Masih Mengusik

113 12 4
                                    

"Mau ke mana?" tanya Ghaly.
"Ee...."
"Eh bentar-bentar." Ghaly merasakan getaran dari dalam saku. Sontak ia lekas mengeluarkan HP.

Ginela ikut melihat kalau Ruri lah yang menelepon Ghaly.

"Aku angkat telepon bentar ya."
Ginela diam saja. Dia seperti sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Ginela sudah tau apa yang akan Ruri katakan kepada Ghaly.
"Kenapa Ri?"
"Iris pingsan. Dibawa ke RS sudut kota. Lo ada nomor telepon orang tuanya kan? Bisa lo kasih tau nggak? Gue tadi disuruh bu Lia buat kasih tau orang tua Iris, tapi gue nggak punya nomor teleponnya."
"..."
"Ghal?"
Ghaly memandangi Ginela dengan bingung. Ginela menunduk saja.
"Ghal?"
"Iya. Iya."

Setelah itu Ruri langsung mematikan teleponnya.

Ginela menoleh. "Ada apa?" tanya Ginela kemudian.
"Itu...."
"Hah? Itu apa?"
"Tadi ada orang pingsan kan... Sebelum kita pergi...."
"..."
"Ternyata yang pingsan itu...."
"Siapa? Temen kamu?" Ginela masih pura-pura tidak tau.
Ghaly manggut-manggut. "Aku disuruh telepon orang tuanya buat ngabarin. Aku telepon orang tuanya dulu ya."
"Emang siapa yang pingsan?"
"Bentar-bentar."

Ghaly sedikit menyingkir, menjauh dari Ginela. Ginela yang sudah tau pun jadi geram. Namun kemudian dia menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskannya perlahan. Ginela mengulang sampai tiga kali. Walaupun mulai naik darah, tapi Ginela berusaha untuk tetap santai.

"Oh ya? Di mana Ghaly?"
"Dibawa ke RS yang ada di deket sekolah Tante. Di sudut kota."
"Oke. Oke. Tante otw ke sana sekarang. Tolong jagain Iris dulu ya Ghaly. Nitip. Paling dua puluh menit lagi Tante sampai."
"Baik Tante."

Perlahan Ghaly menurunkan tangan yang memegangi HP di dekat telinga. Ghaly menjadi bengong dan bingung. Lalu tiba-tiba Ginela sudah berdiri di sebelahnya. Berdeham.

Seketika Ghaly terperanjat. "Eh... Gi...."
"Yang pingsan siapa sih?"
Ghaly masih ragu untuk menjawabnya.
"Kenapa harus kamu yang telepon orang tuanya? Temen sekelas kamu? Sahabat kamu itu? Atau siapa?"
"Gi... Gimana kalau nanti kamu pulangnya sama Abbas dulu?"
"Kamu mau ke mana?"
"Aku... Mau ke rumah sakit."

Ginela diam, tidak melarang dan tidak juga mengiyakan.

"Nanti aku jelasin kalau aku udah pulang ke rumah ya."

Masih diam, Ginela membuang muka.

"Gi?"
"..."
"Aku nggak bakalan pergi kalau kamu nggak jawab aku."
"Kalau aku nggak mau kamu ninggalin aku, kamu bakalan tetep di sini atau pergi?"
"Aku harus ke rumah sakit Gi."
"Karena?"
"Barusan kan aku telepon orang tuanya, nah... Orang tua temen aku ini nitip ke aku supaya aku jagain dia dulu. Kayaknya dia juga sendiri di rumah sakit. Aku nggak enak kalau pas orang tuanya sampai di rumah sakit terus aku nggak ada di sana."
Ginela menghela napas berat. Dia sungguh-sungguh kesal, tapi masih terus berusaha menahan diri.

"Gi? Aku pergi dulu ya?"
"Aku ikut!"
Ghaly tidak lekas mengiyakan, tapi pada akhirnya Ghaly menggandeng tangan Gi untuk segera diajak pergi.

Ghaly pergi ke rumah sakit dengan Ginela. Ghaly pikir Ginela masih belum tau. Ghaly pun tidak kunjung memberitahu.
***

Sesampainya di rumah sakit, Ghaly dan Ginela langsung menuju ke UGD. Rupanya di depan ruang UGD sudah ada Tania.

"Ghaly... Ginela... Hah... Akhirnya kalian datang. Gue dari tadi sendirian. Bingung banget. Takut. Nggak ngerti apa-apa. Gue nggak pernah ke rumah sakit sebelumnya."
"Gimana... Keadaan dia?" Ghaly masih tidak berani menyebut nama Iris.
Ginela pun melirik saja.

"Masih diperiksa. Gue udah ngasih tau Mamanya Iris sih. Udah otw ke sini katanya. Semoga aja Iris cepet sadar dan nggak kenapa-kenapa."

Ghaly langsung menoleh ke Gi. Cepat atau lambat memang akan terungkap. Ginela sekadar melirik Ghaly. Mata mereka bertemu selama beberapa saat sebelum kemudian Ghaly mengalihkan pandangannya karena tidak berani memandangi Gi terlalu lama.

My Possessive GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang