Bab 13

148 20 5
                                    

Arnor berputar di udara untuk menghindar. Dengan satu tangannya yang bebas, ia menarik pedang lalu menghunuskannya ke serigala itu.
Serangan Arnor berhasil menyayat lengan atas sang binatang. Namun akibatnya tubuhnya jatuh. Fjola yang dipanggul pun ikut jatuh. Untungnya, saat mengenai tanah, Arnor menggunakan punggungnya sebagai bantalan sehingga tubuh Fjola yang berada dalam pelukannya tak ikut terseret.

Terengah, mereka berdua bangkit. Dua serigala masih mengejar mereka. Arnor menyarungkan pedangnya lagi. Ia lalu meraih tangan Fjola dan mengalungkannya ke leher. Ia kini ganti menggendong gadis itu ke punggung, lalu melompat ke dahan lagi.

"Dengar," kata peri itu dengan napas terputus-putus. Ia memicingkan mata perinya, mencari jalan keluar terbaik dari situasi yang mengancam itu. "Di depan ada jurang. Kita akan melompatinya. Peluk aku erat-erat. Jangan lepas peganganmu."

Fjola menahan napasnya karena tegang. Ia mengangguk sebagai jawaban.

Sang peri membawa gadis itu terus melaju. Semakin mendekati jurang, kecepatannya kian bertambah. Ketika sampai di bibir jurang, ia menjejakkan kakinya kuat-kuat ke dahan terakhir lalu melompat.

Jurang itu sangat terjal. Di bawahnya mengalir air. Dari atas, aliran air itu tampak bagai urat nadi yang sempit. Darah Fjola sampai surut ketika melayang melewatinya. Hal itu mengingatkannya akan lembah kematian yang juga pernah dilompatinya. Saat itu ia merasa marah karena telah dilempar sedemikian kerasnya sampai-sampai dapat melewati jurang. Ia merasa tak bakal mendarat dengan aman. Namun sekarang, ia bersama Arnor.

Meskipun demikian, tetap saja ia takut. Tangannya gemetar merasakan sensasi terbang di atas jurang yang siap menelannya bulat-bulat. Ia mencengkeram bahu sang peri erat-erat. Saking ngerinya melihat ancaman di bawah, ia sampai lupa bernapas.

Meski yakin akan berhasil melewati jurang itu dengan lompatannya, Arnor tak menyangka bahwa tidak ada tempat bukaan untuk mendarat. Yang ada hanya dahan pohon yang menjulur di bibir jurang. Peri itu menimbang untuk mendarat di sana. Akan tetapi, memperhitungkan kondisi dahan yang mungkin licin akibat salju ia tak bisa mengambil risiko itu. Ia memutuskan untuk melewati dahan itu dan mendarat di tanah belakang pohon saja.

Darah Fjola mendesir ketika mereka menukik. Angin menderu di telinganya.

"Menunduk!" perintah Arnor tiba-tiba.

"Ap-" Belum sempat membuka mulut, dahi Fjola menghantam sebuah ranting yang mencuat dari dahan. Refleks, tangannya mengusap ke kepala yang sakit. Akibatnya, pegangannya terlepas. Ia terjungkal. Ia bakal jatuh ke jurang seandainya gaun yang ia pakai tidak tersangkut pada ujung ranting yang mencuat.

Sementara itu, Arnor yang berhasil mendarat dengan mulus di balik celah pohon itu pun terkejut saat tak merasakan Fjola di punggungnya. Ia menoleh ke belakang dan tergelak ketika mendapati gadis itu tergantung secara terbalik di dahan yang dilewatinya tadi, dengan gaun yang setengah tersibak.

"Jangan bilang kalau kau sengaja melakukan ini padaku," ujar gadis itu kesal.

"Bukan aku yang salah," balas sang peri masih terkekeh. "Aku sudah menyuruhmu menunduk tadi."

"Sekarang, bantu aku turun!"

Arnor terpingkal. "Jangan bergerak," katanya di tengah tawa, "kalau tak mau jatuh ke jurang."

Tangan Fjola bersedekap. Ia melengos. "Aku tahu!"

Peri itu tertawa sampai beberapa saat lalu naik ke dahan dan menarik gaun gadis itu yang tersangkut. Ia membantu Fjola duduk di dahan. Ia mengusap dahi sang gadis yang memar. Ia masih mengulum tawa.

"Aku tak mau menerima permintaan maafmu kali ini," sahut Fjola jengkel.

"Tenang saja, aku tak akan minta maaf, kok." Sang peri tak dapat menahan tawanya lagi. Ia terbahak sampai-sampai sudut matanya basah.

"Diam!" Fjola tambah dongkol.

Lolongan kemudian terdengar, membuat tawa sang peri sirna seketika. Ia kembali bersiaga.

Di seberang jurang, seekor serigala nekat ikut melompat. Binatang itu melayang di atas jurang. Kakinya dijulurkan. Namun sayang, lompatannya masih kalah panjang ketimbang lebar jurang itu. Walau cakarnya mampu mencapai batang pohon tempat Fjola berada, tetapi saat mencoba naik ke bibir jurang, kaki sang serigala menginjak batu yang salah sehingga membuatnya terjun ke jurang. Binatang itu mengaing putus asa.

Serigala yang terakhir melolong lagi. Matanya memandang ke arah mereka dengan tajam. Ia menggeram. Meskipun begitu, ia hanya mondar-mandir di seberang. Tak lama, ia lantas berbalik dan pergi.

Merasa sudah lolos, Arnor membantu Fjola turun dari pohon.

"Bagaimana cara kita kembali?" tanya gadis itu begitu kakinya menapak tanah.

"Tidak bisa. Serigala itu pasti mengambil jalan memutar untuk mengejar kita." Arnor sekilas memeriksa hutan tempat mereka berada.

"Bagaimana dengan adikku?"

Peri itu lantas menoleh ke arah sang gadis yang bertannya. "Fannar tak selemah yang kaukira. Aku yakin dia dapat bertahan. Aku berani bertaruh dia malah lebih cepat sampai ke istana Sofia ketimbang kita."

"Fannar masih kecil," ujar Fjola seakan-akan menegaskan sesuatu.

Peri itu mendesah. "Jika dia mendengar apa yang barusan kau katakan, dia pasti bakal marah padamu."

"Tapi-"

"Yakinlah pada adikmu. Dia pemuda yang tangguh."

"Bagaimana kau tahu?"

Arnor memutar bola matanya. "Intuisi peri."

Fjola mendengkus.

"Terserah kalau tak percaya." Arnor melangkah pergi. Fjola mengikutinya. Mereka menelusuri hutan di seberang jurang.

"Di mana kita?" tanya Fjola yang mengernyit menahan dingin dari kakinya yang telanjang.

"Mana kutahu. Ini kan wilayahmu," sahut Arnor.

Fjola memutar bola matanya, namun tak mau menanggapi peri itu.

Mereka terus berjalan. Sesekali, Arnor berhenti sekadar memutuskan jalan mana yang akan mereka lalui selanjutnya. Fjola memprotes ketika Arnor memutuskan ke arah mana mereka seharusnya. Ia mengingatkan peri itu bahwa hutan itu wilayahnya.

Dengan ekspresi meremehkan, Arnor menyilakan Fjola berjalan duluan. Namun, ketika gadis itu berbelok ke kanan, sang peri malah mengambil jalan ke kiri. Fjola yang menyadari peri itu tak mengikutinya pun mengentakkan kaki dengan kesal. Meski beitu, tetap saja gadis itu mengikutinya.

"Oh, ayolah. Kau selalu tersesat. Jadi, jika kau memilih satu arah, itu peringatan untukku supaya mengambil arah yang berlawanan," terang sang peri ringan.

Fjola mengembuskan napas dengan kasar. "Terserahmu."

Tak lama setelah perdebatan mereka, Arnor mendadak berhenti. Telinganya menangkap sesuatu. Ia menyuruh Fjola diam dan bersembunyi. Namun, belum sempat gadis itu bergerak, sebuah anak panah melesat dan hampir mengenainya. Mereka membeku. Apalagi setelah sepasukan orang mengepung mereka, mengacungkan berbagai senjata ke kepala mereka.

***

Hasrat Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang