Udah Suka

131 17 6
                                    

Ghaly sudah masuk ke mobil dan baru saja menutup pintunya. Ginela sudah lebih dulu duduk di sebelah Ghaly. Suasana menjadi hening dan terasa tegang. Mereka sama-sama diam selama beberapa saat. Ghaly juga tidak lekas menyalakan mesin mobilnya.

"Lo ngapain sih Gi tadi?"
"Gue kan belain lo!"
"Udah gue bilang, lo nggak perlu bela-belain gue! Ngerasa paling keren kalau udah kayak gitu?"
"Enggak! Gue cuma ngomong apa yang seharusnya gue omongin. Lo juga kalau nggak mau gue yang bela, lo ngomong sendiri lah! Bela diri lo sendiri! Jangan diem aja! Jangan mau ditindas kayak gitu!"

"Tapi nggak seharusnya lo--"
"Gue pacar lo! Terus gue harus diem aja lihat lo digituin sama Nathan? Jelas-jelas itu pasti gara-gara gue juga."
"Iya lo pacar gue, tapi nggak seharusnya lo ikut campur masalah tim futsal. Nathan itu kapten tim dan dia yang lebih berhak menentukan keputusannya."
"Tapi dia nggak profesional Ghal. Masa dia ngeluarin lo dari tim inti gara-gara cemburu."

"Nggak usah kepedean. Nggak ada yang cemburu."
"Enggak, udah pasti Nathan kayak gitu ke lo karena ada hubungannya sama gue."
"Gi!"
"Kenapa sih gue nggak pernah bener di mata lo!"

Ghaly memejamkan mata sejenak, lalu menundukkan kepala, dan setelah menghembuskan napas untuk menenangkan diri, dia balik memandangi Ginela.

Ginela mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

"Nathan itu jadi kapten bukan baru beberapa hari. Dia pasti juga mikirin yang terbaik buat tim.  Nggak mungkin cuma gara-gara masalah personal terus dia asal ganti-ganti pemain. Dia juga punya tanggung jawab kok Gi. Kalau pertandingan minggu depan kalah, yang bakalan lebih malu itu Nathan. Nathan nggak mungkin akan mempermalukan dirinya sendiri. Pertandingan persahabatan antar SMA ini bukan pertandingan persahabatan biasa. Percaya sama gue. Lo nggak perlu terlalu mikir yang enggak-enggak. Lo juga nggak usah merasa bersalah."

Ginela diam saja, tapi Ghaly tau kalau Ginela mendengar apa yang sudah ia katakan barusan. Ghaly menganggap semuanya sudah selesai dan mulai menyalakan mesin mobilnya.

Suasana menjadi hening. Ginela terus diam dan Ghaly mulai fokus menyetir. Namun setelah beberapa menit, Ghaly membelokkan mobilnya ke sebuah pelataran supermarket.

"Mau ikut turun nggak? Gue mau beli minum bentar," ucap Ghaly.
Ginela tidak menjawab dan kemudian Ghaly turun sendiri.

Ghaly masuk ke supermarket itu, cukup lama. Lalu saat sudah keluar, ia membawa dua bungkus besar plastik putih yang di dalamnya berisi makanan-makanan ringan serta beberapa minuman.

Sesampainya di dalam mobil, ada satu es krim di dalam plastik yang Ghaly ambil. Ia menyerahkannya kepada Gi seraya berkata, "Sorry tadi gue udah ngomong kasar sama lo."
Ghaly membantu membuka bungkus es krimnya dan terus menyodorkan di depan Gi, tapi Gi hanya meliriknya saja.

Tangan Ghaly sampai pegal memegangi.

"Ini. Mau nggak? Keburu meleleh."
"..."
"Ya udah kalau nggak mau."

Ghaly menikmatinya sendiri, tapi kemudian Ginela menoleh dan memandangi Ghaly dengan wajah kesal.

"Ck! Ih! Kok lo makan sendiri!" Ginela merebutnya dari tangan Ghaly, ia masukkan ke mulutnya. "Niat minta maaf nggak sih."
"Eh itu kan bekas gue. Gue beliin yang baru kalau lo mau."
"Udah nggak usah ini aja."

Ghaly tidak menyangka, tapi ia lanjut mengendarai mobil lagi.

"Lo beli jajanan banyak banget. Buat apaan? Emang suka nyetok di rumah?"
"Buat lo."
Mata Ginela melebar. "Buat gue?"
"Sebagai tanda permintaan maaf gue. Itu semua buat lo."
Ginela menoleh ke belakang, melihat ke dalam dua bungkus plastik besar itu dan ada banyak sekali jajanan.
"Gila. Ini banyak banget woy."
"Ya udah. Lo bagi-bagi dah tuh sama adik lo."
"Lo nggak perlu sebegininya kali."
"Nggak berarti apa-apa dibanding apa yang udah lo lakuin."
"Hm?"

Maksudnya?

Ginela juga merasa tidak melakukan apa-apa.

Ginela menempelkan tangannya di kening Ghaly. "Enggak panas. Lo kenapa sih? Kok serem ya?"

Mobil yang mereka naikki berhenti terlebih dahulu karena lampu lalu lintas sedang menyala merah.
Lantas Ghaly memegangi tangan Ginela yang masih bertengger di kepalanya. Ia turunkan perlahan, tapi kemudian Ghaly dan Ginela jadi saling memandang satu sama lain. Selama beberapa saat hingga Ginela yang mengalihkan pandangan duluan dan menarik tangannya lepas dari genggaman Ghaly.

Ghaly terkekeh. "Kenapa salah tingkah begitu?"
"Enggak. Siapa juga yang salah tingkah."
"Gue udah suka sama lo," ucap Ghaly.
Seketika Ginela pun menoleh. "Lo bilang apa barusan?"
"Nggak ada pengulangan."
"Aah! Lo udah suka sama gue! Iya kan tadi lo bilang itu?"

Ghaly terus memandang ke depan, bersiap melanjutkan menyetir karena lampu merah sudah berubah menjadi hijau.

"Coba ngomong sekali lagi!"
"Enggak."

Ginela yakin dia tidak salah mendengar. Ghaly juga tidak mengelak. Bibir Ginela pun langsung melengkung mengembang. Senyuman merekah terlihat di wajah Gi.

"Tapi kan ini belum...," kata Gi menggantung.

Bodoamat.

Tanpa basa-basi, untuk meluapkan kebahagiannya, Ginela langsung merangkul sebelah tangan Ghaly dan Ginela menyandarkan kepalanya di bahu Ghaly.

"Lo beneran udah suka sama gue?"
"Ghaly?"

"Hmm."

"Beneran?"

Senyuman Ginela semakin melebar. "Sejak kapan? Kenapa lo akhirnya bisa suka sama gue? Apa di diri gue yang buat lo suka sama gue?"
"Eng.. Nggak tau."
"Ih! Kok nggak tau! Lo beneran suka nggak sih?"

Ginela menarik diri, supaya bisa memandangi wajah Ghaly.
"Jawab dong. Atau lo jangan-jangan lagi ngprank ya? Lo bohong? Supaya gue nggak lanjut marah aja?"
"Hadeh...."

"Ya udah. Oke. Kalau lo suka sama gue, lo berarti mau jujur dong sama gue. Kenapa lo bisa putus sama Iris?"
"Gi, Iris kan udah jadi mantan, kenapa lo selalu mention-mention dia? Lo pengen buat gue keinget dia terus apa gimana?"
"Ih kok gitu?"
"Gue nggak suka bahas-bahas masa lalu. Entah itu masa lalu gue, atau masa lalu lo sama mantan pacar lo. Gue nggak butuh."
Seketika Ginela tertawa. "Iya, iya. Gue nggak bahas mantan pacar gue lagi. Jangan cemburu gitu dong."

Ginela melihat bagian atas HP Ghaly menongol dari dalam kantong seragamnya.
"Kalau pinjem HP lo boleh?"
Ghaly mengeluarkan HP-nya dan memberikannya kepada Gi.
"Apa passwordnya?"
"2111444."
"Gue ganti nama kontak gue di HP lo ya?"
"Hm."

Ginela hanya menambahi tanda love di bagian belakangnya.

Ginela 🖤

Senyuman Ginela terus melebar. Matanya semakin berbinar-binar.

"Gue boleh lihat gallery HP lo nggak?"
"Buka aja."

Sebenarnya Ginela ingin tau apakah masih ada foto Iris atau enggak, tapi ternyata sudah tidak ada. Foto di gallery Ghaly kurang lebih seperti apa yang Ginela lihat di instagramnya. Selain itu ada beberapa foto selfie mamanya atau foto keluarga.

Ginela mengambil gambar dirinya dengan Ghaly yang masih fokus menyetir, lalu menjadikan foto itu sebagai wallpaper HP Ghaly.

Memandangi puas, Ginela terus menyunggingkan senyum lalu kemudian ia melihat logo aplikasi WhatsApp dan Instagram.

"Gue boleh lihat whatsapp atau instagram nggak?"
"Lihat aja. Nggak ada apa-apa juga."
"Lah, lo nggak login instagram lo?"
"Lo inget username instagram gue kan, passwordnya sama kayak password HP."

Ginela memandangi Ghaly heran seraya membatin, Ghaly emang seterbuka ini ya kalau udah suka sama orang? Ini beneran dia udah suka sama gue?

***

My Possessive GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang