia hanya bisa mengangguk sambil menggenggam tangan Lisa dengan erat.

Love - RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang