Dia Seperti Salju

59.4K 6.1K 41
                                    

Aku ga inget pasti mata Airlea apa. Aku lupa, catatanku hilang. Jadi aku bikin matanya Magenta yaa.

****

Airlea membuka matanya. Dia menatap sekitar yang asing. Ini bukan ruang kamarnya. Pertanyaan muncul tentang di mana dia sekarang. Lantas, pandangan netra Magenta Airlea tertuju pada Damiane yang duduk di sisi kanan. Sembari memegang buku. Tatapan netra emerald Damiane tak tertuju pada buku yang terbuka. Melainkan menatap Airlea yang baru tersadar.

Tanpa kata Damiane beranjak mendekati Airlea dan meletakkan punggung tangannya di atas dahi Airlea.

"Kau sedingin salju." Hanya kalimat itu yang terdengar. Kemudian dia menyerahkan satu nampan berisi obat. "Biasanya mana yang kau minum kalau kambuh?" tanya pria bertubuh tegap itu lagi.

Airlea menatap obat-obat yang terlihat asing di matanya. Tidak, sekalipun Airlea tidak pernah mengonsumsi obat pereda nyeri kala racun itu kambuh. Jadi, Airlea tidak tahu yang mana. Sejauh ini dia hanya akan diam di sudut kamar. Dengan berlapis-lapis kain untuk menghangatkan tubuh dari efek racun itu.

"Aku lupa." Airlea tidak bisa menjawab dengan pasti. Jadi, dia hanya bisa berbohong.

Damiane menghela napas. "Ini saja, kata Cedric ini yang terbaik," ujar Damiane sembari menyerahkan obat di gelas berwarna putih tulang.

Airlea menatap gelas itu. Senyumannya muncul dan air mata tanpa sadar mengalir. "Terima kasih," tutur Airlea sebelum menenggak obat tersebut.

Hidup di dua kehidupan berbeda dengan nasib yang hampir sama. Penuh penyiksaan meninggalkan bekas luka yang mengakibatkan trauma. Airlea tidak tahu caranya menghilangkan semua ini, ditambah sakit yang mematikan. Rasanya Airlea percuma hidup kembali jikalau kehidupannya sama menderita. Tapi sekarang, kebaikan kecil Damiane membuatnya merasa ada setidaknya seseorang yang peduli padanya. Entah bagaimana Damiane sebenarnya, tapi Airlea yakin dia pria baik.

Jika saja Airlea hidup nyaman, jika saja Airlea tidak mengikuti rencana untuk membunuh sang putri dan menjadi istri yang baik, kemudian meninggalkan Damiane untuk bahagia bersama Beatrice. Mungkinkah kebahagiaan akan datang?

"Kenapa kemarin kau menangis seperti itu?"

Damiane yang diam ingin bertanya demikian. Tetapi, air mata Airlea mengalihkan niatnya. "Kenapa menangis?" Justru pertanyaan itu yang muncul.

Airlea mengusap air matanya. Dia tersenyum sendu. Kemudian menggeleng. "Obatnya pahit." Hanya itu jawaban perempuan berambut perak bertubuh mungil tersebut.

"Istirahat lah. Aku ingin melanjutkan pekerjaan. Nanti, Raicia akan datang."

Damiane keluar dengan wajah datar. Tanpa menoleh pria itu keluar dari ruang kamarnya yang menjadi tempat istirahat Airlea.

***

Damiane tidak mengerjakan tugasnya. Tetapi, satu jam lamanya dia habiskan dengan hanya menatap telapak tangannya yang kasar dan penuh luka.

"Dia sedingin salju," tutur Damiane. Masih jelas rasa sengatan dingin dari tubuh Airlea. Perempuan itu seperti bukan manusia. Tubuhnya putih seperti salju, rambutnya juga, dan netra Magenta yang meredup tak secerah biasanya.

"Efek racun itu memang sangat berbahaya," gumam Damiane lagi.

Kemudian ingatannya datang pada saat Damiane mengusap puncak kepala Airlea. Rambut perempuan itu halus seperti jaring laba-laba. Putih dan tipis. Lantas setelahnya tidak ada efek apa-apa. Padahal ada rumor jika yang memegang rambut Airlea akan mati.

"Semuanya rumor. Sebenarnya apa yang terjadi padanya saat di sana? Kenapa banyak hal yang tidak benar terbukti secara langsung? Apa ini hanya drama permainan mereka? Apapun itu aku tidak akan termakan rayuan perempuan itu." Damiane tersenyum sinis. "Mengirim perempuan cantik untuk menggodaku adalah hal yang sia-sia saja," imbuhnya sombong.

TBC

Akhirnya, aku sedikit inget isi part yang hilang. Dan mood udah balik. Meskipun beda, dan lebih greget yang ilang itu. Ya, gapapa lah yaa. Makasih sudah mampir. Jangan lupa komen dan vote. Calangeo

DO YOU HATE ME DUKE? [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang