Kelas yang sedang kosong tentu tak akan pernah sepi. Selalu ada hal yang mereka lakukan, seperti ketiga gadis ini tentunya.
Belva menatap Embun sejenak, saat mendapat persetujuan dari Embun, Belva menatap Veena yang berada disebelahnya. "Vee, hubungan lo seserius apa sama Aland?" tanya Belva
Veena sempat berfikir sebentar lalu ia berucap pelan "Ga ada apa-apa. Gue sama dia cuma temenan biasa, ngga lebih dari itu" jawabnya
Embun yang merasa kurang puas dengan jawaban Veena, akhirnya bertanya, "Lo yakin? Gue lihat-lihat kayaknya Aland suka sama lo deh" sahutnya
"Ga mungkin deh kayaknya" sanggah Veena dengan bergantian menatap kedua temannya
"Ga ada yang ngga mungkin di dunia ini Vee, apalagi lo akrab sama Bu Melati. Pasti lo sering ketemu kan sama Aland, dan ngga mungkin kalau dia ngga suka sama lo, secara lo baik sama Ibunya. Yah, kalau seumuran Aland pasti mikir Lo udah dewasa dan pas gitu kalau semisal kalian menikah" jelas Belva
Veena mulai menatap serius kedua temannya, ia menjadi lebih berfikir lagi, entah kenapa penjelasan Belva membuat Veena khawatir, meskipun ia menganggap hanya sebagai teman tapi Veena tak akan pernah tau bagaimana perasaan Aland
"Iyadeh serah lo" balasnya. Veena tak ingin melanjutkan pembicaraan mereka lagi
Veena terus mengalihkan tatapan matanya agar tidak bertatapan dengan mata Belva yang saat ini terus melihatnya
Hingga Veena menatap Embun, temannya ini serius sekali. Membuat Veena terkekeh pelan, lalu melihat apa yang Embun lihat. Kening Veena mulai mengkerut, itu Akbar.
Ketua kelas yang hobinya baca buku, Akbar itu pendiam, pinter, ganteng, soleh dan dia adalah wakil basket disekolahnya. Duplicate Aland banget
"Lo suka sama Akbar, Mbun?" tanya Veena tiba tiba, membuat fokus Belva teralihkan
Embun menoleh dan terkejut saat Veena memergokinya sedang menatap Akbar
"Hah? Apasih, e-engga kok" gugupnya
"Halah boong lo. Kemarin aja gue lihat lo boncengan sama Akbar" ucap Belva dengan memicingkan matanya curiga
Embun menghela nafas lalu menatap kedua temannya, "Gue suka sama dia, dan dia suka sama gue. Tapi kita ga bisa pacaran" jawab Embun lesuh lalu menatap Akbar kembali
Veena terkejut dengan apa yang Embun katakan, sementara Belva ia sudah tidak terkejut karna tau keduanya seperti sedang menyembunyikan sesuatu
"Kenapa ga bisa?" tanya Veena penasaran
Embun menatap Veena, matanya mulai berkaca-kaca. "Dia ga mau kita pacaran, kalian tau sendiri orang tuanya Akbar kayak gimana. Lagipula kita juga beda agama kan" lirihnya
Embun terlihat menyedihkan, membuat Veena ikut merasakan betapa sakitnya menjadi Embun
"Terus kalian hts gitu?" tebak Veena
"Ya, gitu. Hubungan tanpa status ini ngga enak. Gue kadang ngga bisa marah kalo dia deket sama cewe lain, ya meskipun itu ada tugas kelas, atau ada tugas lain yang mengharuskan dia berinteraksi sama cewe" jawab Embun
"Karna lo ngga berhak marah sama dia, bener kan" Embun mengangguk mendengar perkataan Belva
"Gue ngga bisa apa-apa selain mantau dia dari jauh. Gue deket sama dia lewat chat doang"
Veena paham apa yang Embun rasakan dia menepuk pundak Embun, "Gue tau pasti rasanya ngga enak kan?" Embun menggeleng
"Lo emang ngga berhak buat larang atau marah sama dia. Tapi Lo berhak buat minta sama dia Embun, Lo bisa bilang ke dia apa yang Lo rasain selama ini. Setidaknya dia tau apa yang Lo rasain, gue yakin kok Akbar bisa pahamin Lo" jelas Veena
Belva mengangguk lalu menggenggam tangan Embun, "Lo boleh cinta sama dia, Lo boleh suka sama dia. Tapi ketika Lo udah capek dan merasa sakit dalam status tanpa hubungan itu, lebih baik Lo selesaikan. Karna rasanya akan lebih menyakitkan kalau Lo masih lanjutin setelah Lo tau rasa sakitnya"
Veena ikut menggenggam tangan Embun, dan menatap lembut manik mata Embun yang sudah mulai berair. "Rasa yang Lo rasain sekarang itu adalah rasa capek Lo. Lo capek kan kaya gini? Tiap hari di sekolah ngga ada interaksi sama sekali, Lo diajak pulang bareng sama Akbar juga jarang, dan interaksi kalian cuma di handphone. Sakit ya Mbun?" Pertanyaan singkat Veena mampu membuat Embun menangis
Embun menundukkan kepalanya dalam dalam, lalu tak lama ia merasakan nyamannya pelukan seseorang. Dan ternyata itu Veena, gadis itu selalu membuat Embun merasa nyaman dalam pelukannya, Embun menangis namun hanya Veena yang mendengar Isak tangisnya.
Entah mereka sadar atau tidak, Akbar menatap mereka sedari tadi. Hatinya merasa sakit melihat Embun menangis karenanya, namun Akbar tak bisa melakukan apapun. Akbar merasa bahwa ia adalah laki laki pecundang yang dengan teganya menyakiti perasaan Embun yang mencintainya begitu tulus.
Akbar terkekeh pelan, ternyata begini rasanya. Ketika mencintai seseorang yang juga mencintai kita dengan tulus, namun terhalang tembok besar yang tak mungkin Akbar runtuhkan.
•>•>•>•>•>•>•>•>•
WARMAJA. Warung makan Mak Ijah. Mak Ijah yang usianya sudah berkepala lima dan pemilik warung, masih saja sibuk mengurusi para remaja remaja yang nakal.
"Emak!! Japi ambil gorengannya yaa!!" teriak Javier
"Iyee japi!!" sahut mak Ijah dengan balas teriak
Javier tersenyum senang lalu segera mengambil gorengannya, ia membawa empat gorengan dengan dua gorengan di satu satu tangannya, dan mulutnya yang sedang mengunyah pisang goreng
Januar yang melihat Javier tak habis pikir, "Heh enak banget lo ngambil, gorengan. Itu gorengan buat dibeli bukan diambil" julid Januar
Javier menghabiskan pisang goreng yang berada di mulutnya, dan membalas perkataan Januar dengan julid "Apasih ngikut mulu lo. Sirik aja!"
Andai mereka tak berada di warung Mak Ijah sudah Januar pastikan ia akan menyentil bibir Javier. Tak lama kemudian Mak Ijah datang dengan membawakan nampan yang berisikan teh susu
"Den Jauza kunaon? Kok diem-diem wae" celetuk mak ijah sambil menaruh nampan di meja
"Jealous dia mak" jawab Javier, dia meminum segelas teh susu dengan tenang tanpa sadar Jauza yang sudah memandangnya kesal
"Jealous kenapa?" tanya mak Ijah
Sebelum Jauza menjawab, Javier yang sudah selesai dengan minumnya kembali membalas pertanyaan Mak Ijah
"Pacarnya habis dianterin sama cowo lain mak. Apalagi cowonya tuh beuh paket lengkap. Udah ganteng, pinter ngaji, mapan juga cowonya, soleh banget pokoknya mak""Gantengan juga gue" ketus Jauza
"Iyain aja deh biar kelar" enteng Javier
"Astagfirullah" kata mak Ijah saat tau Jauza akan mengeluarkan kata kata mutiaranya
"Astagfirullah" tiru Jauza sabar tapi tatapan matanya masih menatap Javier tajam
Januar terkekeh, "Untung lo ya ada emak. Kalo ngga di sleding lo sama Jauza"
"Ya maap. Bercanda juga" cengir Javier , yang membuat Jauza semakin kesal
"Udah-udah sana gih masuk sekolah" suruh mak Ijah
"Pw mak. Lagipula kita disini juga bakal jagain mak Ijah" kata Javier
"Heh!. Orang tua kalian itu kerja buat kalian biar jadi anak sukses, di sekolahin kok malah bolos" garang mak Ijah
"Iya mak iya. Kita sekolah kok, tapi besok aja yaa" jawab Javier dengan tengilnya
"Hadehh, capek emak sama kamu jap jap" pasrah mak Ijah
Januar dan Jauza dibuat tertawa dengan kelakuan mak Ijah dan Javier.
Hii. Good pagi gess.
Awali pagimu dengan membaca Jauza.Ngga ngga canda, awali paginu dengan sarapan, dan juga kerjaan sekolah yang menumpuk.
Makasih buat kalian yang masih stay baca Jauza.
JAUZA.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAUZA END
Fanfiction(CERITA INI DIBUAT UNTUK DIBACA BUKAN BUAT DI LIHAT LALU DI SALIN KEMBALI) Hanya sekedar cerita biasa tentang kepercayaan. Selesai revisi, alur cerita dirubah sepenuhnya. Baca aja dulu, siapa tau suka. Sebelum baca jgn lpa buat follow dan vote