Bab 67

62 11 0
                                    

Menurut Sofia tak ada yang dapat mengubah keputusan Mr. Uggi kecuali mengetahui pelaku pembunuhan anaknya. Ia sempat ingin mengalah untuk melepas keterlibatan negeri itu saja. Akan tetapi, Ratu Rose juga tidak ingin bergabung kalau Negeri Vetur tidak melakukannya. Itu artinya, kekuatan mereka hanya setengah saja.

Saat makan siang, Sofia mendekati Barrant dan mengusulkan untuk menyebut sebuah nama acak sebagai pelaku. Akan tetapi, pangeran itu tak dapat melakukannya. Saat kejadian berlangsung, Mr. Uggi ada di sana. Jika ia menyebut sebuah nama acak, lelaki itu akan tahu kalau Barrant berbohong. Lagi pula, Barrant harus menyusun motif dan lain-lain supaya mendukung kebohongannya. Ia sudah mencobanya dalam pikiran, tetapi tak menemukan sesuatu yang cocok.

“Aku ingat malam sebelum pernikahan Aguste mendatangiku dan berkata bahwa ada suatu kelompok yang ingin membunuhku,” ujar Barrant kepada Sofia yang duduk di dekatnya.

“Kalau begitu, mungkinkah racun itu seharusnya untukmu?”

“Ya,” Pemuda itu mengepalkan tangan. “Tetapi, kalau aku berkata bahwa sasaran sebenarnya adalah aku, apa menurutmu Mr. Uggi akan percaya?”

Sofia mengernyitkan kening. Ia berpikir dengan serius, menimbang kemungkinan dan membayangkan rekasi Hugo Uggi. Kemudian, ia menggeleng. “Terus terang, itu terdengar sebagai kebohongan bagiku.”

Barrant mendesah pasrah. “Benar, kan? Aku bingung harus bagaimana. Tidak mungkin aku menyelidikinya sekarang. Lagi pula cerita itu tidak masuk akal. Sebab saat Lilija meninggal ....” Barrant tak dapat melanjutkan perkatannya. Matanya menerawang.

Kening Sofia mengenyit. Ia menatap pangeran itu lama dan penasaran. “Ada apa?”

Lekas-lekas, sang pangeran menggeleng. “Tidak. Tidak apa-apa.” Sejenak, ia memikirkan sesuatu. Lilija meninggal tepat setelah kehadiran Fjola di ruang pemberkatan. Dan saat memeriksa jubah putih yang tersimpan di kamar gadis itu, ia menemukan biji aneh di dalam sakunya. Ia sempat membawanya ke ahli tanaman, kalau-kalau biji itu dapat dibudidayakan. Namun, ia terkejut saat tahu bahwa biji itu rupanya adalah racun.

Ia curiga, mungkinkah Fjola yang meracuni Lilija? Kalau iya, tak mungkin Barrant memberitahu siapa pun tentang hal ini, terutama kepada Mr. Uggi. Ia harus melindungi gadis itu. Ia tak mau Fjola dihukum. Meski dengan merelakan puluhan ribu prajurit tambahan.

“Aku sudah berusaha bernegosiasi dengannya,” kata Sofia berbisik yang membuat benak Barrant terhapus, “kalau memang dia tidak mau bergabung, setidaknya dia memberi kita senjata. Tetapi, kau tahu apa jawabannya? Tidak.”

Barrant menggeleng lesu. “Kudengar dia orang yang keras, lebih keras ktimbang sang raja sendiri.”

“Aku tak bisa membayangkan betapa tertekan adiknya, menjadi raja namun tak memiliki kuasa.” Ratu itu pun menghela napas panjang. “Sungguh nengerikan.”

Barrant mengangguk setuju. “Bagaimana dengan Negeri Vor?”

“Oh, rasanya aku ingin sekali mencekik Rose. Aku sudah memohon kepada Raja Lidolf untuk berpikir ulang. Sebab, hanya ini kesempatan kita menang. Mereka sedang berdebat sekarang. Kuharap, Lidolf menang.”

“Seandainya negeri itu ikut bergabung, ditambah Sumar dan para raksasa, kurasa kekuatan kita sebanding dengan milik Malakora.”

“Tidak.” Sofia menggeleng. “Dalam jumlah, ya. Namun, dalam kekuatan, belum. Kita memang memiliki para raksasa, tetapi mereka memiliki troll, serigala, orc, dan entah apa lagi.”

Sang pangeran menyangga dahinya dengan satu telapak tangan sementara sikunya diletakkan di meja makan. Ia benar-benar frustrasi.

Sementara itu, di luar ruang makan, Zoe dan Fannar menemukan pondok tua di belakang istana. Meski tak dapat membuka pintunya, mereka cukup puas dengan duduk di teras. Mereka duduk berdampingan dengan memeluk lutut masing-masing yang tertekuk. Mata mereka menerawang ke tanah berumput di balik pagar teras yang terbuat dari kayu.

Hasrat Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang