Kamu mau apa? Bilang aja.

141 15 1
                                    

"Kenapa?" tanya Iris kepada Ruri.
"Enggak." Ruri geleng-geleng kepala lalu nyengir.
"Emangnya aku salah Ri?"
"Em... Nggak salah sih, tapi kayak... Bukan lo yang biasanya gue kenal."

Iris pun terdiam. Kerja kelompoknya jadi tidak nyaman.

"Seharusnya Ghaly nggak perlu ngajak ceweknya lah. Sekarang ceweknya marah, nanti aku disalahin. Padahal aku nggak ngapa-ngapain," gerutu Iris kemudian.

Lagi-lagi Ruri hanya bisa tersenyum canggung.

"Udah lah. Lanjut besok aja kerja kelompoknya. Kamu juga malah diem aja dari tadi!"

Namun ketika Iris sedang membereskan buku-bukunya, Gi dan Ghaly ternyata balik lagi.
"Sorry," ucap Gi.
Ginela menarik kursi untuk Ghaly. "Duduk sayang."

Sebelumnya...

Ghaly mengejar Ginela ke luar.
"Gi?" teriak Ghaly.
Ghaly mempercepat larinya dan memegangi tangan Gi. "Tunggu lah Gi."
"Kenapa kamu ikut ke luar? Katanya kamu mau kerja kelompok?"
"Kamu marah."
"Enggak. Aku nggak marah."

"Udah. Jujur aja."
Ginela menghela napas. "Maaf, tapi aku nggak bisa nggak cemburu," ucap Gi dengan bibir manyun.
"Aku ngerti."
"..."
"Apa aku ganti kelompok aja?"
"Hah?"

Apa ini benar Ghaly yang berdiri di depan Gi?

"Takutnya kamu overthinking mulu kalau aku sekelompok sama Iris."
Ginela menempelkan kedua tangannya pada masing-masing pipi Ghaly.
"Ini beneran Ghaly?"
Ghaly mengangguk-nganggukkan kepala ragu karena bingung.

Lalu Ginela menurunkan tangannya lagi dengan wajah yang tersipu-sipu.

"Ayo masuk lagi."
Ginela langsung menggandeng Ghaly dan kembali masuk ke cafe.

Oleh karena itu Ghaly dan Ginela kembali masuk ke cafenya.

"Kenapa buku-bukunya diberesin?" tanya Gi kepada Iris.
Iris tidak menjawab.
"Maaf kalau keberadaan gue buat lo nggak nyaman. Gue bakalan pulang, tapi Ghaly bakalan tetep di sini buat kerja kelompok."
"Gi?"
"Enggak apa-apa Ghaly. Aku percaya sama kamu kok. Sekarang di hati kamu cuma ada aku kan?"
Ghaly tersenyum ragu.

"Maaf ya aku terlalu posesif. Seharusnya aku juga nggak perlu cemburu sama orang yang udah jadi mantan doang. Ya udah. Kalian lanjutin kerja kelompoknya."
"Kamu pulang sendiri?"
"Kamu nggak tega ya kalau aku pulang sendiri? Em... Kalau gitu... Aku bakalan tetep di sini."
Ginela kembali duduk di tempatnya tadi.

Ruri terkekeh.

"Silakan kalian lanjut kerja kelompoknya. Aku bakalan diem aja kok. Serius."

"Oke. Oke. Oke. Kalau gitu kita lanjut. Kita mulai lagi kerja kelompoknya ya," sahut Ruri menengahi.

Ruri masih merasakan kecanggungan itu, tapi kemudian bertukar senyum dengan Ginela saat saling melihat satu sama lain.

"Ayo dimulai lagi Ris."
"Ya udah. Jadi gimana? Pembagiannya udah gitu aja kan? Nggak ada yang protes lagi?"

Iris baru saja memulai kerja kelompoknya lagi, tapi malah terdistraksi oleh Ginela yang tiba-tiba menyandarkan kepalanya di bahu Ghaly. Ginela memang diam dan memainkan HP-nya sendiri, tapi posisinya membuat Iris jadi tidak nyaman.

Sementara Ghaly tampak biasa saja.

Tidak ada rasa malu sedikit pun. Padahal itu di depan Iris.

Haduh, batin Ruri.

"Kalau kalian merasa terlalu sedikit, gue rasa ditambah lagi nggak apa-apa. Gue bakalan nyelesain. Tenang aja. Gue tanggung jawab."
"Ya udah, lo tambah bagian gue aja Ghal."
"Jangan," sahut Iris. "Udah kamu itu aja."
"Hm... Ya udah." Ruri yang akhirnya mengalah.

Tidak ada yang bisa membantah Iris kalau sudah urusan tugas sekolah.

"Kita diskusiin dulu mau ambil materi apa. Baru kita buat masing-masing materinya, terus nanti tinggal buat PPT sama makalahnya. Gitu kan?"
Ghaly dan Ruri manggut-manggut.

Mereka terus membahas tugas kelompoknya sampai kurang lebih dua jam. Dan kemudian Tania pun datang.

"Lah, kok ada Gi?"
Ginela tidak merespon. Ketika Ghaly bergerak untuk mengecek, Ginela baru terbangun dari tidurnya.
"Kamu tidur?"
"Maaf. Udah selesai?"
"Udah. Kita lanjut besok lagi kan?"
"Lanjut besok lagi gimana, orang gua baru datang," sahut Tania.
"Udah. Udah gelap. Lanjut besok lagi aja. Ya nggak Ri?"
Ghaly menendang kaki Ruri lirih saja untuk memberi kode. Dan Ruri mengangguk-nganggukkan kepala. "Iya. Bener," jawab Ruri kemudian.

"Nggak apa-apa, aku tungguin kalau belum selesai," ucap Gi.
"Enggak. Udah selesai. Ayo pulang."
"Jadi Ginela nggak latihan gara-gara bucin?" sahut Tania.

Ginela tidak menjawab. Nyawanya masih setengah terkumpul, tapi kemudian Ghaly sudah menggandengnya pergi.

"Dih, si Ghaly juga. Bucin banget elah."
"Gue pulang dulu ya guys," ucap Ruri menyela, lalu pergi juga.

Tersisa Iris dan Tania.
"Jadi dari tadi Ghaly sama Gi bucin si depan lo Ris?"
"Biarin aja lah."
"Nggak jelas banget sih. Nggak punya perasaan apa si Ghaly?"
***

Ghaly menyetir, sementara Ginela memainkan HP-nya dengan punggung yang disandarkan pada sandaran kursi yang diturunkan. Tenggelam.

"Kamu dari tadi main HP mulu Gi," ucap Ghaly.
Ginela menoleh. "Ternyata setiap hari banyak banget ya yang dm kamu?" Ginela menunjukkan layar HP-nya ke arah Ghaly.
Deretan dm terbaru yang baru masuk hari ini.
"Lima orang doang kan itu?"
"Cewek semua. Lima orang doang? Tapi kalau sehari lima orang, seminggu udah ada 35 orang Ghal."
"Aku juga nggak tau kenapa mereka suka DM-DM. Aku juga nggak pernah pasang story. Block aja kalau nggak suka. Bukannya orangnya itu-itu doang."

Ginela mengabaikan apa yang Ghaly katakan. Ia malah mengambil gambar dirinya sendiri, lalu memposting di instagram Ghaly.

 Ia malah mengambil gambar dirinya sendiri, lalu memposting di instagram Ghaly

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Udah."
"Udah apa?"
Ginela menunjukkannya kepada Ghaly dan Ghaly pun tertawa kecil. "Ada-ada aja kamu."

"Wih... Iris udah lihat. Gercep juga. Ternyata dia masih aktif instagram."

Ghaly tidak menanggapi.

"Kamu dulu sering fotoin Iris ya?"
"Iya."
"Iya?"
"Iya. Dulu...."
"Nggak pernah fotoin aku?"
"Udah lama nggak foto-foto lagi."
"Hm... Gitu ya...."
"..."
"Gitu ya!"
"..."
"Gitu ya Ghal?"
"Apa?"
"Nggak peka banget sih. Nggak mau fotoin aku?"
"Enggak."
"Ih kok--"
"Emang kamu mau, aku memperlakukan kamu kayak aku memperlakukan Iris?" potong Ghaly cepat. "Kamu pengen banget dibayang-bayangi sama Iris?"
Ginela jadi terdiam.
"Udah dibilang nggak usah ngungkit-ngungkit masa lalu. Masih aja."
Ginela mengalihkan wajahnya ke arah jendela.

"Aku ngerti Gi, kamu pasti juga masih nggak percaya kenapa aku tiba-tiba udah suka sama kamu. Aku ngerti, karena aku juga merasakan hal yang sama waktu pertama kali kamu ngomong suka sama aku. Tapi bisa nggak, nggak usah terlalu terbayang-bayang sama hubunganku sama Iris dulu. Sekarang pacar aku kamu. Ka-mu. Aku punya cara sendiri buat nyenengin kamu."

Ginela menoleh ke Ghaly lagi. "Apa?" todong Gi. "Mana? Kamu aja belum pernah nyenengin aku."
"Kamu masih belum bahagia pacaran sama aku? Terus kenapa mau pacaran sama aku?"
"..."
"Bodoh."

"Ish!" gerutu Gi seraya memukul tangan Ghaly.
"Aduh."
"Kasar!"
"Sorry."
"Nggak. Aku marah."
"Ya udah, kamu mau apa? Bilang aja."
"..."
"Malah diem."
"Lagi mikir."
"Nanti langsung bilang aja. Nggak usah kode-kode."
***

My Possessive GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang