Awal Sesuatu yang Baru

116 8 1
                                    

"Oh ya... Tentang Putra? Nathan? Kalista? Gimana?"
Ghaly mengangkat kedua bahunya. Dia juga tidak tau.

"Kamu harus speak up!"
Namun Ghaly malah hanya diam saja. Ginela memandangi Ghaly dan dia kembali merasa iba karena melihat wajah Ghaly yang memar-memar.
"Ayo ikut aku." Ginela menggandeng Ghaly, diajak pergi.
"Mau ke mana?"
"Ikut dulu aja."

Ghaly patuh. Menuruti ke mana kaki Ginela melangkah, Ghaly ikut saja.

Rupanya Ginela membawa Ghaly ke ruang UKS.

Kosong. Tidak ada siapa-siapa sepertinya. Ada dua buah bangku dan Ginela meminta Ghaly duduk di sana, Ginela duduk di depannya.

"Ini muka kamu kenapa bisa kayak gini? Kamu harus ceritain dulu soal ini sebelum kita mikirin cara buat balikin kamu ke tim inti futsal."
"Tadi ditonjok Abbas," jawab Ghaly.
"Kok bisa? Oh ya...." Ginela memicingkan matanya, memandangi Ghaly menyelidik. "Kamu ada hubungan apa sama Elea? Wajar lah Abbas nonjok kamu soalnya kamu berduaan sama Elea? Dan ini bukan kali pertama kan?"
"Ceritanya tuh... Hm... Tapi ini boleh diceritain ke kamu nggak ya? Kamu tanya ke Elea aja deh."
"Ish...."

Ginela sudah memegang kapas dan obat antibiotik, tapi kemudian ia letakkan kembali karena Ghaly tidak mau cerita.

"Kok nggak jadi diobatin?"
"Aku obatin, tapi kamu cerita dong."
"Aku nggak enak ceritanya...."
"Kamu beneran ada hubungan sama Elea?"
"Mulai...."
"Aku nggak percaya itu, aku cuma nanya buat memastikan ulang, Ghaly."
"Elea sengaja pengen bikin Abbas cemburu, mau kasih surprise kan sebentar lagi Abbas ulang tahun."

Ginela sempat diam sejenak untuk mengingat kembali hari ulang tahun Abbas yang ternyata dua hari lagi.
"Oh iya.... Jadi... Cerita Elea kalau dia pernah nangis di lapangan sendiri terus ditemenin kamu itu bohongan aja?"
"Enggak...."
"Hah?"
"Ya emang pernah... Sebelum aku kenal kamu. Tapi gara-gara itu aku jadi tau kamu."

"Kalau dilihat-lihat... Elea emang tipe kamu kan?"
"Iya."
"Eh?"
"Aku jujur aja...."
"Dan kamu nemenin dia, karena kamu tertarik sama dia?"
"Sayangnya waktu itu dia lagi nangisin pacarnya."

Ginela merengut setelah mengetahui fakta baru yang menyebalkan itu. Ternyata Ghaly pernah tertarik dengan adiknya sendiri.

"Kamu tau nggak kenapa Elea nangisin pacarnya?"
"Nggak!" jawab Gi ketus.
"Karena pacarnya milih nemenin temennya yang lagi galau habis putus dibanding ngerayain hari jadi bulanan mereka. Dan aku nggak nyangka kalau Elea itu adik kamu. Aku kira Elea itu temen kamu, dan kalian bertiga temenan. Aku nggak tau kalau Elea pacar Abbas karena kamu kelihatan lebih deket sama Abbas dibanding Elea sendiri. Tapi... Aku tau kalau Elea itu pacar Abbas setelah Elea cerita kenapa dia nangis."

"Terus kamu patah hati?"
"Nggak... Biasa aja...."
"Masa?"
"Inget nggak waktu pertama kali aku ke rumah kamu?"
"Kenapa?"
"Aku ketemu sama Elea. Agak canggung. Aku baru tau kalau dia adik kamu."
"Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu udah kenal Elea."
"Aku nggak kenal... Aku cuma tau dan ngobrol singkat, dengerin dia curhat. Setelah itu kita nggak pernah ngobrol juga. Cuma...."
"Cuma apa?"
"Aku jadi mulai paham perasaan Elea. Kamu sama Abbas emang deket banget."

"Tapi aku sama Abbas cuma temenan doang."
"Aku pernah bilang ke kamu supaya kamu lebih jaga jarak sama Abbas kan?"
"Heem... Karena kamu juga berpikir hal yang sama kayak Elea?"
"Nggak... Karena aku pengen jaga cewek aku dari pacar cewek lain. Apalagi ceweknya itu calon adik aku? Wajar dong kalau aku juga mikirin perasaan dia?"
"Hah?"

Ghaly langsung tertawa kecil. Ginela ikut tertawa. "Kamu ngomong apa barusan?"
"Nggak tau." Ghaly terus tertawa karena malu sendiri.
"Bilang aja kamu kasih perhatian ke Elea."
"Emangnya aku nggak boleh kasih perhatian ke adik kamu?"
"Halah...."
"Beda cerita kalau Elea itu sahabat kamu... Kamu patut mempertanyakan."
"Sekarang mah orang terdekat itu yang paling harus diwaspadai...."
"Kamu nggak percaya sama aku?"
"Orang kamu pernah suka sama Elea."

"Astaga... Gini nih... Asal ngambil kesimpulan."
"Ya tadi?"
"Punya ketertarikan atau dia emang tipe aku, bukan berarti aku suka ya.... Nggak... Sama sekali nggak pernah ada perasaan itu ke Elea."
"Ya bagus lah kalau gitu."
"Omong-omong kenapa kamu malah nggak jadi ngobatin aku?"
"Oh iya." Ginela terkekeh dan baru mulai mengobati luka di wajah Ghaly.

"Awas ya Abbas! Nanti biar aku yang mukulin dia balik!"
"Hey...."
"Tenang aja... Selama ada aku, aku nggak bakalan biarin orang nyelakain kamu lagi setelah ini."
"Seharusnya aku yang ngomong itu ke kamu nggak sih?"
"Harusnya... Tapi aku tau kamu orang kek gimana."

"Kalau dipikir-pikir aneh juga... Masih nggak ngerti sama kamu yang tiba-tiba mau pacaran sama aku. Walaupun aku tau kalau banyak sih yang pengen jadi pacarku."
"Ghaly?"
"Apa?"
"Sejak kapan kamu punya pikiran kayak gini!"

Ginela memukul paha Ghaly. Mereka tertawa bersama.

"Tapi... Ternyata usaha aku buat dapatin kamu nggak sia-sia... Capek gonta-ganti pacar terus galau. Boleh nggak kamu aja yang terakhir jadi pacar aku?"
"Boleh.... Tapi... Emangnya usaha apa sih? Bukannya dulu kamu cuma maksa aku jadi pacar kamu?"
"Astaga... Terus kamu nggak ngehargai usaha aku yang susah payah bikin kamu jadi jatuh cinta sama aku?"
"Hehe iya juga...."

"Sejujurnya... Kapan waktu pertama kali kamu merasa berdebar pas ada di deket aku?"
"Em... Waktu... Di mobil."
"Hello? Di mobil pas kapan? Kan emang kebanyakan waktu kita barengan itu di mobil."
"Pas... Kamu...." Ghaly menunjuk pipinya.
"Oh...." Ginela paham.
"Mungkin sebelum itu emang udah tertarik. Cuma aku nggak tau pastinya kapan."

"Terus apa yang akhirnya membuat kamu merasa kalau, 'ya aku suka sama Gi'?"
"Sebenernya kamu inget nggak, waktu aku ngajakin kamu buat dengerin lagu yang judulnya 'Iris'?"
"Em... Ya...."
"Itu ada maknanya tersendiri."
"Maaf... Aku kesel duluan soalnya judulnya kayak nama mantan kamu."

"Padahal saat itu mungkin akan jadi waktu yang tepat buat aku ngasih tau ke kamu kalau 'Aku udah suka sama kamu', meskipun aku nggak bilang secara langsung. Sayangnya... aku ternyata bisa suka sama cewek grusa-grusu yang nggak pernah mau mikir panjang, yang suka asal buat kesimpulan, yang kadang nyebelin banget. Dan aku nggak ngerti kenapa."

"Jadi kamu beneran suka sama aku?"
"Heem." Anggukan kepala Ghaly mempertegas semuanya.
Dan seketika Ginela jadi tersipu malu. Dia langsung menutupi wajahnya yang mulai memerah.
Di balik tangannya, Ginela menahan senyum. Dia juga mengeluarkan suara rengekan yang membuat Ghaly bingung.
"Kenapa kamu kayak gitu?"
"Aku ditembak cowok beberapa kali, tapi nggak pernah ada yang buat aku jadi malu dan salah tingkah kayak begini. Sumpah aku nggak berani lihat kamu."

"Ya udah kamu coba puter kursinya. Coba hadap ke sana aja."
Ghaly pun membantu Gi memutar bangku yang Gi duduki. Kini mereka malah seperti sedang bermain kereta-keretaan.
"Kok gini?"
"Habis kamu malu...."

Sebenarnya Ghaly juga malu.

"Kalau kamu... Kapan kamu pertama kali suka sama aku?"
"Sejak pertama kali aku lihat kamu? Di lapangan futsal waktu itu?"
"Oh...."
"Cinta pada pandangan pertama."
"Sulit buat dipercaya."
"But,  it's true! I tell you!"
"Haha... Okay...."

"Jadi aku yang menang?"
"Menang?"
"Tentang siapa yang lebih dulu jatuh cinta."
"Em...." Ghaly mendekatkan kepalanya ke Ginela, berbicara di dekat telinga Gi. "Gimana kalau diubah?"
"Maksudnya?"
"Bukan tentang siapa yang lebih dulu jatuh cinta, tapi tentang siapa yang bakalan bertahan sampai akhir dan nggak akan ke mana-mana."
"Oke!"
"Kalau gitu kan adil... Startnya sama..."
"But... Wait..."
"Hm?"
"Is this some kind of trap?"
"Is it a trap or the start of something new and exciting?"

Ginela pun tersenyum tipis. Sepertinya sudah mulai terlihat kecocokan dan tujuan yang sama.
***

My Possessive GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang