Bab 89

117 14 8
                                    

Perlu berbulan-bulan untuk memulihkan suatu negeri dari perang. Barrant pun demikian. Hari-hari ia lalui dengan sibuk.

Setelah perang usai, ia menguburkan para prajurit yang telah gugur di medan perang. Ia juga memulangkan jasad Sofia dan Zargar ke Negeri Haust. Para raja dan pasukan yang tersisa kembali ke negerinya masing-masing. Mereka merayakan kemenangan mereka di sana. Pasukan Ronda dan para kurcaci pun kembali ke tempat mereka.

Briet dan Ishak menerima jasad Sofia dan Zargar dengan sedih. Mereka diberi penghormatan terakhir yang layak, bersama prajurit lain yang gugur. Pemakaman itu dihadiri oleh Raja Lidolf beserta istri dan Mr. Uggi serta adiknya. Raja Magmar, meski terlambat, ikut hadir juga.

Penduduk yang mengungsi di kamp yang didirikan oleh Zargar bebas memilih untuk bergabung dengan Negeri mana pun.

Setelah pemakaman, Briet diputuskan menjadi pemimpin negeri itu. Saat Barrant akan kembali ke negerinya, mereka bercakap sebentar.

Sang ratu baru dengan berani mengungkapkan perasaannya yang sedari dulu terpendam. Ia mencintai Barrant.

“Aku tahu,” Barrant menanggapi, “tetapi untuk sekarang, aku harus meminta maaf padamu. Aku belum bisa menerima ketulusanmu. Bukan karena Fjola, aku sudah merelakan gadis itu bersama Arnor. Hanya saja aku sedang fokus membangun kembali negeriku. Kau pun pasti juga sibuk membenahi negerimu. Jadi, sekali lagi aku minta maaf.”

Setelah kembali ke negerinya, Barrant membangun kembali istananya bersama rakyat yang berhasil selamat. Aguste masih setia mendampinginya. Selain mereka, Arnor dan Fjola memutuskan tinggal sebentar di sana. Eleanor dan Agis pun tak lekas pergi. Fannar dan Zoe mengikuti jejak mereka.

Hal pertama yang dilakukan Fannar dan Zoe setelah tahu bahwa Malakora sudah mati adalah memeriksa jasad-jasad para prajurit dan berharap tak menemukan Luke dan Rowan di sana. Mereka memang tak menemukan kedua orang itu di medan perang. Akan tetapi, saat membebaskan tawanan yang ditahan sebagai budak Malakora, mereka menemukan Rowan yang menggotong Luke. Tubuh mereka penuh dengan luka penyiksaan. Namun, berkat perawatan yang baik, mereka pulih, walau Luke harus kehilangan satu matanya dan Rowan harus mengikhlaskan dua telinganya yang telah dipotong.

Sebulan setelah perang, penduduk Negeri Veggur berhasil memperbaiki istana. Namun, mereka belum membangun benteng mereka. Arnor serta Agis berperan besar dalam membantu perbaikan itu. Hingga pada suatu malam, mereka yang lelah duduk di langkan jedela yang besar.

Fjola menghampiri mereka, membawakan teh untuk mereka. Saat akan kembali, Arnor menarik tangannya. “Semakin kuperhatikan, kau semakin cantik setiap harinya. Sepertinya kau cocok sekali menjadi penyitas perang.”

Pipi gadis itu merona. “Hentikan!” Ia menyodok dada Arnor sekilas.

“Betul!” Agis ikut menimpali. “Ada yang aneh dengan ragamu.”

Mata Arnor menyipit. “Dari mana kau tahu tentang tubuhnya? Apa kau pernah mengintipnya?”

“Ayolah,” Agis mendengkus. “Maksudku, dilihat sekilas pun akan tampak keanehannya.”

“Apanya yang aneh?” Fannar ikut menyeletuk. Ia menghampiri mereka bersama Zoe. Mereka bergandeng tangan.

“Perhatikan baik-baik,” Agis menegakkan punggung. Ia menunjuk Fjola lalu menjelaskan, “Kulitnya semakin terang dan tampak halus. Bibirnya juga menjadi ranum. Dan ... dia lebih cantik dari sebelum kematian itu.”

Arnor mengernyit. Ia memperhatikan Fjola dengan saksama.

“Tidak, ah!” Gadis itu malu diperhatikan oleh sang peri.

“Benar,” Zoe ikut menimpali. “Badanmu lebih berisi. Tidak gemuk, tapi setidaknya lebih porposional. Sebelumnya kau tampak seperti gadis yang menderita cacingan.”

Hasrat Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang