"Makan dulu sini, Ngi," ajak Saras begitu melihat Wangi memasuki pelataran Bentuman.
"Sini, Ngi!" Jay yang sudah duduk bersama Iwan ikut mengajak.
Tak ada Banyu di meja yang sudah ditempati tiga orang itu. Wangi lalu mengamati sekeliling area parkir, tidak dilihatnya Benelli Motobi Banyu.
"Yayang bebeb belum pulang!" celetuk Iwan, tahu siapa yang dicari Wangi.
"Mas Banyu ke mana?" selidik Wangi, memperkirakan kapan Banyu kembali. Ia belum siap makan bersama Banyu yang sudah pasti lagi-lagi akan menanyakan alasan di balik perubahan sikapnya. Masih belum bisa ditemukannya waktu dan cara yang tepat untuk bicara soal sumbangan almarhum ayah Banyu.
"Tadi katanya jenguk ibunya Lavi," jawab Iwan. "Memang dia tidak lapor sama kamu?"
Wangi menggeleng. Ada tanda tanya mengapa Banyu tidak memberitahunya, tetapi segera tahu diri bahwa ia pun berusaha meminimalisasi kontak seminggu ini.
"Mungkin dia lupa bilang, tadi kudengar kondisi ibunya Lavi tiba-tiba memburuk," ujar Jay, tidak ingin Wangi berpikir macam-macam. "Duduk, Ngi."
Wangi menuruti. Namun, baru saja ia hendak menarik kursi di samping Jay, deru knalpot motor 200 cc terdengar memasuki area parkir.
"Panjang umur, baru diomongin, sudah nongol!" ujar Saras sambil menoleh ke arah parkiran.
Wangi menghentikan gerakan. "Aku mandi dulu, deh, Mbak ... Mas. Makannya nanti saja." Ia segera menghambur pergi tanpa menunggu jawaban dari ketiga orang yang terkaget-kaget dengan sikapnya.
Banyu yang baru saja memasuki area parkir Bentuman dengan jelas melihat gerakan Wangi. Perempuan itu urung duduk dan memilih untuk pulang. Ia mendengkus kesal, yakin Wangi pasti menghindarinya. Ia pun segera memarkirkan motor, mengejar Wangi sambil mencopot helm.
"Nyu!" panggil Saras sembari menghampiri Banyu.
Banyu melengos.
Saras dengan cepat memahami apa yang kemungkinan sedang terjadi. Ia segera menarik tangan Banyu. "Makan dulu saja! Jangan bahas sesuatu kalau lagi capek atau lapar!" sarannya.
Bukannya menjawab, Banyu malah memberikan helm kepada saudaranya itu dan berusaha menyusul Wangi. Ia mulai kesal dengan sikap Wangi yang sudah seminggu ini menghindar darinya.
"Kenapa mereka, Sar?" selidik Iwan saat Saras kembali ke meja.
"Berantem kayaknya," jawab Saras.
"Biasalah ... itu bumbunya pacaran, 'kan?" sahut Jay.
"Gara-gara Wangi diantar Sam?" Iwan berusaha mengingat-ingat kemungkinan penyebab pertengkaran Wangi dan Banyu.
Jay memilih untuk tidak berkomentar, hanya mengangkat bahu.
"Hah? Kapan Wangi diantar pulang sama Sam?" tanya Saras.
"Waktu kami habis dari Cikarang, ada mobil Sam di depan," jawab Jay.
"Oh ... cemburu?" Saras tertawa geli.
"Gawat, akika harus menyelamatkan samsak!" Iwan bangkit dari duduknya.
"Kenapa?" tanya Jay.
"Kalau bucin lagi cemburu bisa jebol samsak dipukuli besok!"
Jay terkekeh melihat Iwan yang berlari menuju Benkuwat dengan gaya kemayu.
Di halaman rumah, Banyu setengah berlari mengejar Wangi yang terlihat bergegas menuju kamar.
"Ngik!" panggil Banyu bersamaan dengan Wangi yang sedang membuka pintu kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meneroka Jiwa 2
RomanceKetika lara akhirnya mempertemukan pada cinta yang dinanti. Kala akhirnya terkuak sang tabir misteri. Apakah hidup akan memberikan kebahagiaan yang hakiki atau hanya kembali menorehkan luka di hati? Kisah ini masih tentang Wangi, anak dari penderita...