33: Penolakan dan Luka Lama🦋

14.1K 1.7K 35
                                    

Selamat datang lagi di ANC!

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Ada yang patah, tapi tidak terlihat. Ada yang sakit, tapi tidak berdarah. Ada yang terluka, tetapi raganya masih baik-baik saja."

*Raja Muhammad Salman Al-Fatih

Allahumma solli 'alaa muhammad, wa 'alaa aali muhammad

"Sebenarnya saya anaknya bunda Saabira, kembarannya Putri."

Perkataan Aila semalam membuat Anyelir tak bisa tidur nyenyak. Terlalu banyak pertanyaan yang ia pikirkan, termasuk kenapa Aila merahasiakannya selama ini?

Baik Anyelir maupun Salman memutuskan untuk bermalam di apartemen Ratu, mereka takut Aila kembali terbangun dan berbuat hal nekat karena di kendalikan oleh perasaan yang berlarut-larut.

Tetapi, setelah melihat Aila bangun shalat malam dan ikut berjamaah shalat subuh membuat Salman lega, begitupun dengan Anyelir. Meskipun banyak hal yang ingin dia tanyakan kepada Aila, ini bukan waktu yang tepat.

"Umi," panggil Salman. Dia duduk di meja makan, melihat ibunya yang sedang menyiapkan sarapan.

Anyelir menoleh, "iya bang, kenapa?"

"Apa Shafiya menangis semalam karena Abang? Karena Abang mengungkapkan perasaan Abang? Sudah seharusnya Abang tidak mengungkapkannya begitu saja, lihat sekarang Shafiya menangis karena mengetahuinya."

Salman menunduk, dia semalaman memikirkan bahwa dirinya lah penyebab trauma Aila kembali. Bahkan sampai saat ini, penyesalan itu terus saja menghantuinya.

"Bukan bang, ini bukan salah Abang kok. Kita tidak tahu akan seperti apa respon seseorang tentang perasaan kita kepada dia, dan Abang juga tidak tahu kan kalau Aila akan kembali mengingat masalalunya? Sudah ya, kita bicarakan ini nanti."

Hening. Salman tidak menjawab perkataan ibunya, karena menurut dia mungkin ada benarnya apa yang di katakan Anyelir. Hingga kursi di depannya di tarik menimbulkan bunyi yang membuat Salman mengangkat kepalanya. Dia melihat Aila yang sudah duduk di sana, matanya masih sembab karena semalam perempuan itu menangis terus menerus.

Ratu juga duduk di samping Aila, tanpa membuka percakapan apapun. Melihat keadaan yang canggung, membuatnya sedikit sungkan. Apalagi Salman yang terus mencuri pandang ke arah Aila, membuat suasana semakin canggung. Dirinya tidak menggunakan cadar karena hanya ada Salman, dan laki-laki itu mahramnya. Tetapi, Ratu sedikit kaget karena Aila juga meninggalkan kain penutup setengah wajahnya.

"Ayo mulai sarapannya," ujar Anyelir datang membawa telur ceplok yang sesuai jumlah orang yang memakannya.

Setelah itu hanya suara dentingan sendok yang beradu dengan piring. Tidak ada yang mau membuka percakapan, sibuk dengan pikirannya sendiri. Bahkan Ratu yang terbiasa ramai ketika makan, berasa makan sendiri meskipun ada orang di sekitarnya.

Aila: Atas Nama Cinta [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang