Bab 18

137 20 4
                                    

Mendadak, sebuah tangan menarik pinggang Fjola dari air yang menenggelamkannya. Tangan itu membenturkan punggungnya ke dinding kolam lalu menyangganya supaya tidak tenggelam.

Fjola tersedak. Paru-parunya seakan dientak hingga memuntahkan air yang menyumbat tenggorokan. Udara masuk secara paksa ke sana. Pandangannya yang gelap perlahan kembali terang. Ia bahkan dapat merasakan bibir sang peri yang menekan bibirnya. Di ambang batas sadar, ia membalas ciuman Arnor yang menggebu. Ia mengalungkan lengannya ke leher peri itu dan memeluknya erat-erat.

"Jangan uji aku, Fjola," bisik Arnor melepas ciumannya. Napasnya tersengal. Ia hampir gila ketika mendapati gadis itu tak juga muncul di permukaan. Ia mengangkat dagu Fjola, menatap matanya dalam-dalam.

Sang gadis balas menatapnya. Sejenak, mereka terdiam. Tubuh mereka setengah terendam air. Arnor melingkarkan satu lengannya ke pinggang gadis itu, menariknya kuat-kuat hingga menempel ke tubuhnya.

"Jika kau melepaskanku, aku akan mati," ujar Fjola. Kakinya tak dapat menggapai dasar kolam. Hidupnya bergantung pada peri itu.

"Kau tak akan mati." Arnor mengangkat tubuh mungil Fjola dan mendudukannya ke tepi kolam. Ia lantas melepaskan diri dari gadis itu.

"Tidak mau!" Dengan gerak cepat, Fjola menarik tangan yang akan meninggalkannya itu lalu kembali terjun ke kolam.

Mau tak mau Arnor menangkapnya lagi. Sementara tangan kirinya menahan pinggang Fjola, tangan kanan peri itu meninju batu di tepian kolam. Ia tak kuat menahan penderitaan yang diakibatkan oleh gadis itu. Seharusnya, Fjola tak menguji kesabarannya. "Apa sih maumu?" tanyanya menggertakkan gigi.

"Sentuh aku." Dengan berani, Fjola menautkan kakinya ke pinggang peri itu lalu menariknya mendekat.

"Kau gila!" Arnor mendorong gadis itu menjauh. Alih-alih, sang gadis malah menangkupkan telapak tangannya ke wajah sang peri lalu menciumnya.

"Hentikan," ujar Arnor menolak gadis itu. Namun, Fjola terus saja menyentuh Arnor, menciumi leher dan dadanya.

"Cukup!" Arnor menangkap kedua pergelangan tangan Fjola, menahannya di dinding kolam. Ia memandang mata gadis itu lekat-lekat. Tanpa Fjola sadari, mata Arnor berubah menjadi setingkat lebih gelap dari sebelumnya. "Jangan menggodaku!"

Fjola menggigit bibir bawahnya. Matanya menatap lurus-lurus peri itu. Ia mengeratkan kakinya yang masih melingkar di pinggang sang peri.

"Sial!" Arnor tak bisa menahan dirinya untuk tidak menyentuh gadis itu. Ia menekan bibir Fjola dengan bibirnya, mengecapnya dengan rakus. Ia mendorong tubuh gadis itu, mengimpitnya tanpa ampun. Tangannya turun ke pinggang sang gadis, memeluknya erat-erat. Napasnya tersengal ketika mencoba menolak desakan untuk berbuat lebih jauh kepada gadis itu. Ia harus menjaga jarak dari Fjola. Harus. "Sudah cukup," katanya melepas ciuman. Ia melonggarkan pelukannya. Tubuhnya gemetar ketika mengambil jarak dari gadis itu.

"Klaim aku, Arnor," bisik Fjola. Ia tak mau peri itu jauh darinya lagi.

Arnor menggeleng. Ia menutup matanya sejenak, mengatur detak jantungnya yang berderap kencang. Telinganya berdenging saat kekuatan gelap dalam dirinya membujuk supaya melakukan apa yang diinginkan gadis itu. Kekuatan itu juga menunjukkan bagaimana Fjola berakhir mati di tangannya nanti. Bayangan sang gadis yang tergolek tak berdaya sementara darahnya melumuri tangan Arnor membuat peri itu tak bisa bernapas. Ia tercekat. "Tidak," katanya susah payah.

"Aku mencintaimu."

Hati sang peri mencelus. Ia juga mencintainya. Namun, apa daya. Ia tak memiliki pilihan lain. Ia harus membuat gadis itu melupakannya, menjauhinya. "Kau sudah punya suami."

Fjola mendengkus. "Omong kosong! Kau menolakku karena alasan lain."

"Aku tak bisa bersamamu," terang sang peri.

Hasrat Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang