Bab 57

75 13 4
                                    

“Wah!” Gadis itu pun mendengkus. Ia tak dapat memercayai sang peri. Perasaannya menjadi kacau. Emosinya campur aduk. Ia tak tahu mesti marah, lega, atau geli. “Tak pernah kurasakan desakkan sedasyat ini untuk menamparmu, Arnor. Sungguh! Kau peri berengsek paling bodoh yang pernah kukenal.”

Arnor mengernyit. Ia bingung dengan respons yang Fjola berikan. “Kenapa kau menjadi marah padaku?”

Fjola mengatupkan bibirnya. Ia mencubit lengan Arnor dengan gemas. Sang peri pun mengaduh. Ia mengelus lengannya yang memerah.

“Kenapa aku menjadi marah? Kau bertanya padaku?” Fjola ingin meledak. Namun, ia tahan karena tak ingin Fannar terbangun karenanya. “Apa kau tahu? Aku pikir kau mencampakkanku karena kau tak mencintaiku lagi. Kupikir kau menghindariku karena marah padaku, kau tak mau melihatku karena jijik padaku.”

Arnor menggeleng cepat-cepat. Ia menyangkal, “Tidak. Aku tidak marah maupun jijik padamu. Aku hanya tak mau kau terluka. Suatu saat, aku yakin aku akan berubah seperti Malakora. Mungkin, aku lebih kejam darinya. Sebab, saat kekuatan itu menguasaiku, kesadaranku dipertaruhkan. Arnor yang berada di depanmu sekarang akan menghilang, digantikan Arnor lain yang tak pernah kau kenal. Aku takut aku melukaimu, bahkan membunuhmu. Jadi, aku tak bisa membiarkanmu berada di dekatku.”

Fjola mencoba tenang. Ia menatap peri itu dengan serius sebelum berkata, “Aku hancur tanpamu.”

Arnor membalasnya, “Maafkan aku.”

Gadis itu menambahkan, “Tebakanmu tadi benar. Setelah kau pergi meninggalkanku di kamp, aku berniat bunuh diri.”

Arnor terkesiap. “Fjola?”

“Aku tahu aku bodoh. Tapi, aku bodoh karena kau meninggalkanku. Tak bisakah kau lihat betapa aku mencintaimu?” Gadis itu menunjuk dadanya dengan telunjuk. “Saat punggungmu menjauh, dadaku seolah ditusuk-tusuk. Sakit sekali. Aku benar-benar ingin mati saat itu. Seandainya para pemburu tidak menawanku, aku akan melompat ke jurang.”

Arnor benar-benar merasa bersalah. Ia meraih tangan Fjola mengenggamnya erat. “Aku benar-benar minta maaf.”

“Jangan lakukan itu lagi kepadaku, Arnor. Entah untuk alasan apa pun.  Bahkan seandainya kau berubah menjadi Arnor yang tak kukenal, maka akan kubuat Arnor yang itu jatuh cinta padaku juga. Aku tak mau kau pergi maupun mengusirku. Tidak lagi.”

Peri itu menelan ludahnya dengan susah payah. “Tapi—“

Sang gadis memotong, “Aku tak peduli kau berubah seperti apa, Arnor. Bagiku kau adalah kau. Titik.”

“Aku bisa membunuhmu suatu saat nanti.” Arnor mengingatkan.

“Aku siap dibunuh olehmu.”

“Tapi, aku tak siap melihatmu mati.”

“Kalau begitu, jangan bunuh aku,” jawab Fjola sederhana. Ia menatap Arnor dengan sungguh-sungguh. Tangannya mengusap air mata sang peri yang sempat menetes dari sudut mata. “Jangan biarkan kekuatan itu menguasaimu.”

Arnor mendecakkan lidah. Ia menangkap tangan Fjola dan menggenggamnya lagi. “Itu tidak semudah yang kau kira.”

“Aku yakin kau bisa.” Fjola tampak yakin. Ia menangkupkan tangannya ke pipi Arnor, menatapnya dengan intens. “Aku yakin kau bisa, Arnor.”

Sang peri menatap mata kelam Fjola yang berkilat-kilat. Perlahan, ia mendekatkan kepalanya, mengecup bibir gadis itu sejenak. “Jangan terlalu yakin padaku.”

“Tidak. Kau yang harus yakin terhadap dirimu sendiri.” Fjola balas mengecupnya. “Jangan menjauh dariku lagi, Arnor, bahkan untuk alasan melindungiku sekalipun. Aku benar-benar tak ingin hidup tanpamu. Percayalah.” Ia lalu mencium sang peri lama, seolah menyambut kembali pemilik hatinya. “Berjanjilah padaku,” pintanya.

Hasrat Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang