Bab 55

77 15 1
                                    

Matahari sudah bergulir ke barat ketika Fjola, Fannar, dan Arnor turun dari lereng gunung. Mereka menemukan Sifthy bersama kuda-kuda lainnya menunggu di bawah. Dalam perjalanan turun tadi, mereka diam. Tak ada yang mengucap satu kata pun. Fjola diam karena tak tahu mesti bercakap apa. Sesekali ia menjadi salah tingkah ketika Arnor mencekal lengannya saat tak sengaja menginjak tanah yang salah dan terpeleset.

Sang peri sendiri diam karena bimbang dengan perasaannya. Satu sisi ia ingin berdekatan dengan sang gadis, tetapi di sisi lain ia takut akan melukainya. Sedangkan Fannar yang masih kesal memilih bungkam. Ia berjalan paling depan, tak memedulikan kedua orang yang bersamanya.

Setelah menarik kekang kuda masing-masih, pemuda belia itulah yang memecah kebungkaman mereka dengan pertanyaan sederhana, "Ke mana kita selanjutnya? Pulang?" Ia mencoba berlapang dada memaafkan kedua orang yang sempat meninggalkannya tadi.

Arnor mengedikkan bahunya singkat. "Seandainya kita bertemu Ronda, mungkin ada kesempatan untuk mengubah keputusan sang raja supaya ikut dalam perang melawan Malakora."

"Dari tadi kau menyebut nama Ronda," ujar Fannar mengernyit, "siapa sebenarnya dia?"

"Anak sulung sang raja."

Pemuda belia itu mengelus janggutnya yang belum ditumbuhi rambut. "Bagaimana rupa si Ronda ini?"

Arnor menatapnya dengan serius. "Mengapa kau tanyakan hal itu?" ia balas bertanya.

Fjola yang menyimak percakapan mereka pun mengerti maksud sang adik. Ia lantas menimpali, "Apakah dia memiliki rambut panjang sewarna rambut jagung? Em, maksudku merah?"

"Ya. Hampir sewarna dengan rambut raksasa paling kecil tadi, yang bertubuh gemuk itu, yang berwajah bundar. Bob," Arnor menjelaskan.

"Ah," pekik Fannar girang. "Kami bertemu dengannya sebelum naik. Dia pergi ke hutan itu," tambahnya menunjuk hutan di samping kaki gunung.

"Apakah jika kita menemukannya, dia bisa mengubah keputusan raja itu?" Fjola mulai melihat harapan.

Arnor berpikir sejenak. "Mungkin," jawabnya hati-hati, "tetapi aku tidak tahu pasti. Sepertinya mereka sedang ada masalah internal. Bagaimana kalau kita coba saja mencari Ronda? Siapa tahu dia bisa membujuk ayahnya. Tidak ada salahnya mencoba, kan?"

Fannar mengangguk. Ia menaiki kudanya dan berkata, "Baiklah. Aku setuju. Lagi pula, aku tak bisa mengecewakan orang-orang yang bergantung pada kita."

Fjola menoleh kepada Arnor sekilas, sebelum kembali menaiki kudanya dan setuju untuk mencari Ronda.

"Malam akan datang," kata Arnor naik ke punggung Sifthy. "Keadaan akan lebih berbahaya bagi kalian. Sebaiknya aku mengantar kalian kembali ke-"

"Tidak!" Fannar dan Fjola menjawab bersamaan.

"Biar aku sendiri yang membujuk-"

"Tidak!" lagi-lagi mereka memotong sang peri dengan tegas.

"Sepertinya keras kepala adalah nama tengah keluarga Addalward." Arnor mendengkus kesal. Ia lantas memacu kudanya memasuki hutan. Para Addalward mengikutinya.

Senyum samar terbit di bibir Fannar ketika Fjola menoleh. Gadis itu berpendapat bahwa kemarahan adiknya telah menguap sekarang. Ia tahu betul sang adik memang berhati lapang. Ia pun balas tersenyum.

Mereka menyibak hutan, menajamkan telinga dan mata. Menurut mereka, mencari seorang raksasa di tengah hutan tidaklah sulit. Ukurannya yang lebih besar dari manusia pada umumnya tentu memudahkan mereka. Namun nyatanya, sampai langit berubah senja, kemudian berubah lagi menjadi malam, mereka tak juga menemukan Ronda.

Hasrat Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang