Bab 54

67 16 2
                                    

Fjola menjelaskan alasan kedatangannya ke istana para raksasa tanpa basa-basi. Ia mengutarakan niatnya untuk meminta bantuan kepada mereka dalam melawan Malakora yang kini telah menguasai Negeri Veggur.

“Aku bahkan tidak pernah melihat manusia,” ujar sang raja kemudian. “Bagaimana aku harus membantumu?”

“Saya mohon, Yang Mulia,” pinta Fjola. “Kami sudah putus asa. Mereka menggunakan troll untuk menyerang kami.”

“Ah, troll!” Sang raja tampak jijik. “Mereka makhluk yang bodoh!”

“Tapi mereka cukup brutal dalam perang,” sahut Arnor.

Sang raja mengibaskan tangannya. “Selama mereka tidak mengusikku, aku tidak mau ikut campur dengan perang kalian.” Keputusannya terdengar final. “Jadi, sebaiknya kalian meminta tolong orang lain saja.”

“Tapi, Yang Mulia,” Fannar ikut menimpali, “seandainya bangsa kami kalah, saya yakin Malakora akan menjadi penguasa dunia tengah. Dia pun akan mulai mengusik rakyat Anda. Jika hal itu terjadi, Anda tak memiliki sekutu karena semua sudah habis.”

Arnor tersenyum mendengar pendapat Fannar. Diam-diam ia mengacunginya jempol, membuat pemuda itu melengos dengan wajah memerah karena malu.

Sang raja berpikir sejenak. Ia mengelus janggutnya yang tak bercambang, mengernyitkan dahi sembari menatap menerawang ke arah pemuda itu. Ia lantas menggeleng. “Kami bangsa yang kuat. Aku yakin dapat mengalahkan pasukan Mala—siapa itu dengan mudah.”

Fjola kembali menegaskan, “Banyak bangsa lain yang bergabung dengan Malakora, Yang Mulia, termasuk para pemburu. Anda akan digempur habis-habisan nantinya.”

Sang raja tetap kukuh dengan pendiriannya. “Kalian bicara seolah-olah hal ini sudah terjadi. Padahal itu hanya perandaian. Jawabanku masih sama yaitu tidak.” Ia lantas beralih kepada Arnor. “Sekarang giliranku untuk melakukan sidang terhadapmu?”

Peri itu mendesah. Ia mengedarkan pandangan, seolah mencari-cari sesuatu. Ketika tak mendapatkan apa yang dicarinya, ia bertanya, “Di mana Ronda?”

Sang raja tampak gelisah. “Kenapa tiba-tiba kau menanyakannya?”

“Sebab,” kata Arnor sembari menatap curiga sang raja, “hanya Ronda yang dapat menjelaskan kejadian itu dengan adil.”

Raja itu membuka mulut, ingin mengatakan sesuatu, tetapi menutupnya lagi. Ia bingung mesti mengatakan apa. Ia lantas mendesah pasrah. “Ada masalah antara aku dan Ronda.”

“Oh, ayolah!” Arnor melempar tangannya ke atas, seolah tak terima raja itu bermasalah dengan Ronda. “Jangan bilang kalau kau mengusirnya?”

“Well,” sang raja gelisah.

Fjola yang masih di sana menoleh ke arah Fannar, seolah bertanya apakah tepat mereka tidak segera pergi dari sana? Sang adik pun hanya menatapnya tanpa ekspresi yang berarti.

“Oh, kau tahu apa yang terjadi sebenarnya, bukan? Kau sudah mendengarnya dari Ronda dan kau memercayainya," tebak Arnor. Ia lantas menjelaskan,
"Aku memang membunuh Dom, tetapi tidak dengan sengaja. Dia ingin membunuh Ronda. Aku tak bisa membiarkannya. Lagi pula, kau tahu sendiri bagaimana gilanya Dom.”

Sang raja tampak diam saja. Ekspresinya tidak terkejut, yang artinya, batin Fjola mengamati, Arnor benar, raja itu tahu yang sebenarnya. Kalau begitu, mengapa ia ingin menghukum Arnor?

Setelah beberapa saat diam, akhirnya raja itu bersuara, "Aku memang sudah mendengar penjelasan dari Ronda tentang apa yang terjadi, tetapi aku mengharapkan kau datang dan menyangkal pembunuhan itu."

Arnor bersedekap. Wajahnya tertekuk. Matanya mendelik ke arah sang raja. Ia terlihat seperti orang tua yang kecewa terhadap tingkah anaknya. Hal itu membuat Fjola tambah bertanya-tanya, sebenarnya sejauh mana hubungan mereka?

Hasrat Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang