Mas, sedang sibuk, tidak? Kalau tidak keberatan, bisa jemput aku?
Wangi mengirim pesan untuk Banyu setelah beberapa saat mempertimbangkan perasaan kekasihnya itu.
Di saat yang sama, Banyu mengirim pesan untuk Wangi setelah beberapa saat mempertimbangkan perasaan kekasihnya itu.
Ngik, pulang jam berapa? Kalau tidak keberatan, mau aku jemput?
Senyum merekah di bibir keduanya pada waktu yang bersamaan. Keduanya pun segera mengirim pesan balasan.
***
"Kita pulang sekarang?" tanya Samudra setelah ia dan Wangi selesai berbincang dengan Muryani Wibisono.
"Mas Banyu mau jemput ke sini. Kalau Bapak mau langsung pulang, silakan. Saya tunggu Mas Banyu di lobi."
"Oh ...." Nada Samudra menyiratkan kekecewaan mendengar nama Banyu disebut.
Wangi menelan ludah melihat reaksi Samudra, meyakinkan diri bahwa tindakannya sudah tepat.
"Dia keberatan kamu pergi denganku malam ini?" Samudra tidak bisa menutupi perasaannya.
Kepala Wangi menggeleng cepat. "Tidak, kok. Mas Banyu sama sekali tidak keberatan kalau saya harus pergi dengan Bapak terkait pekerjaan."
"Tapi dia tidak mengizinkanku mengantarmu pulang?"
"Saya yang minta Mas Banyu jemput," jawab Wangi jujur.
"Kenapa? Aku pasti mengantarmu pulang, tidak mungkin membiarkanmu sendirian pulang dari sini."
"Tidak mau merepotkan Bapak." Kali ini Wangi tidak sepenuhnya jujur.
Samudra tersenyum masam, menghela napas panjang. "Aku tidak pernah merasa direpotkan olehmu. Kamu hanya membuatku repot kalau terus memanggilku Bapak."
Wangi mengulum senyum.
"Oke, kalau begitu, kutemani menunggu di lounge sampai dia datang, ya." Samudra hanya bisa menawarkan diri menunggu di ruang tunggu hotel.
Wangi mengangguk, lantas berjalan bersama Samudra menuju lounge yang berada di lobi hotel.
Di sudut lounge, seorang penyanyi perempuan melantunkan lagu, menghibur para pengunjung hotel di akhir pekan itu. Lagu berjudul Kejujuran Hati dari Kerispatih baru saja memasuki bagian verse.
Kuakui aku memang cemburu
Setiap kali kudengar namanya kausebut
Tapi ku tak pernah bisa
Melakukan apa yang seharusnya kulakukan
Karena memang kau bukan milikkuSelain suara merdu sang penyanyi, lirik lagu yang dilantunkan pun menarik perhatian Samudra. Nama Banyu memang sering membuat mood-nya memburuk.
Ia mengajak Wangi duduk di sofa berwarna gading tak jauh dari posisi penyanyi tersebut.
"Kamu beruntung mendapat tawaran beasiswa dari Bu Muryani," ujar Samudra setelah beberapa saat terdiam mendengarkan lantunan lagu.
"Saya akan pikir-pikir dulu."
Jawaban Wangi membuat Samudra terkejut. Ia memutar tubuh menghadap ke arah Wangi yang duduk di sampingnya. "Pikir-pikir?"
Wangi mengangguk.
Samudra yakin sikap Wangi akibat inisiatifnya yang hanya berbasis simpati. Ia segera meraih jemari Wangi. "Aku sungguh minta maaf karena diam-diam mendaftarkanmu kuliah. Aku semula berpikir ini adalah hal yang kamu inginkan."
Wangi perlahan menarik tangannya dari genggaman Samudra. "Tidak apa-apa, kok. Tidak perlu minta maaf."
Samudra menarik napas panjang menyadari reaksi Wangi. "Tawaran beasiswa Bu Muryani adalah kesempatan emas yang tidak boleh kamu sia-siakan. Kamu kan sangat ingin kuliah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Meneroka Jiwa 2
RomantiekKetika lara akhirnya mempertemukan pada cinta yang dinanti. Kala akhirnya terkuak sang tabir misteri. Apakah hidup akan memberikan kebahagiaan yang hakiki atau hanya kembali menorehkan luka di hati? Kisah ini masih tentang Wangi, anak dari penderita...