Double G

114 15 2
                                    

Ghaly menjemput Ginela dan mereka berangkat ke sekolah bersama seolah tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.

"Sayang, laper...," ucap Ginela manja, baru saja mobil yang mereka naikki melewati gerobak tukang bubur di pinggiran jalan. "Beli bubur dulu nggak sih?"

Ginela menoleh ke Ghaly.
"Enggak."
Satu kata jawaban yang sangat tegas keluar dari mulut Ghaly.
"Yah... Oke... Semoga magh gue nggak kambuh."

"Kenapa lo nggak sarapan di rumah?"
"Jadi semalam kan gue habis jalan-jalan sama pacar gue. Dikenalin ke Mamanya pula. Akhirnya pas sampai di rumah gue terngiang-ngiang karena terlalu bahagia dan nggak bisa tidur deh. Terus tadi pagi gue kesiangan," terang Gi dengan senyuman di akhir.

Senyuman yang menyebalkan. Ghaly terlihat kesal, tapi kemudian ia memutar balik arah mobilnya, berhenti di dekat gerobak tukang bubur yang tampak sedang ramai pembeli.

"Makan di mobil aja," kata Ghaly.
"Mana bisa?"
"Ya udah lo makan sendiri, gue duluan."
"Ya udah iya!"
"..."

"Kenapa masih di sini?"
"Uangnya mana?" Ginela tersenyum sedikit menggoda seraya memain-mainkan alis.
Tanpa mengatakan apa-apa, Ghaly langsung mengeluarkan dompet dari saku belakang celananya.
"Enggak usah, bercanda," ucap Gi kemudian, ketika Ghaly menyodorkan dompetnya.
"Bawa aja! Gue tunggu di mobil."
"Oke deh, kalau lo maksa."

Ginela menyahut dompet Ghaly, lalu turun dari mobil untuk membeli bubur.

"Royal juga dia. Dari semalam gue nggak keluar uang sama sekali."
***

Ghaly memperhatikan Gi melalui kaca spion. Terlihat begitu bawel karena dia terus-terusan mengajak penjual buburnya untuk mengobrol.

Hampir setengah jam sudah Ghaly menunggu di dalam mobil.

Padahal hanya tinggal Gi saja, tapi Gi tidak kunjung mendapatkan pesanannya.

Beberapa kali Ghaly terus berbolak-balik mengecek jam di tangannya, bermain HP, atau kembali memperhatikan Gi yang masih menunggu pesanan. Semakin lama, Ghaly semakin tidak bisa bersabar lagi. Dia dan Gi bisa terlambat masuk kelas.

Pada akhirnya Ghaly turun dari mobil dan menghampiri Gi.

"Masih belum?" tanya Ghaly kepada Gi.
Belum sempat Gi menjawab, penjual buburnya sudah memanggil Gi duluan.
"Bentar bayar dulu," jawab Gi.

"Berapa Pak totalnya?"
"Tiga ratus ribu Neng."
Wajah Ghaly tampak terkejut mendengar harganya.
Sementara Ginela mengeluarkan uang dari dompet Ghaly dan membayar dengan santai.
"Terima kasih, Pak."

Ternyata Ginela tidak hanya membeli satu porsi saja.

"Pak Bubur satu ya?" Pembeli lain masih berdatangan.
"Maaf Neng, udah habis."
"Yah...."

"Kenapa lo beli sebanyak itu?" tanya Ghaly kepada Gi, wajahnya sangat bingung.

Ginela membawa dua kantong besar. Masing-masing berisi sepuluh bubur ayam.
Ia tidak menjawab pertanyaan Ghaly.

"Kak!" Ginela malah memanggil calon pembeli yang sudah mau pergi itu. "Ini ambil punya saya aja."
"Boleh Kak?"
"Iya!"
"Saya beli satu ya Kak, berapa?"
"Enggak usah. Ambil aja."
"Beneran Kak?"
"Iya, iya ambil aja," sahut Ghaly, supaya tidak terlalu lama.

Lalu Ghaly mengambil alih sisa bubur yang Ginela bawa, ia bantu memasukkannya ke dalam mobil.

"Buru naik!"
"Makasih ya Kak!"
"Ya sama-sama!" teriak Gi dari dalam mobil.

Setelah Ghaly membunyikan klakson, ia mengendarai mobilnya pergi.

"Ini dompet lo."
Ghaly menerima dengan wajahnya yang terlihat kesal.
"Nggak ikhlas?"
"Bukan gitu. Tapi kenapa lo harus beli sebanyak itu? Siapa yang bakalan habisin? Terus kalau tadi duit gue nggak ada tiga ratus ribu gimana?"
"Gue udah lihat kalau ada cash tiga ratus ribu."
"Gue nggak mau tau, lo harus habisin semua bubur ayamnya sebelum kita sampai di sekolah. "
"Tenang aja."

My Possessive GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang