Bab 75

60 13 5
                                    

Pasukan Sofia berangkat menjelang dini hari. Sebagian berjalan karena tak memiliki tunggangan. Mereka tak mengeluh karena mereka berjalan tanpa beban. Sebagian lagi menunggang kereta maupun kuda. Sang ratu sendiri memilih menggunakan kereta.

Sebelum berangkat, ia menitipkan istana kepada Briet dan ibunya. Mereka bersedia dan berkata akan menunggu kepulangan Sofia. Mereka juga mendoakan keberhasilan ratu itu dalam perang nanti.

Pada pemberhentian pertama, saat Sofia dan pasukannya mencapai hampir seperempat perjalanan, hari sudah pagi. Prajuritnya pun tampak kelelahan. Maka dari itu, Sofia memutuskan untuk beristirahat. Para pengantar mendirikan tenda-tenda dan menyiapkan makan.

Di dalam tendanya, Sofia menghitung waktu. Jika kecepatan mereka konstan seperti ini, kemungkinan mereka akan sampai pada tempat yang dituju kurang dari tiga malam lagi. Itu artinya, dua hari lagi mereka akan bertemu dengan pasukan Raja Magmar.

Matahari terbit dari timur. Sorotnya membuat perasaan menjadi hangat. Sofia duduk sendiri di dalam tendanya. Ia merenung. Ia berharap tindakannya tepat ketika memutuskaan untuk sengaja berangkat malam itu karena ingin mengejar waktu, dan juga menghindarkan pasukannya dari serangan malam yang mungkin dilakukan oleh binatang-binatang liar maupun makhluk-makhluk liar dari luar tembok yang sengaja disebar Malakora untuk membunuh orang-orang yang kabur. Ia tahu hal ini dari beberapa orang yang pernah selamat dari serangan makhluk-makhluk itu saat kabur.

Ratu itu menggelar kembali peta dunia tengah di meja di depannya dan menandai bagian-bagian mana yang menurutnya harus dilumpuhkan. Ia lantas memanggil Barrant dan Arnor untuk membahas rencana penyerangan.

Dengan pengetahuan Barrant tentang seluk beluk istana, tempat-tempat mana saja yang rawan, dan ilmu strategi Arnor dalam melawan Malakora, mereka membuat rencana.

“Selain para pemburu, kau harus mempertimbangkan troll juga. Meski mereka bodoh, tetap saja ukuran mereka lebih besar. Pasukanmu hanya akan menjadi keset jika dihadapkan dengan mereka.” Arnor memberi peringatan. “Untuk itu, kau sangat bergantung kepada para raksasa. Namun, ingatlah satu saran dariku, jangan pernah bergantung kepada makhluk luar tembok. Jadi, kusarankan kau segera mencari solusi untuk menyingkirkan mereka.”

Sofia menggigiti kuku jempol tangannya. Matanya menerawang. Ia berpikir sejenak, kemudian mendesah. “Negeri Vetur memiliki pelontar bola api yang sangat besar. Jika saja mereka mau bergabung dengan kita.”

Arnor ikut mendesah. “Seandainya Ronda dan pasukannya tak datang, mungkin aku bisa menahan mereka dengan kekuatanku.”

Segera, Sofia menggeleng. “Tidak. Jangan menggunakan kekuatanmu. Aku tahu risiko yang kau hadapi dan aku tak mau mengambilnya.”

“Tapi—“

“Sementara ini, kita hanya dapat berharap para raksasa akan bergabung dengan kita,” potong Sofia tegas.

Arnor mengalah. “Baiklah.”

“Tolong tunjukkan dan tandai bagian paling krusial dan bagian paling rawan dalam istana, Barrant! Sementara prajurit kira berperang, yang lain akan menyusup dan membunuh Malakora. Aku tahu pasti dia tak akan turun dalam medan perang,” pinta Sofia.

“Kecuali ada yang memprovokasinya,” sahut Arnor.

“Tidak,” tolak Sofia menatap Arnor tajam. “Aku tahu apa maksudmu, tetapi jangan lakukan itu. Aku lebih suka ide mnyusup ini ketimbang menantangnya langsung terjun ke peperangan. Dan, please, jangan pernah berpikir untuk menggunakan kekuatanmu, Arnor.”

Peri itu mengangkat bahunya sekilas. Namun, mulutnya bungkam. Menurutnya, menyerang Malakora secara diam-diam di istana atau menghadapinya langsung di medan perang akan sama saja. Mereka toh tak akan mampu membunuhnya kecuali Arnor menggunakan kekuatan peri.

Hasrat Sang PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang