Diajak Pulang Bareng

237 19 0
                                    


"Lo marah sama gue Gi?" tanya Abbas, seraya mencuri-curi pandang ke arah belakang melalui kaca mobil yang ada di atasnya.

Gi pun diam saja, tidak memberikan jawaban apa-apa. Sejak memasuki mobil, wajah Ginela terlihat sangat kusut. Merengut. Dan Gi juga memilih duduk di bangku belakang, tidak mau dekat-dekat dengan Abbas.

Kenapa lagi kalau bukan karena masalah kemarin.

"Nggak usah sok marah gitu lah Gi. Kasihan pacar gue kalau lo diemin gitu. Padahal dia udah baik mau bantuin lo kenal sama Kak Ghaly."

"Bantuin buat kenal, atau sengaja mau mempermalukan?" sahut Gi.

"Mempermalukan dari mana Gi?"

"Ya lo kira-kira aja lah Bas. Gimana yang dipikirin temen lo itu setelah lo bilang ke dia kalau gue mau kenalan? Pasti dia mikir kalau gue ini udah suka dia duluan dan dia juga mikir kalau gue cewek agresif. Padahal kan lo sendiri yang bilang kalau dia nggak suka cewek agresif yang suka ngajak dia kenalan atau deketin duluan. Lo mikir dong. Udah dibilang kenalin doang, eh malah ngelakuin seenak jidat tanpa ngasih tau dulu ke gue. Udah gitu ngenalinnya juga ngejatuhin harga diri gue lagi. Bukannya bantu gimana, malah yang ada lo itu nyusahin gue."

"Yaelah Gi... Emang lo beneran suka sama dia? Gue pikir kan ya udah, yang penting gue kenalin lo ke dia."

"Udahlah. Males gue ngomong sama lo. Emang nggak bisa diandelin."

"Udah Bas. Biarin aja," sahut Elea, ikut geram dengan sikap kekanak-kanakan Gi.

Elea tau kalau Gi kegedean gengsi, makanya marah.

Keadaan di dalam mobil setelah percakapan itu sampai akhirnya mereka sampai di sekolah pun jadi hening lagi, tapi kemudian juga jadi canggung.

Namun, diam-diam Abbas sudah memikirkan rencana untuk membuat Gi tidak marah lagi, dengan mencoba mendekatkan Ghaly dengan Gi.

***

Ketika jam istirahat, Abbas menemui Ghaly di kelasnya. Untung saja Abbas tidak terlambat. Ghaly baru ke luar dari kelas.

"Ghal," panggil Abbas.

"Eh Bas?"

"Gue mau ngomong sama lo. Soal kemarin itu. Bisa?"

"Soal kemarin? Oh? Temen lo yang mau kenalan itu? Dia nggak hubungi gue tuh."

"Em... Gue boleh minta waktu istirahat lo buat ngobrol berdua?"

Ghaly manggut-manggut. "Boleh."

Setelah itu, Abbas pun menceritakan apa yang sudah terjadi, berbicara panjang lebar dengan Ghaly dan tiba-tiba Nathan muncul dari belakang Abbas. Ikut nimbrung begitu saja setelah mendengar namanya disebut-sebut.

Sempat ada perdebatan kecil di antara mereka, tapi Ghaly pun berhasil meredamkannya meskipun Nathan tetap kesal dengan Abbas dan pergi dengan wajah kusut.

Bagi Abbas, yang penting sudah ada kesepakatan yang ia mau di antara dia dan Ghaly, jadi dia tidak terlalu memikirkan soal Nathan.

***

Jam sekolah sudah berakhir sejak lima menit yang lalu. Teman-teman sekelas Gi pun mulai berhamburan ke luar kelas satu per satu. Ginela sendiri sudah rapi dan siap untuk pulang, tetapi dia masih menunggu sahabat sebangkunya yang baru saja menyelesaikan tugas hari ini. Joy baru memasuk-masukkan alat sekolah ke dalam tas, ia melirik Gi yang sedari tadi memandangi Hp.

"Kenapa lo? Masih galauin Nathan?"

Tidak. Padahal bukan.

Gi sedang memandangi foto profil kontak whatsapp Ghaly. Dalam diamnya, Gi juga sedang mencari cara untuk bisa berkenalan dengan Ghaly, sayangnya kali ini ia masih belum mendapatkan ide satu pun. Buntu.

"Udah selesai gue. Ayo pulang."

"Hm. Gue ke rumah lo ya Joy? Gue pengen curhat."

"Ya ayo."

Joy dan Gi beranjak dari tempat duduk mereka yang ada di sudut kelas paling belakang. Mereka berjalan menuju ke luar, tapi terhenti ketika sudah mau sampai di ambang pintu. Ada salah seorang teman sekelas yang menghalangi langkah mereka dan berhenti secara mendadak di depan pintu.

Joy dan Gi jadi ikut berhenti sejenak. Lalu Joy pun mau berjalan lagi, melipir ke sela-sela jalan yang masih tersisa, tapi Gi malah tetap diam saja di tempatnya.

Sementara Joy yang sudah sampai di luar pun baru menyadari kalau Gi masih tertinggal di dalam. Entah mengapa Gi malah melangkah mundur. Joy pun bingung.

"Lah? Gi? Ayo!" seru Joy.

Geregetan. Gi menggigit gigi sendiri. Ia menggerak-gerakkan tangan, meminta Joy untuk masuk lagi, tapi Joy tidak paham dengan maksud Gi.

"Itu dia."

Sekarang tidak hanya Joy yang memandang ke arah Gi, tapi juga Aulia, teman sekelas Gi yang tadi berhenti tiba-tiba, dan ditambah seorang cowok yang membuat Gi tidak berani ke luar kelas--Ghaly.

Setelah memberitahu Ghaly, Aulia langsung pergi begitu saja, tapi tatapan mata Ghaly sempat mengikuti ke arah Aulia pergi dan baru menoleh lagi saat Joy mengajaknya berbicara.

"Lo temennya Gi?" tanya Joy.

Mau tidak mau, Gi pun buru-buru ke luar.

"Siapa ya?" tanya Gi, pura-pura tidak tau, padahal Gi sudah sangat mengetahuinya.

"Gue Ghaly yang kemarin--" kata Ghaly terpotong.

"Oh.. Lo temennya Abbas kan? Sorry, tapi soal kemarin itu, Abbas bohong. Lo salah paham."

Ghaly manggut-manggut. "Lo mau pulang bareng gue nggak? Ada yang pengen gue obrolin sama lo."

"Dia siapa Gi? Lo kenal sama dia?" Joy sangat penasaran.

"Dia... Temennya Abbas."

"Jadi gimana lo? Mau pulang bareng sama dia?"

Ginela pun diam sejenak. Tapi ini kesempatan buat Gi supaya bisa deket sama Ghaly.

Di dalam hati Gi, Gi memohon-mohon supaya Joy peka dan membantunya. Gi menatap mata Joy dengan penuh arti.

"Pulang sama gue aja lah Gi, gue bawa mobil," ucap Joy, kemudian. Sengaja.

"Gue juga bawa mobil kok," sahut Ghaly, tidak mau kalah, dan memang itu yang Joy harapkan.

"Ya udah kalau gitu. Lo pulang sama dia Gi?"

Gi menganggukkan kepala ragu-ragu.

"Yaudah. Hati-hati aja ya. Kalau ada apa-apa kabarin gue."

"Heem."

"Jagain temen gue ya! Nama lo siapa?"

Ghaly mengulurkan tangannya sembari mengenalkan diri, "Ghaly."

"Joy," ungkap Joy seraya membalas uluran tangan Ghaly.

Gi pun sempat membelalakkan mata.

Sialan Joy, udah pegang-pegang aja. Padahal gue aja belum, gerutu Gi di dalam hati.

"Gue tandain ya lo Ghaly. Jangan sampai temen gue kenapa-kenapa."

"Oke."

"Gue balik duluan Gi."

"Iya. Lo hati-hati ya."

Joy manggut-manggut dan kemudian berlalu pergi.

Gila juga Ginela. Baru juga putus, ternyata udah ada gebetan lain. Ganteng lagi, batin Joy.

***

My Possessive GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang