40. Sumber Kebahagiaan

12.7K 1.1K 200
                                    

Decak kagum dan tawa riang anak-anak terdengar riuh ketika Wangi dan Banyu memasuki MTR, singkatan dari Mass Transit Railway, sejenis kereta cepat yang akan membawa mereka ke Disneyland. Berbeda dengan MTR lainnya di Hong Kong, MTR Disneyland ini memiliki desain yang unik. Jendela kereta dan handle hand strap atau tali pegangan tangan yang menggantung didesain berbentuk kepala Mickey Mouse, maskot Disneyland. Di dalam kereta juga terdapat patung perunggu karakter Disney selain Mickey Mouse, seperti Minnie Mouse, Donald Duck, Pluto, Cinderella, Tinker Bell, dan lainnya.

"Keretanya lucu, ya, Mas." Wangi berdecak mengagumi desain MRT Disneyland ini.

"Iya. Bagus idenya, sudah mulai mengondisikan pengunjung dengan antusiasme, membuat orang tidak sabar ingin segera main di Disneyland," jawab Banyu.

Wangi tersenyum, menyadari perbedaan komentar dirinya dengan Banyu saat melihat sesuatu yang menarik. Tampaknya menjadi pengusaha yang harus kreatif mencari strategi menarik pelanggan membuat Banyu cenderung mengaitkan fenomena yang dilihatnya dengan unsur customer experience. Sementara dirinya hanya memberi komentar perifer.

"Kenapa senyum-senyum?" tanya Banyu melihat reaksi Wangi.

"Tidak apa-apa, daripada nangis-nangis," jawab Wangi, membeo perkataan Banyu saat mereka baru tiba di Hong Kong selumbari.

Banyu tergelak menyadari perkataan Wangi yang mengulangi perkataannya. "Pasti itu senyum kagum padaku!"

Wangi ikut tertawa. "Berarti waktu Mas senyum-senyum dan jawab begitu juga lagi mengagumiku, dong!" balasnya.

"Memang," sahut Banyu datar, tetapi membuat Wangi merona. "Biasa saja, dong, tidak usah salting gitu!" imbuhnya melihat Wangi yang tersipu.

Wangi mengerucutkan mulut sambil memukul lengan Banyu. "Eh, Mas ... hari ini Pak Aghas sama Mbak Lavi nikah, lo!"

"Kamu sedih ditinggal kawin fan-mu si Aghas itu?"

Wangi terkekeh. "Mas kali yang sedih, ditinggal mantan nikah," ledeknya.

"Biasa saja." jawab Banyu datar.

"Masa?" tanya Wangi sangsi.

"Ya, sudah ... sedih, deh!"

"Kok, sedih?" protes Wangi sambil mengerucutkan bibirnya.

"Duh, wanita itu memang mahluk Tuhan yang paling membingungkan!" gerutu Banyu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Jawab biasa saja ... salah. Jawab sedih ... juga salah. Semua jawaban salah! Maunya apa, sih?"

"Ya, sudah ... tidak usah jawab!" Wangi merajuk.

"Kalau begini artinya harus jawab, nih!" Banyu berkaca pada pengalaman.

Wangi tertawa geli, menyadari kekonyolannya. "Nah, itu pintar, tahu makna bahasa wanita!"

"Jelas pintar! Buktinya a—"

"Dikejar-kejar anjing?" sela Wangi, teringat jawaban nyeleneh Banyu.

"Itu salah satunya! Bukti lainnya, golongan darahku A."

"Hah? Apa hubungannya?" Wangi mengerutkan dahi.

"Setiap dites, golongan darahku selalu A, tidak pernah turun jadi B! Pintar, 'kan?" jawab Banyu dengan nada menyombongkan diri.

Wangi tergelak. "Dasar edan! Tapi kenapa kuliah lama selesainya?"

"Itu karena sebenarnya passion-ku di dunia pendidikan! Tidak ingin cepat berpisah dengan proses belajar mengajar."

Tawa Wangi kian kencang. "Alasannya banyak betul!"

"Memang begitu adanya!" Banyu membela diri.

"Jadi, sedih atau tidak ditinggal Mbak Lavi nikah?" tanya Wangi setelah tawanya mereda.

Meneroka Jiwa 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang