Bab 25

110 15 3
                                    

Arnor berjalan dengan lelah ke gerbang Negeri Haust. Dulu, waktu pertama kali dia ke sana, ia bahkan tidak mau dekat-dekat dengan gerbang itu. Ia tahu para prajurit pasti akan menangkapnya begitu melihatnya. Namun, sekarang berbeda.

Peri itu amatlah lelah. Bukan lelah akibat perjalanan, melainkan lelah menahan dirinya untuk tidak berbalik, kembali ke tempat Fjola. Terakhir melihat gadis itu, ia meninggalkannya di area kolam air panas. Ia dapat membaca tindakan Fjola yang bakal menyakiti dirinya sendiri ketika Arnor memutuskan untuk pergi darinya. Maka dari itu, sebelum menemui sang gadis di kolam, ia meminta salah satu gadis yang terpesona olehnya datang ke kolam itu. Ia menyesal harus membohongi gadis itu. Namun, semua demi keamanan Fjola.

Ia tak bisa berada di dekat Fjola. Ia takut kalau-kalau menyakiti gadis itu nantinya. Arnor melihat jemarinya yang lentik ketika keluar dari pepohonan. Ia lalu teringat guratan di pinggang Fjola dan lebam di pergelangan gadis itu. Ia mengepalkan tangannya dengan penuh sesal. Ia tak bisa mengontrol kekuatan itu.

Suara ringkik kuda membuatnya mendongak. Dari jauh, ia dapat melihat gerbang terbuka dan Sifthy menghambur keluar. Melihat kuda itu dapat melupakan kepedihannya berpisah dengan Fjola sejenak. Ia melambai dengan riang kepada sang kuda yang setia. Saat dekat, ia mengelus pipi kuda itu, kemudian memeluknya dengan sayang. "Kau merindukanku, huh?" tanyanya.

Sang kuda yang seolah mengerti perkataan tuannya pun mendengus. Ia menjejak-jejakkan kakinya ke tanah, lalu menunduk. Arnor yang melihat tingkah sang kuda pun mengerucutkan bibir. "Kupikir kau merindukanku." Ia lantas melepas kekang yang mengikat kuda itu.

Seusai kekangnya dilepas, sang kuda meringkik senang. Ia mengitari Arnor dengan langkah ringan, lalu menyundulkan kepalanya ke bahu sang peri.

"Well, kau bilang merindukanku setelah melepas kekangmu? Tulus sekali, kau," sindirnya.

Sang kuda mendengus lagi.

"Oke, oke," katanya, "Terima kasih sudah mengantar mereka dengan selamat. Sekarang antar aku ke sana."

Sang kuda menawarkan punggungnya dengan berhenti tepat di depan Arnor. Ia juga menekuk kakinya.

Arnor tertawa, lalu melompat naik ke punggung kuda itu. Sifthy berlari masuk ke gerbang Negeri Haust.

Arnor sempat heran mendapati para prajurit tak ada yang mengacungkan pedang kepadanya. Namun, keherannya segera terjawab saat melihat Sofia menyambutnya di depan istana.

Begitu peri itu turun, Sofia bergegas mengampirinya, melingkarkan lengannya ke leher peri itu. Sejenak, Arnor terkejut.

"Beraninya kau memelukku!" hardiknya.

Sofia lekas melepas pelukannya. Ia menduduk, jemarinya tertaut. "Ma-maaf, Tuan Evindur."

Arnor mendengkus. "Aku cuma bercanda. Ia lantas memeluk wanita itu. Pundak Sofia yang tegang kembali melemas.

Setelah melepas pelukannya, Sofia menuntun Arnor memasuki istana. "Di mana Fjola?" tanyanya saat melewati lorong-lorong istana.

"Aku meninggalkannya."

"Apa?" kening wanita itu mengernyit.

"Dia bersama temannya. Kau tenang saja. Sebenarnya aku masuk ke dalam tembok untuk mengambil perlengkapanku seperti busur dan tas berisi tenda. Apa kau menyimpannya? Kalau tidak, yah, aku ragu mau mengambilnya di istana Negeri Veggur. Sebab, kupikir kalau bukan kau yang menyimpannya, pasti Fjola. Tetapi, mengingat gadis itu tidak membawanya ketika melarikan diri kemarin, pasti kau yang menyimpannya," jelas Arnor.

"Ya. Memang saya yang menyimpannya. Tetapi, jubah Anda tidak bersama saya."

"Oh, syukurlah!" Arnor mendesah lega. "Lupakan jubah itu. Yang penting tenda dan busurku."

Hasrat Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang