Selamat datang lagi di ANC!
"Dan kamu itu bukti dari besarnya sebuah kesabaran. Kamu adalah hadiah terbaik dari banyaknya untaian doa-doa yang selalu aku langit kan."
*Pangeran M Dihya Hamza Al-Fatih
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Allahumma solli 'alaa muhammad, wa 'alaa aali muhammad
Aila menggeliat dalam tidurnya. Dia meraba bagian samping ranjangnya, namun tidak ada siapapun yang tidur disana.
Matanya langsung terbuka, melihat tidak ada sosok Dihya yang semalam ikut tidur disampingnya. Aila menoleh keseluruh penjuru ruangan, mencari keberadaan Dihya. Matanya mulai berkaca-kaca, apakah kejadian kemarin dan tadi malam itu hanyalah mimpi?
"Pangeran?" Aila memanggil dengan suara serak menahan tangis.
"Pangeran kamu dimana?" Aila bangun, dan kini air matanya sudah keluar.
"Hiks, Dihya kamu dimana? Jangan bercanda." Aila mencoba untuk turun dari brankarnya.
"Jangan bilang aku hanya bermimpi, katakan kalau semuanya benar-benar terjadi." Aila berpegangan pada ujung brankarnya. Kakinya masih lemas, namun dia tetap nekat.
"PANGERAN!" teriak Aila berbarengan dengan tubuhnya yang limpung dan terjatuh di lantai.
Perempuan itu menangis terisak, bahkan darah yang sudah naik di infusan nya tak ia hiraukan.
Ceklek
Pintu kamar inapnya terbuka. "Astagfirullah, lo ngapain turun dari ranjang Put?" Dihya berlari, menghampiri Aila yang menangis.
"Hei! Jangan nangis, ada gue." Dihya mengangkat wajah Aila, mengusap air mata perempuannya.
Namun Aila kembali menangis. "Hiks, aku pikir ini semua hanya mimpi. A-aku pikir kamu hanya ilusi yang aku ciptakan, aku pikir kamu meninggalkan aku."
Dihya memeluk tubuh Aila, mengecup ubun-ubun perempuan itu. "Gue nyata, ini bukan mimpi. Gue gak akan pergi kemanapun, lo tenang aja." Dihya melepaskan pelukannya, mengusap air mata Aila dengan tangannya.
"Gue habis sholat subuh di mushola. Lo belum sholat kan?" Aila menggeleng sebagai jawaban. "Yaudah, sekarang lo sholat dulu. Gue temenin disini."
Dihya mengangkat tubuh Aila, kembali mendudukan Aila di ranjangnya. Dihya memperbaiki letak hijab Aila yang sedikit berantakan, juga memasukan beberapa helai rambut Aila yang keluar.
Dihya menarik selimut Aila, hingga sampai ke pahanya. "Sekarang lo sholat dulu, gue duduk disini."
Aila mengangguk. Perempuan itu mengusap kembali matanya yang masih basah, kemudian mulai melakukan Tayamum dan shalat subuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aila: Atas Nama Cinta [TERBIT]
Espiritual[Spiritual | Romance] Bagaimana rasanya di benci seseorang? Menyakitkan bukan? Itulah yang perempuan itu rasakan. Shafiya Aila Humaira yang menyimpan rapat-rapat kisah hidupnya dari orang lain. Setelah lulus SMK, dia menjadi salah satu juru masak d...