Hmmm

192 14 4
                                    

Gi dan Ghaly sudah berada di dalam mobil kurang lebih selama tiga puluh menit. Ginela masih tidak mengatakan apa-apa. Ghaly pun sabar menunggu sampai Gi mau berbicara.

Pertanyaan terakhir yang belum Gi jawab, "Mau ke mana?"

Meskipun sebenarnya Ghaly sudah mendengar masalah yang sedang terjadi pada Gi, tapi Ghaly tau kalau Gi sedang marah dan tidak mau terlalu diganggu.

Ghaly mencoba mengerti. Setidaknya dia sudah ada di samping Gi.

But...

"Kenapa sih diem aja? Nggak pengen nanya-nanya gitu? Kenapa kek? Apa kek? Nggak ada kepo-keponya."
"..."

Dan Ghaly masih diam saja.

Gi menoleh, wajahnya yang sudah tampak kesal sedari tadi pun terlihat semakin kesal. "Mau sampai kapan diem-diem aja?"
"Aduh... Aku tuh bingung," jawab Ghaly kemudian. "Kalau kamu marah tuh aku harus gimana? Nanti kalau aku ngelakuin inisiatif ini itu, aku tetep salah lagi? Kamu pasti mikir kalau aku gituin kamu kayak aku memperlakukan Iris. Sekarang, aku pikir kamu lagi butuh waktu buat diem. Seenggaknya aku kan ada di samping kamu, meskipun kamu nggak ngajak ngomong aku. Aku tungguin sampai perasaan kamu baikan. Aku nggak mau ganggu kamu, kalau kamu masih badmood."
Gi mendengus. Semakin cemberut.
"Ya udah. Kamu ngomong. Mau apa? Mau ke mana? Aku harus apa biar kamu nggak marah sama aku lagi? Jujur aja, kita kan meskipun pacaran udah beberapa minggu, tapi deketnya baru beberapa hari. Gimana aku bisa tau kamu itu kayak gimana kalau emang belum dijalanin. Apalagi kalau kamu pilih diem-diem aja. Mending juga kamu ngomel-ngomel terus udah. Diem itu bikin pusing."

"Kamu tau nggak kenapa aku marah sama kamu?"
"Tau."
"Terus?"
"Aku udah bilang kan kalau kamu salah paham. Sebenernya waktu itu ada Ruri juga, tapi Ruri lagi balik buat jemput Mamanya. Setelah kamu marah, aku juga langsung cabut kok. Tanya aja sama Ruri kalau nggak percaya."

"Capek tau nggak. Aku bela-belain nggak latihan supaya bisa nemenin kamu. Aku bela-belain kabur dari latihan supaya bisa cepet-cepet ketemu kamu. Aku khawatir karena kamu nggak balas chat aku, tapi yang aku lihat? Kamu asik berduaan sama mantan kamu. Sekarang posisi danceku juga jadi korban gara-gara kamu."
"Sejak kapan aku nyuruh kamu nemenin aku sampai bolos latihan? Aku bahkan nggak tau kalau seharusnya kamu ada latihan, tapi kamu milih buat ikut aku. Dan kenapa kamu harus cabut? Nggak bisa ya percaya sama aku? Aku yakin kamu bukan khawatir, tapi kamu lagi cemburu buta aja gara-gara aku lagi kerkom sama Iris."
"Kamu emang nggak nyuruh. Kamu juga nggak tau kalau seharusnya aku ada latihan. Karena kamu nggak pernah nanya kegiatanku. Kamu nggak pernah mau tau seharusnya aku ngapain aja? Kamu nggak pernah peduli rutinitas harianku. Atau kayaknya ini aku doang ya yang cinta, tapi kamu nggak?"

"Masih mempermasalahkan soal itu?" Ghaly mengacak-acak rambutnya, lalu menghembuskan napas kasar dari mulutnya.

"..."

Suasana menjadi hening selama beberapa saat.

Ginela pun bingung kenapa semuanya jadi rumit begini. Perasaan biasanya tidak sampai begini. Sekarang dia bingung sendiri. Semua masalah menumpuk menjadi satu disaat yang bersamaan.

"Oke!" ucap Ghaly kemudian. "Kamu mau nonton? Atau main-main di timezone?"
Ginela geleng-geleng kepala.
"Ya udah kita langsung ke mall yang ada di deket sini ya."

Ghaly tidak meminta persetujuan lagi. Daripada sampai nanti terus berdebat atau malah saling diam, mumpung Gi sedang beragamanya, ia lekas menjalankan mobilnya pergi meninggalkan sekolah menuju ke mall terdekat.

Ghaly masih tidak tau apa keinginan Gi kalau Gi sedang marah begini, jadi dia akan melakukan sebisanya saja.

Selama perjalanan, tidak ada percakapan berarti. Langit yang tampak di depan mereka sudah mulai dipenuhi warna semburat orange. Lalu lintas di jalanan terlihat begitu ramai orang-orang dengan kendaraannya masing-masing. Memasuki jam pulang kerja memang seringnya membuat jalanan menjadi padat dengan kendaraan pribadi.

My Possessive GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang