Bab 58

66 13 2
                                    

Fjola terbangun oleh seruan. Gadis itu membuka matanya dengan enggan. Ia mengira penyataan cinta sang peri tadi malam hanyalah mimpi belaka. Kalau benar, ia tak mau bangun.

Namun, seruan itu terus menggangunya, mengusik mimpi-mimpinya hingga mau tak mau ia membuka mata lalu bangkit. Sebuah benda menubruk atap tenda persis di atas kepalanya, seolah ada seseorang meleparkan batu ke sana.

Gadis itu mengernyit. Ia menoleh ke kanan dan kiri dan tak mendapati kedua orang yang bersamanya tadi malam. Tubuh mereka tak terlihat di dalam tenda. Fjola lantas mengenakan sepatu bot dan keluar. Sesuatu tampak sedang terjadi di seberang sungai, tak jauh dari tenda. Ia tak dapat melihatnya dengan jelas karena terhalang batang-batang pepohonan.

"Arnor! Fannar!" Ia memanggil.
Terdengar seruan yang disertai debum dan bunyi lain yang Fjola yakin ada dalam pertempuran.

Berjaga-jaga, gadis itu kembali ke tenda, mencari senjata apa pun. Ia hanya menemukan pisau yang biasa digunakan Arnor untuk memotong sayuran. Busur dan panah milik peri itu tak ada, begitupun dengan busur milik Fannar.

Bergegas, Fjola keluar tenda. Ia menyeberangi sungai. Airnya dingin dan segar. Ia meraupkan air ke wajahnya beberapa kali supaya kantuknya hilang, berkumur dan membersihkan giginya dengan daun mint. Sembari melakukan itu, ia menduga-duga siapa yang bertarung di sana. Mungkin Fannar yang menantang Arnor duel.

Kalau begitu, ia tak khawatir. Arnor tak mungkin membunuh Fannar, begitupun Fannar tak mungkin mampu melukai sang peri.

Fjola lantas melewati sungai. Ia berhenti di balik sebatang pohon, mengamati apa yang terjadi. Rupanya, memang ada ppertempuran tetapi bukan Arnor yang melawan Fannar atau sebaliknya, melainkan sesuatu yang lebih gawat lagi.

Si gadis raksasa yang Fjola temui kemarin tampak dikeroyok lima pemburu. Mereka mengelilinginya, mencoba mengikatnya dengan tali besar. Sementara itu Arnor memainkan pedangnya, melawan dua ekor serigala. Fannar sendiri berusaha memanah para pemburu yang mencoba melumpuhkan si raksasa.

Sejenak, Fjola tak tahu mesti berbuat apa. Namun kemudian, ia melihat seorang pemburu diam-diam mendekati sang adik. Fjola segera melindungi Fannar dengan menghujamkan pisaunya ke punggung si pemburu. Pisau itu tak dapat banyak melukai sang musuh, tetapi ampuh untuk memperingatkan Fannar akan bahaya yang mengintai. Dengan cepat, pemuda belia itu memanah dada sang pemburu sebelum sempat membalas serangan tiba-tiba kakaknya.

Setelah pemburu itu tumbang, Fjola berlari ke arah Fannar, mencabut belati dari sabuk adiknya dan mulai menyerang salah satu pemburu yang berusaha melumpuhkan si raksasa.

Pemburu yang diserang Fjola menyumpah dengan bahasanya. Ia melepas talinya dan berbalik ke arah gadis itu, lalu meludah. Dengan tangannya yang besar, ia memukul Fjola. Namun, gadis itu berhasil mengelak dengan mundur. Sebuah panah melesat melewatinya, menancap di dada sang pemburu.
Dengan kasar, pemburu itu mematahkan anak panah itu dengan gampang. Ia menarik pedang, mengayunkannya ke arah sang gadis.

Fjola dapat menangkis pedang itu dengan maju, menahan lengan sang pemburu di bahunya. Ia lantas memutar tubuh dan secara cepat menusukkan belati ke perut si pemburu. Darah menyembur ke gaunnya.

Meskipun demikian, pemburu itu belum mati. Ia mengubah arah pedangnya ke bawah, berniat menancapkannya ke kepala Fjola. Namun, sebuah pedang lain menghentikan usahanya. Pedang itu juga menggorok leher sang pemburu hingga kehilangan nyawa.

"Apakah percuma jika kuminta kau diam di tenda saja?" tanya Arnor berbalik, menyiagakan pedangnya kepada kedua serigala yang mengepung.

Fjola bangkit, menempelkan punggungnya ke punggung sang peri, menyiagakan belatinya. "Kurasa begitu."

Hasrat Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang