Bab 22

112 16 3
                                    

Keesokan paginya, Zargar batal menjalankan rencananya. Kuda-kuda yang sudah siapakan untuk mengawal Fjola ke Negeri Haust, ia kembalikan ke kandang. Ia menilai, tak mungkin membawa gadis itu berpergian karena lukanya masih basah dan mungkin infeksi. Di sini ada tabib yang cekatan. Jadi, menurutnya, lebih baik gadis itu tetap tinggal di sini saja alih-alih mengantarnya ke Negeri Haust.

Zargar juga memperketat penjagaan kawasannya. Ia menyuruh beberapa pemuda yang tangguh, dengan kemampuan memanah yang mumpuni untuk memburu kedua serigala yang kemarin sempat menyerang mereka. Lelaki yang lebih tua namun tak kalah pengalamannya dalam bertarung ia tempatkan pada sudut-sudut kamp guna mencegah makhluk-makhluk itu menyerang. Ia teringat pada percakapan rahasianya bersama Will, lelaki kurus setengah baya yang membawa Fjola ke sana kemarin.

“Mereka bukan serigala biasa, Zargar,” katanya begitu lelaki kekar itu menutup pintu bangunan, tempat mereka bicara secara empat mata. Lampu obor yang dibawa lelaki itu membuat matanya tampak bersinar-sinar.

“Apa karena badan mereka yang besar?” tanya Zargar meletakkan obor itu ke sudut ruangan.

“Bukan hanya itu. Cara mereka memandang kami .... Tindakan mereka yang menimbang ... dan, gadis itu ....” Will bergidik. “Gadis itu bilang mereka pemburu.”

“Pemburu? Apa maksudnya dengan pemburu?” Zargar mengernyit.

Will mengusap bulu kuduk di lengannya yang merinding. “Aku pernah mendengar sesuatu tentang makhluk di luar tembok perbatasan.”

“Luar tembok?” Mata Zargar melebar. Ia lantas terkesiap. “Oh!”

Will yang menyaksikan perubahan ekspresi lelaki itu pun bertanya, “Ada apa? Apa kau tahu sesuatu?”

Cepat-cepat, Zargar menggeleng. “Tidak. Lupakan saja.”

Lelaki kurus itu memandang Zargar dengan penuh selidik. Keningnya sedikit tertaut. Ia lantas berkata, “Kita menciptakan tempat ini sama-sama. Jika kau tidak di sini, akulah yang menggantikan tugasmu. Aku mempercayaimu sebagaimana kau mempercayaiku. Kita juga berjanji tak akan menyembunyikan sesuatu pun satu sama lain. Jadi,” Will mengingatkan, “katakan, apa yang kau ketahui?”

Zargar menarik napas dalam-dalam. “Tembok perbatasan sudah jebol, Will.”

Lelaki kurus itu membeliak. “Tembok apa? Jebol bagaimana? Maksudmu .... Tembok yang .... Astaga!”

“Kini kau tahu bagaimana makhluk-makhluk itu sampai ke sini.”

Otak Will masih mencerna informasi dari rekannya. Matanya bergerak-gerak liar sebelum bertanya, “Bagaimana kau bisa tahu? Apakah gadis itu yang memberitahumu? Siapa dia sebenarnya?”

“Dia temanku. Dia tak ada hubungannya dengan ini.”

“Omong kosong!” sela Will segera. Ia mondar mandir dengan gelisah dalam ruangan itu. “Aku sudah melihat para serigala itu sejak sore tadi, Zargar. Para serigala itu juga melihatku. Tetapi, mereka tidak melakukan apa pun terhadapku. Namun, begitu gadis itu keluar dari sini, dari kamp kita, mereka menyerangnya.”

“Fjola pernah menolongku,” jelas Zargar. Nada suaranya terdengar memohon. Ia tahu jika jujur pada Will, Fjola pasti tak diperbolehkan tinggal di sana. “Gadis itu juga terluka. Aku tidak bisa membiarkannya pergi dari sini dan dibunuh oleh para serigala itu.”

“Tapi, siapa gadis itu sehingga makhluk liar tertarik padanya?” cecar Will.

“Aku tidak tahu. Kupikir karena dia bersama peri itu. Tetapi sekarang, peri itu sudah hilang, pergi, meninggalkan kita. Jadi, seharusnya para serigala itu tidak akan menyerang lagi.”

Will mendesah. “Aku benar-benar tak mau tempat kita hancur karena satu orang.”

“Percayalah, Will,” sahut Zargar, “aku juga tak mau hal itu terjadi. Namun, apa pilihannya? Tak ada. Apa kau tega mengusir gadis lemah yang kakinya terluka seperti itu begitu saja? Dia sudah tak punya siapa-siapa, Will. Kumohon ....”

Hasrat Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang