Gagal Jemput

128 15 1
                                    

"Cari siapa ya?"
"Ginelanya ada Tante?"
"Kamu siapanya Ginela?"
"Saya...."
"Pacar Gi?" tukas Rosalie tanpa basa-basi.

Rosalie adalah Mama Ginela dan Elea. Nama Mama Ghaly dengan Gi memang mirip.

Ghaly menyunggingkan senyum malu-malu untuk mengakui.

"Benar pacarnya Gi?"
Ghaly manggut-manggut. "Iya Tante," jawabnya lirih.

Astaga, Gi... Kenapa dia malah berangkat sama Nathan kalau dia sudah punya pacar baru? batin Rosalie.

"Nama kamu siapa?"
"Ghaly Tante."
"Ghaly... Gi sudah berangkat duluan. Apa kamu sudah memberitahu dia kalau akan menjemput? Atau kalian sedang bertengkar? Sepertinya Gi tidak tau kalau kamu datang."
"Oh... Ghaly memang belum memberitahu Gi, Tante."
"Biasanya Ginela berangkat sama Abbas, tapi kamu nggak usah gimana-gimana soalnya Abbas itu pacarnya Elea, adiknya Gi. Biasanya mereka berangkat bertiga."

Penjelasan ambigu, tapi Rosalie hanya berusaha untuk tidak berbohong.

"Ya sudah kalau begitu Tante. Ghaly pergi dulu."
"Lain kali, chat Gi dulu aja kalau mau jemput."
"Iya Tante. Permisi."
"Ya hati-hati ya."

Ghaly tersenyum seraya bersalaman dan bergegas kembali masuk ke mobil. Namun ketika baru saja duduk di balik kemudi, Ghaly mendapati sebuah pesan masuk dari Nathan. Nathan mengirimkan foto Ginela yang ada di mobilnya. Dari gambarnya, terlihat Nathan mengambil foto secara diam-diam.
***

Hari ini Ghaly terlambat lagi. Rumah Ghaly dan rumah Gi memang berbeda arah. Yang satu di ujung utara, yang satu di ujung selatan. Seharusnya Ghaly bisa datang tepat waktu kalau langsung ke sekolah, tapi karena ke rumah Gi dulu, akhirnya dia sampai di sekolah pukul delapan kurang. Ghaly pun langsung diminta menghadap guru BK.

"Kamu tidak biasanya seperti ini, tapi sudah dua hari berturut-turut kamu terlambat, Ghaly."
"Maaf, Bu."
"Apa kamu sedang ada masalah di rumahmu yang membuat kamu jadi harus datang ke sekolah lebih siang?"
Ghaly geleng-geleng kepala. "Tidak, Bu."
"Kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita ke Ibu, tapi tolong, buat besok dan seterusnya, jangan sampai terlambat lagi. Bisa-bisa pelajaranmu terganggu."
"Iya Bu."

"Ambil semua buku-buku itu, bawa ke perpustakaan."
Ghaly menoleh ke samping kanannya, ada dua tumpukan buku mata pelajaran di atas meja.
"Baik, Bu," jawab Ghaly, lalu ia bergegas mengambilnya.
Namun sebelum Ghaly pergi meninggalkan ruang BK, guru BK menempelkan sebuah kertas sticky note di atas buku yang ada di paling atas.
"Kamu kerjakan itu."

Puluhan buku tertumpuk tinggi. Ghaly harus sedikit merendahkannya supaya tetap bisa melihat kertas perintah dan jalanan di depannya.

Ternyata hukumannya tidak hanya sekadar mengembalikan buku ke perpustakaan.

"Permisi, Bu."
"Ya."

Ghaly ke luar ruangan, ia berpapasan dengan seorang murid perempuan yang melemparkan senyuman kepadanya. Ghaly pun balas tersenyum dan lanjut berjalan.

Setelah beberapa langkah, tiba-tiba ada yang menyenggol Ghaly dari belakang. Alhasil buku-bukunya berjatuhan.

"Aduh, sorry-sorry Kak! Nggak sengaja."

Ternyata dia adalah murid perempuan yang tadi Ghaly temui di depan ruang BK.

Ghaly tidak terlalu menanggapi dan bergegas mengambil kembali buku-bukunya.

"Aku bantu Kak!" tawarnya.
"Hey!"
Ghaly dan dia kompak menoleh, mendongak. Ada Gi.

Akhirnya Ghaly mengambil buku-bukunya sendiri, perempuan tadi berdiri dan menghadap Ginela.

"Kak Gi?" Dia menganggukkan kepala sekali.
Ginela membaca nametag di seragamnya, 'Maureen'.
"Maaf Kak saya nggak sengaja."

Ghaly sudah kembali berdiri lagi dengan buku-bukunya.

"Emangnya gue nggak lihat kalau lo sengaja nabrak dia?"
Seketika Maureen merasa sulit mengatakan apa-apa.
"Sedang apa lo di sini? Lo berdiri doang di depan ruang BK, pas dia ke luar, lo sok senyum-senyum ke dia, terus pas dia mau pergi, tiba-tiba lo sengaja lari sampai nabrak dia. Sekarang sok mau bantuin? Maksudnya apa?"
Maureen geleng-geleng kepala, terlihat sangat ketakutan dan gugup.
"Permisi Kak!" Dia membukuk beberapa kali lalu berlari pergi.

"Nggak usah galak-galak," ucap Ghaly sebelum kemudian berjalan lagi.

Ginela mengikuti di sebelahnya, lalu mengambil beberapa buku yang ada di tumpukan atas. Ginela membaca tulisan yang ada di kertas sticky note.

'Tulis 'saya tidak akan terlambat lagi' sebanyak lima lembar folio bergaris. Selesaikan hari ini.'

"Kenapa lo bisa telat lagi? Padahal udah nggak berangkat bareng gue yang udah nyusahin lo."

Ginela tidak tau dan Ghaly tidak memberitahu.

"Ke mana aja lo?"
"Maksudnya?"
"Nomor lo belum ganti kan?"

Kini Ginela mengerti maksud pertanyaan Ghaly karena kemarin Ginela tidak membalas pesan dari Ghaly.

"Males. Soalnya masa pacar gue ngajakin sposes tapi cuma ada satu lagu dan judul lagunya itu menggambarkan nama mantan pacarnya banget. Ya kali gue nemenin pacar gue buat galauin masa lalunya."
"Terserah lo."

Ghaly mengambil kembali buku-buku yang Ginela bantu bawa.

"Ke kelas sana!" kata Ghaly ketus.
"Kasih tau dulu, kenapa telat? Jemput siapa? Atau jangan-jangan lo bareng Iris?"
"Boleh?"
"Iya?"
"Besok kali ya? Ide lo bagus!"
"Nggak boleh!" rengek Gi. "Lo kan pacar gue! Seharusnya jemput gue! Awas aja kalau gue lihat lo masih jemput-jemput mantan!"
"Kalau Iris yang jemput gue gimana?"
"Ya tetep nggak boleh!"

Ghaly berhenti berjalan, Gi juga. Mereka saling berhadapan. "Kasihan dong Iris. Masa dia udah datang ke rumah gue buat ngajakin gue berangkat ke sekolah bareng, terus gue nggak mau?"
"Ya... Ya... Ya pokoknya nggak boleh! Kamu pacar aku! Aku nggak suka lihat kamu deket-deket sama cewek lain apalagi mantan kamu!"

Ghaly tertawa kecil.

"Kamu lagi jailin aku ya? Pengen buat aku cemburu? Iya kan?"
"Enggak."
"Perasaan kemarin-kemarin lo nggak kayak gini. Kenapa tiba-tiba jadi nyinggung Iris mulu? Lo udah baikan sama dia gara-gara dia masih suka sama lo? Lo sengaja mau bikin gue sebel, kesel, terus nyerah dan mutusin lo? Iya? Sebenernya lo mau balikan sama Iris, tapi masih terikat hubungan sama gue? Gitu?"

Ghaly menghela napas, lalu pergi.

Ck! Tangan Ginela mengepal. Ia sangat kesal.

"Ya udah kalau itu mau lo!" teriak Gi. "Kita put--"

Ghaly terus berjalan, Ginela tidak melanjutkan kata-katanya. Ia membalikkan badan perlahan. Seharusnya dia segera kembali ke kelas, tapi kakinya terasa berat saat mau melangkah.

"Enggak, enggak, enggak. Lo nggak boleh nyerah. Lo nggak boleh kalah, Gi. Dia pasti sengaja bikin lo kesel," gumam Gi.

Gi mengeluarkan HP dari saku seragam dan lekas mengirimkan pesan kepada Ghaly.

***

"Kamu dihukum?"
"Iya Bu."
"Taruh di meja situ aja buku-bukunya."
"Baik Bu."

Setelah selesai meletakkan buku-bukunya, Ghaly sudah hendak ke luar, tapi penjaga perpustakaan langsung memberinya kertas folio.

Ghaly teringat hukumannya, dan ia menerima kertasnya.

"Kamu bisa mengerjakannya di sini. Kalau bisa, selesaikan sebelum istirahat pertama berakhir. Kalau tidak, bisa-bisa kamu mendapatkan hukuman lain lagi."
"Tapi Bu, katanya--"
"Terserah kamu mau percaya sama saya atau enggak. Saya sudah memberitahu kamu. Semakin cepat, semakin baik."
"Baik Bu."
"Ambil pulpennya di sebelah sana kalau kamu tidak bawa."
Ghaly mengangguk dan tidak jadi meninggalkan perpustakaan.

Sepertinya dia memang harus menyelesaikan hukumannya secepatnya.

Sesaat ketika Ghaly duduk, dia mengecek HP-nya terlebih dahulu.

Ginela: Inget ya, 8760 jam. Nggak bisa selesai gitu aja. Gue nggak peduli sama hubungan lo dan Iris sekarang. Pokoknya lo udah jadi pacar gue.

Kemudian Ghaly membalas pesan Ginela dengan mengirimkan sebuah screenshot percakapannya dengan Nathan pagi tadi.
***

My Possessive GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang