"Lea, apa Anda ingin mati? Hari ini tangan besok apa lagi? Anda 'kan bisa menarik tubuh kakak untuk menghindar, kenapa malah melindunginya dengan tanganmu? Apa Anda sadar jika apa yang Anda lakukan tidak akan mengubah perasaan pria itu?" Raicia tak berhenti mengoceh sejak tadi. Dia sesekali melirik kakaknya yang tengah duduk menatap tangan Airlea yang sudah diperban.Tidak tahu apa yang dilihat dari ikatan perban itu. Yang pasti pria berambut hitam itu tidak melepaskannya sejak tadi.
"Tanganmu seperti tangan bayi," celetuk Damiane setelah sekian lama menatap tangan itu.
Airlea yang mendengarnya hanya bisa cengengesan bingung. Ditambah, kalimat itu membuat Raicia semakin marah karena merasa tak didengarkan.
"Hah! Sudahlah! Susah bicara dengan batu sepertimu! Urus istrimu itu!" rutuk Raicia yang kemudian pergi dari kamar Airlea.
"Cia!" teriak Airlea. Bukan apa, meninggalkan dirinya berdua dengan Damiane adalah hal terburuk yang membuat Airlea begitu ketakutan sekarang. Dia bingung harus apa, ditambah tangannya masih belum dilepaskan juga. "Ekhem." Airlea mencoba berdeham berharap Damiane peka.
Akan tetapi, tidak. Pria itu masih betah menatap tangannya.
Airlea yang penasaran dengan apa yang dilihat Damiane mulai mencondongkan wajahnya.
"Apakah Anda sedang membaca garis tangan saya? Atau Anda sedang mengamati apakah perbannya tidak bersih?"
Damiane menoleh karena pertanyaan itu. Manik emerald Damiane bertemu dengan manik magenta Airlea yang indah dan terang. Pria itu kemudian melepaskan tangan istrinya dan segera beranjak tanpa kata.
"Dasar orang aneh," cibir Airlea.
***
Hari ini, semua orang mendadak sibuk sebab kabar kehadiran sang putri sebentar lagi. Seorang tamu istimewa yang membuat Raicia dan seluruh pelayan di kediaman Alverd heboh.
Airlea hanya bisa menatap kesibukan mereka dari dalam kamar. Dia bisa apa dengan keadaan sekarang ini? Lagipula jika dia bergerak yang ada nanti hanya membuat kekacauan.
"Hei?" Suara itu mengagetkan Airlea yang tengah duduk sendiri di kamarnya. Gadis itu menoleh ke arah balkon. Terlihat jelas seorang perempuan cantik dengan rambut emas dan mata merah seperti delima. Indah sekali.
"Ah? Kenapa Anda di sana?" Airlea panik. Dia membuka pintu balkon. Meskipun sebenarnya Airlea tak tahu siapa gadis itu. Yang pasti berada di luar dengan cuaca yang dingin di pertengahan musim mendekati musim dingin adalah hal yang tak baik.
"Huhu, di luar cukup dingin," ujar gadis itu. "Terima kasih sudah mempersilakan saya masuk."
Airlea tersenyum canggung. 'Ini bukan orang jahat, 'kan? Bego banget gue asal nyuruh masuk orang asing.'
"Eh? Yang Mulia Putri?!" teriak Raicia. Gadis itu memasuki kamar Airlea yang memang terbuka lebar. Mendekati sang putri Beatrice Del Adrianne. Seorang putri cantik yang tangguh katanya. Teman dekat Damiane yang dicintainya. Begitu yang Airlea tahu.
Beatrice menunduk. Dia menatap ke arah Airlea yang berada di sebelah Raicia. "Dia istri Damiane?" tanya Beatrice.
"Ya, dia lah orangnya."
Beatrice tersenyum kemudian mengulurkan tangannya mengusap pundak Airlea. "Anda harus ekstra sabar!" pesannya.
Perempuan berambut emas itu melirik tangan Airlea dan terkejut. "Astaga! Aku ingat, aku ke sini karena kabar penyerangan. Anda terluka? Bagaimana bisa? Apa si baru itu tidak melindungi Anda?"
"Sa-saya, ini karena saya tidak hati-hati."
"Justru ini karena dia terlalu baik hati, Yang Mulia," cibir Raicia.
Airlea melirik Raicia. Gadis itu sedikit menyebalkan dengan mulut tajamnya.
"Ekhem!" Suara itu membuat tiga orang perempuan yang tengah berbincang menoleh ke sumber suara. Dia Damiane yang baru saja dibicarakan. Pria itu menunjukkan ke arah ruang makan.
"Ah, baiklah. Ayo kita makan bersama!"
***
Makanan sudah disajikan dan sekitarnya Airlea agak bingung bagaimana caranya dia memegang sendok. Kemarin dia disuapin oleh Martha pelayan pribadinya. Sekarang, di depan putri bagaimana mungkin Airlea meminta bantuan Martha.
Jika dipaksa ini cukup menyakitkan. Tapi, apa boleh buat.
Perempuan berambut putih kebiruan itu memaksa tangan kanannya untuk memegang sendok.
Drrk!
Suara geseran kursi dibarengi dengan tangan besar yang mencekal tangan kanan Airlea untuk bergerak lagi, membuat perempuan itu menoleh. Menatap Damiane yang menghela napas kasar, matanya menatap ke arah makanan Airlea kemudian duduk di sebelah perempuan itu."Raicia Alverd, bisakah kau mencubit ku sekarang?" tanya sang putri.
"Saya mencubit Anda, lalu Anda menampar saya. Agar kita bangkit dari khayalan ini!" sahut Raicia.
Seorang Damiane yang dingin dan selalu bersikap kaku. Kasar dan tidak peduli sekitar, menyuapi istrinya dengan lembut. Ini pasti mimpi. Tak hanya putri dan Raicia, pelayan yang ada di sana saja kaget.
'Anjay, ni orang bisa lembut juga. Kayaknya sabi kali di luluhin hatinya biar gue kagak mokad,' batin Airlea.
TBC
I'm back! Bisa lah dilanjutkan. Semoga aaja😂
KAMU SEDANG MEMBACA
DO YOU HATE ME DUKE? [SELESAI]
Fantasy*Bukan Novel Terjemahan* *Karya orisinil* *Yang plagiat bisulan lima tahun* [29/12/22 (2# in Atagonis)] [30/12/22 (#9 in Fantasi)] [30/12/22 (#1 in Tragedi)] [31/12/22 (#2 in fantasi)] [31/12/22 (#1 in Putri)] [1/1/23 (#1 in Duke)] [1/1/23...