Bab 35

76 17 1
                                    

Dengan satu entakan dari Malakora, tubuh Sofia terempas ke belakang. Punggungnya menabrak seorang prajurit yang menyerang, lalu menyeretnya hingga ke tanah. Darah muncrat dari mulutnya. Dada wanita itu terasa sesak, seolah ada benda berat yang menekannya.

Kesadarannya hilang timbul. Prajurit yang ditabraknya pun bangkit. Ia membuka helm dan tampaklah wajahnya yang menyebalkan.

“Sialan!” katanya di tengah napas yang terputus.

Prajurit yang rupanya adalah pangeran dari Negeri Veggur itu tampak membantu sang ratu yang kepayahan. “Kau tak apa-apa?”

Pertanyaan tolol, umpat Sofia dalam hati. Ia terbatuk, lalu meludahkan darah yang menghambat pernapasannya. Ia terduduk sementara perang berkecamuk di sekelilingnya. Paru-parunya sekarang berfungsi lagi. Ia menghirup udara banyak-banyak. “Kaukah yang berseru tadi?” tanyanya di tengah pemulihan.

“Mereka menawan Fjola!” Barrant membela diri.

“Dasar bodoh!” Kemarahan tampak dari ekspresi Sofia. Ia mendorong Barrant yang menopang punggungnya supaya dapat bersandar. “Kau telah membunuh prajuritku dengan sia-sia.”

Barrant yang tersungkur akibat dorongan itu pun membelalakkan mata. “Mereka ada banyak.”

Sofia bangkit. Ia merenggut baju zirah yang dipakai sang pangeran dengan kesal, lantas mendesis geram, “Prajurit negerimu juga banyak, bahkan lebih banyak dari prajuritku, tetapi kau kalah, Yang Mulia.” Ratu itu meludahkan darah lagi. "Tidakkah kau belajar dari pengalaman itu?" Ia lantas mendorong Barrant kuat-kuat. Ia tak mau repot-repot bertanya kenapa pemuda itu ada di sana, mengenakan baju zirah prajuritnya, bukannya bersembunyi di tempat yang telah mereka sepakati. Sekarang, ia harus bagaimana? Meski jumlah pasukan Malakora tidak sebanyak pasukannya, tetap saja mereka lebih kuat.

Sofia melihat satu per satu prajuritnya dihantam dengan keras, terpelanting dengan badan remuk, bahkan ada yang terinjak hingga mati. Panah-panah yang dilesatkan dari atas tembok seolah hanya menjadi halangan yang tak berarti bagi makhluk-makhluk itu. Kulit mereka sangat keras. Meski begitu, ada satu atau dua pemburu yang dapat ditumbangkan oleh panah-panah teraebut. Tetapi, tetap saja perlu usaha keras untuk membunuh mereka. Dan sementara mereka berkeras menghajar satu dari makhluk itu, makhluk lain menghabisi puluan prajurit Sofia dengan mudah.

Sang ratu pun mencoba menghentikan peperangan dengan sia-sia. Tak memiliki pilihan, ia mencabut pedang dan menghadapi Malakora.

Barrant yang pulih dari keterkejutannya ikut maju. Ia menyasar ke tempat Fjola berada. Beberapa kali ia berhadapan dengan para pemburu. Namun, ia beruntung karena bantuan para prajurit yang bersama-sama mengepung pemburu itu, kemudian berhasil membunuhnya. Ia mendekat ke tempat Fjola diseret. Namun, setelah sampai di sana, ia tak menemukan gadis itu. Ia hanya menemukan tali yang sudah terpotong. Ia menggeram.

Dari belakang, Jack yang dikepung beberapa prajurit berhasil lolos dengan membunuh mereka. Ia lantas menarik tali yang masih digenggam ujungnya dan marah saat mengetahui tawanannya menghilang. Di tambah adanya seorang prajurit yang juga menarik ujung tali satunya, ia menyangka bahwa dialah yang melepas tawanannya. Namun, ada yang aneh dengan prajurit itu.

“Aku kenal dengan baumu,” katanya mendekati Barrant. “Kau orang yang diingankan Malakora selain gadis itu.” Ia lantas menghantam helm sang pangeran dengan tinjunya.

Barrant tak bisa mengelak. Ia terempas mundur. Helmnya penyok dan hidungnya berdarah. Ia melepas benda pelindung itu, kemudian menarik pedang dari sabuknya. Dengan latihan bertahun-tahun bersama Aguste, ia menyerang Jack. Ia mengingat dengan sungguh-sungguh apa yang telah diajarkan guru-gurunya dan berhasil menusuk bahu sang musuh.

Hasrat Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang