15: Arus yang berbeda 🦋

17.9K 1.9K 16
                                    

Selamat datang lagi di ANC!

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Allahumma solli 'alaa muhammad, wa 'alaa aali muhammad

Allahumma solli 'alaa muhammad, wa 'alaa aali muhammad

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dihya duduk di dalam Hagia Sophia. Dia membuka Al-Qur'an kecil pemberian Abi nya. Melantunkan ayat demi ayat dengan begitu khusyuk dan nyaman.

Bahkan Dihya tak sadar bahwa dirinya sudah membaca lebih dari dua juz. Hatinya sedang gundah, maka dia butuh penenang. Dan Dihya hanya percaya bahwa Al-Qur'an itu Syifa (Obat), jika dia membacanya maka kegelisahan dalan hatinya berkurang.

"Assalamu'alaikum Akhi," ucap salam seseorang membuat Dihya mengangkat pandangannya. Dilihatnya laki-laki yang memakai sorban dan gamis putih. Terlihat muda, dan menawan.

"Waalaikumsalam, ya?" jawab Dihya dengan tatapan heran karena tidak tahu siapa yang menyapanya.

"Ana dari tadi lihat antum baca Al-Qur'an nya nyaman sekali, sedang ada masalah?" tanya laki-laki itu.

"Memangnya jika membaca Al-Qur'an dengan nyaman itu tandanya sedang ada masalah?" bukannya menjawab, Dihya malah kembali bertanya.

Laki-laki itu duduk di samping Dihya. Dia tersenyum, "tidak juga. Tapi memang ana perhatikan, zaman sekarang kalau ada masalah besar atau tidak tau jalan keluarnya mereka mencari ketenangan dengan banyak cara. Salah satunya berinteraksi dengan Al-Qur'an,"

Dihya sedikit tersindir akan ucapan laki-laki di sampingnya ini. "Memangnya salah? Bukankah itu lebih baik daripada lari kepada hal yang haram?"

Laki-laki itu menatap Dihya dengan tertawa kecil. "Siapa yang bilang salah? Tidak. Sama sekali tidak salah, cuman kurang adab saja. Bagaimana bisa kita menjadikan Al-Qur'an itu hanya sebatas pelarian saja? Sebatas mencari obat supaya kita bisa tenang."

Dihya menatap laki-laki yang sedang menjeda ucapannya.

"Bukankah seharusnya Al-Qur'an itu dijadikan teman, benar-benar teman. Bukan hanya sebatas teman kala butuh saja. Manusia saja sering sekali kesal kepada mereka yang hanya datang kala perlunya saja. Lalu, apakah kita tidak melihat diri sendiri? Bukankah kita juga melakukan hal sama kepada Al-Qur'an? Kepada Allah? Kepada Tuhan kita. Datang hanya ketika ada perlunya, ketika sudah terpenuhi pergi seolah tak pernah kenal,"

Sungguh kali ini hati Dihya begitu sakit. Lebih sakit daripada masalah masalah yang dia lalui beberapa waktu lalu.

"Ana hanya memberi nasehat saja. Jangan sampai kita terlalu sibuk dengan urusan duniawi sampai kita lupa kehidupan sebenarnya itu nanti di akhirat. Kita punya teman di dunia, maka di akhirat pun kita harus punya teman yang akan membantu kita. Coba antum lihat baik-baik Al-Qur'an itu,"

Dihya pun melihat Al-Qur'an yang dia pegang.

"22 tahun 2 bulan 22 hari. Dia turun dibawa oleh malaikat yang mulia, Jibril. Allah SWT mempercayakan nya kepada Jibril, dan disampaikan kepada kekasihnya, Muhammad. Lalu sekarang kita bisa memegang Al-Qur'an, kalam yang begitu suci. Tidaklah kita bersyukur? Manusia hina yang berlumuran dosa ini masih bisa memegang dan membaca kitab suci itu,"

Aila: Atas Nama Cinta [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang