Aghastyan mengerutkan dahi saat memasuki halaman rumahnya, sebuah mobil Mazda 2 merah terparkir di depan rumah dan lampu ruang tamunya menyala. Ia bisa menduga siapa tamu tak diundang yang datang ke rumahnya. Pasti Lavi. Dan itu pasti ada hubungannya dengan telepon berulang kali selama seminggu ini dari perempuan itu yang malas diangkatnya.
"Nah, itu Aghas pulang," ujar Ayu yang semringah kedatangan tamu perempuan cantik yang mengaku teman dekat anak sulungnya.
Lavi menoleh ke arah pintu masuk dan melihat Aghastyan yang tampak tak menyukai kehadirannya.
"Dari mana, Ghas, kok, baru pulang?" tanya Ayu, melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Tarawih!" sahut Aghastyan ngawur.
Lavi tersenyum sinis. Boro-boro tarawih, salat lima waktu saja sudah pasti lelaki itu bolong-bolong.
"Lavi sudah nunggu sejak tadi, lo! Mama telepon tidak kamu angkat!"
"Kan sudah kubilang lagi tarawih, mana bisa angkat telepon!" sungut Aghastyan.
Ayu menepuk sofa di sampingnya, meminta Aghastyan duduk. "Sini duduk, Mama buatkan minuman dingin dulu untukmu, ya!" Ia kemudian berkata pada Lavi, "Tante tinggal dulu, ya, Lavi."
Lavi mengulas senyum indahnya. "Iya, Tante, silakan. Maaf jadi merepotkan Tante. Terima kasih sudah menemani saya ngobrol."
"Ah, sama sekali tidak merepotkan. Tante senang ngobrol sama kamu." Ayu lalu meninggalkan keduanya dengan senyum lebar.
Aghastyan mendelik, sangat jarang ibunya bersikap ramah terhadap teman perempuannya.
"Tarawih di mana? Dragonfly?" sindir Lavi, menyebut nama salah satu klub malam di Jakarta.
Aghastyan memasang raut muka sinis. "Dari mana tahu rumahku?"
"Sam."
Aghastyan mendengkus kesal. "Ngapain ke sini?"
"Kenapa tidak angkat teleponku?" Lavi balas bertanya.
"Ngapain telepon? Tidak bisa kirim pesan saja?" Aghastyan membalas dengan pertanyaan balik.
Lavi mendengkus kesal. "Ada yang mau kubicarakan. Penting! Mau di sini atau ada tempat privasi?"
Aghastyan mengerutkan kening. "Apa, sih? Di sini saja!"
"Yakin?"
Aghastyan memandangi Lavi. Air muka perempuan itu terlihat sangat serius. Ia lalu berdiri, menggerakkan kepalanya sebagai isyarat agar Lavi mengikutinya.
"Mau ke mana, Ghas?" tanya Ayu yang duduk di ruang tamu, sejak tadi berusaha menguping pembicaraan anaknya.
Lavi tersenyum dalam hati, sudah menduga Ayu pasti ingin tahu apa yang terjadi.
"Ke teras belakang!" sahut Aghastyan.
"Permisi ke belakang dulu, Tante," ucap Lavi ramah yang langsung mendapatkan anggukkan disertai senyum dari Ayu.
"Silakan. Minumannya dibawakan ke teras, ya?"
"Tidak usah, Tante. Terima kasih," sahut Lavi, bergegas mengejar Aghastyan yang terus berjalan.
Sambil mengekor di belakang Aghastyan, Lavi mengamati sekeliling rumah. Desain interior Victorian memberikan kesan mewah pada rumah yang tergolong megah ini. Jelas terlihat sang pemilik rumah berupaya untuk mempertegas status sosial ekonominya melalui pemilihan furnitur dan ornamennya.
"Kita ngobrol di sini saja," ujar Aghastyan, berhenti di teras belakang rumah yang cukup luas dengan kolam renang berukuran sekitar 4x10 meter. "Mau ngomong apa, sih?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Meneroka Jiwa 2
RomansaKetika lara akhirnya mempertemukan pada cinta yang dinanti. Kala akhirnya terkuak sang tabir misteri. Apakah hidup akan memberikan kebahagiaan yang hakiki atau hanya kembali menorehkan luka di hati? Kisah ini masih tentang Wangi, anak dari penderita...