Racun

46.2K 4.9K 360
                                    

Setelah menembus keamanan kediaman Alverd dengan begitu hati-hati. Airlea dengan jubah hitam menutup kepalanya berjalan mengendap-endap menuju sebuah gang kecil di pedesaan. Tempat janji bertemu dengan Adelia.

"Kau lama sekali," ucap Adelia begitu bertemu dengan Airlea yang datang sendiri. Terlihat gadis cantik dengan rambut blonde itu datang bersama kekasihnya, seorang ksatria hebat di Hidelgard, Count Arnest.

Dia pemuda tampan seusia dengan Airlea, bertubuh tegap dengan mata berwarna kelabu dan rambut hitam. Dia termasuk pemuda berprestasi yang menjadi incaran para nona bangsawan. Serta seseorang yang ketika kecil Airlea selamatkan nyawanya. Tetapi dia orang yang sekalipun tak pernah membalas kebaikan itu, sebab setiap kekasihnya menghina dan menyiksa Airlea, Count Arnest hanya diam, membisu sebagai penonton.

"Ini racun itu, besok saat pernikahan kau sudah diatur sebagai orang yang membawa cangkir dan air suci untuk sang putri. Lakukan dengan benar, jangan sampai gagal."

Airlea menatap botol kecil berwarna hijau dengan tutup emas. "Baiklah."

***

Airlea tak langsung pulang ke rumah dengan masih mengenakan jubah dia berjalan ke tempat pengrajin kaca.

"Buatkan aku botol seperti ini, sama persis. Sekarang juga. Aku menunggumu. Bayarannya akan kuberi dua kali lipat jadi cepatlah," titah Airlea tanpa basa-basi begitu masuk ke area pengrajin.

Dengan semangat pria tua itu membuatkan benda yang mirip. Kebetulan  barang yang ada cukup mempuni, dan bentuk yang tak rumit dari contoh botol membuat pengerjaan lebih cepat.

Pengrajin itu membawakan botol hijau dengan detail yang sama kepada Airlea setelah empat jam menunggu. Sangat lama, tetapi Airlea puas.

***

Seperti sebelumnya Airlea mengendap-endap memasuki kediaman. Semuanya terasa sangat lancar, sampai akhirnya Airlea tiba di depan kamarnya.

"Sudah larut, kau darimana? Kenapa tidak makan malam?" Suara Damiane mengejutkan Airlea. Tetapi kemudian perempuan itu menarik lengan suaminya. Membawa Damiane masuk ke kamar.

"Lihat," ujar Airlea menunjukkan botol racun dan botol yang baru ditempahnya. "Ini adalah racunnya, dan ini adalah botol baru. Aku akan memasukkan air ke dalam botol baru ini. Kau tahu Damiane, racun ini transparan seperti air biasa sebab racun ini akan dimasukkan ke dalam air suci. Jadi tidak akan ada yang tahu, dan Putri Beatrice akan tetap hidup," jelas Airlea.

Damiane menatap detail kedua botol. "Apa bedanya?" tanya Damiane.

Airlea tertawa singkat. Dia kemudian membalik arah botol, tepat di bawah botol yang baru ditempahnya ada inisial huruf 'i' jadi itu adalah penanda. Karena di botol racun inisial itu tidak ada.

"Gelang ini pemberian Adelia, tempat menyembunyikan racun. Tapi, aku akan menyembunyikan yang palsu di sini," jelas Airlea lagi.

Kemudian perempuan itu mengecup pipi Damiane. Lantas berbisik lembut. "Besok semua akan berjalan dengan lancar," tutur Airlea.

Damiane diam-diam menatap wajah Airlea yang tersenyum manis. Tanpa kata yang terucap tanpa ada sebab, hati Damiane sedikit sesak jika memikirkan tentang apa yang akan terjadi besok.

"Sudahlah kau kembali. Malam ini aku lelah, aku harus segar untuk awal baru!" ujar Airlea sembari mendorong suaminya untuk keluar dari kamarnya itu.

***

Gaun berwana biru muda, biru muda yang hampir keputih-putihan. Sebuah gaun dengan warna lembut yang cocok untuk Airlea. Dengan segenap persiapan yang ada perempuan itu keluar, disambut dengan sosok Damiane yang sudah menunggunya dengan pakaian rapi. Airlea tersenyum dan menerima uluran tangan suaminya.

"Damiane, aku sungguh mengandalkanmu, tetap di sisiku, oke? Jujur aku takut melakukan ini. Aku takut jika nanti Federick marah. Tapi aku senang, karena kau pasti akan membalaku dari amarah itu, bukan?"

Damiane diam, menatap lurus ke depan. Tak ada jawaban sampai Airlea menegur Damiane dengan suara kecil. "Iya, aku akan melindungimu." Begitu jawab Damiane kemudian, yang hanya dengan itu menyingkirkan segala rasa takut dan ragu istrinya.

***

"Ibu bagaimana jika dia benar-benar meracuniku?" tanya Beatrice khawatir. Dia menatap ibunya dengan perasaan takut.

"Percayakan semuanya pada Ibumu," balas Wenderain sembari mengusap pipi putrinya.

Suara terompet dari pemain musik terdengar. Tanda jika seluruh tamu sudah hadir, dan sekarang giliran pengantin pria memasuki area altar. Kemudian beberapa saat Pengantin perempuan masuk bersama pendampingnya.

"Di mana Zann?"

"Aku di sini, Ibu!" sahut Zann dengan senyuman manisnya.

Dia mengulurkan tangan ke arah sang adik. Kemudian Beatrice membalas uluran tersebut.

"Aku masuk, kalian ikuti interuksi tetap pada rencana," ujar Wenderain sekali lagi mengingatkan anaknya.

***

Sekali lagi setelah beberapa pertemuan Wenderain melihat wajah Airlea. Wajah cantik luar biasa yang membuat semua orang tertarik padanya. Rambut putih seperti salju dan senyuman menawan yang menghipnotis siapa saja. Rasanya sedikit aneh perempuan secantik itu harus melakukan pembunuhan. Sedikit Wenderain menyelidiki tentang perempuan itu.

Informasi yang didapat dia putri cantik sedingin es, dengan kutukan yang membuat siapapun takut. Dia juga dengan tegas menyiksa pelayannya. Tapi apakah tangan kecil itu sanggup melakukan hal tersebut?

Airlea tersenyum ke arah Wenderain. Mereka saling kontak mata. Netra magenta itu seolah memancarkan ketulusan dan kekaguman untuk Wenderain.

"Pantas Damiane dan Raicia sering goyah jika dia saja seperti itu. Kebohongannya sangat mulus," gumam Wenderain sesaat setelah kontak mata.

***

Mempelai perempuan sudah masuk. Giliran sang pembawa cangkir dan air suci mendekati altar. Memberi air suci dari cawan suci kuil di Hidelgard untuk sang Putri.

Beatrice dengan sedikit ragu meminum air tersebut. Ketika hendak meminum ia melirik ke arah Wenderain, Zann, dan Damiane bergantian. Sedangkan Cail yang di hadapannya hanya terus melirik sang adik yang begitu percaya diri dengan pilihan dan rencananya sendiri.

Beatrice diam setelah tiga teguk air diminum. Tidak ada reaksi padahal katanya itu racun yang langsung menyiksa begitu tegukan pertama.

'Tidak ada apapun,' batinnya.

Tetapi, Airlea tetap harus terbunuh. Perempuan itu tetap harus mati, begitu rencananya. Maka dari itu yang ada di altar ini adalah Beatrice yang palsu alias Amber. Dengan sihir penyamaran dia berada di altar bersama Cail, menerima resiko kematian demi negaranya.

Bruk!
Beatrice ambruk. Semua orang langsung heboh.

"Apa yang terjadi?! Kenapa putri Beatrice pingsan? Apakah itu karena kutukan itu?!"

Semua orang heboh. Sedangkan Airlea tertegun tak percaya. Dia melirik ke arah Damiane menggeleng dengan wajah panik. Sedangkan Cail memejamkan mata sembari mengepal erat menahan emosi.

Seketika para ksatria meringkus Airlea. Meskipun tanpa bukti yang membawa cangkir tetaplah Airlea. Entah sebagai saksi atau pelaku, Airlea tetap harus diamankan.

Airlea menangis di detik itu, saat ekor matanya menangkap sosok Damiane yang menggendong dan membawa Beatrice keluar dari kuil.

"Hahahaha!" tawa Airlea yang tiba-tiba menggelegar. Bukan tawa seorang antagonis, bukan tawa seorang yang bahagia. Tetapi tawa seorang perempuan yang frustasi dengan kehidupannya sendiri.

TBC

Dah panjang nih, dah panjang. Jangan lupa komen juga, kalau masih gedek ya maaf. Part berikutnya mungkin adalah momen yang kalian tunggu-tunggu. Dan kalian duga-duga, tapi entah juga. Pokoknya kalau Ryry bisa dan niat Ryry up double.

Sebenarnya Ryry mau aja double, tapi ga tau kedepannya Ryry mood atau ga:(

DO YOU HATE ME DUKE? [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang