Rumah sederhana di desa kecil itu bersinar temaram. Dua anak laki-laki tengah duduk diam di rumah tersebut."Kenapa ibu lama sekali?" tanya anak berambut blonde pada saudaranya.
Anak dengan netra emerald dan rambut hitam. Untuk anak seumurannya, bahkan dibanding saudara kembarnya dia terlihat lebih dewasa.
"Dia bilang akan terlambat," jawab anak itu dingin.
"Cuacanya tidak bagus. Hujan akan turun dan ibu masih belum pulang, kenapa kau tidak khawatir?! Ash, kau tidak sayang ibu, ya?!" bentak anak dengan netra magenta itu.
Ash yang dimarahi menghela napas, menutup buku yang dibaca dan menghampiri saudara kembarnya.
"Lalu kita harus apa? Pergi mencari ibu? Dia menyuruh kita tetap di rumah," balas Ash.
Rysh, yang mendengar itu hanya menghela napas kasar. Sungguh dia tidak mengerti dari mana sifat buruk Ash ini berasal.
"Ash, kau mungkin mirip seperti ayah," ujar Rysh saat saudaranya hendak memasukkan potongan roti ke dalam mulut. Ash menoleh sekilas.
"Kita tidak punya ayah," balas Ash sinis.
"Hei, hei, di buku dikatakan jika anak tidak mungkin lahir tanpa ayah!"
"Tapi kita lahir tanpa ayah," ketus Ash.
Rysh terdiam. Saudara yang lebih tua lima belas menit darinya ini sangatlah tidak mau jika sudah membahas tentang ayah mereka. Bahkan ibu mereka juga tidak pernah.
"Ada kue cokelat enak di sini," ujar seseorang dari luar.
Rysh yang duduk di meja makan langsung tegak berdiri, anak berusia sembilan tahun itu berlari menuju pintu dan membukanya.
"Ibu kembali," ujar seorang perempuan dengan rambut putih dan mata magenta yang sama indahnya seperti milik Rysh.
"Ibu!" seru Rysh.
Airlea menatap putra tertuanya yang duduk diam di meja makan, tidak berniat menyambut. Airlea hanya menghela napas. Dia berjongkok menyamakan tinggi dengan Rysh. "Ada apa dengan Ash kita?" tanya Airlea.
"Dia marah karena aku bilang jika dia mirip ayah," celetuk Rysh.
Seketika kalimat itu direspon lemparan potongan roti yang tepat mendarat di atas kepala Rysh. Ash turun dari kursi menghampiri Rysh yang mengeluh.
"Dasar bodoh."
Melihat pemandangan itu adalah hal yang sudah biasa. Airlea memasuki rumah, langsung menuju dapur membuka bungkusan makanan.
"Ini Ibu bawa dari pasar. Kesukaan kalian," ujar Airlea.
"Ash, ini tanpa kacang," imbuh Airlea memberikan salah satu bungkus lain untuk Ash.
Rysh tidak salah, Ash memang sangat mirip dengan ayahnya. Mata, bentuk wajah, rambut, sifat, bahkan makanan kesukaan. Ash tidak bisa memakan kacang, persis seperti Damiane. Sudah sembilan tahun sejak kejadian itu. Hidelgard hancur karena peperangan, Almer kian jaya, hanya itu yang Airlea dengar, tidak sebenarnya hanya itu yang ingin didengarnya.
Karena bagi Airlea, selebihnya hanyalah kabar yang tidak ingin di dengar. Almer dan Hidelgard, dua negara yang membawanya pada kepalsuan.
"Bu, tadi paman Cail datang," ucap Rysh.
"Lalu?"
"Dia hanya datang mengantarkan hadiah yang katanya boleh dibuka saat Ibu pulang. Lalu pergi lagi seperti biasa," ucap Rysh.
Airlea melirik kotak di pojok rumah. "Nanti kita buka," ucap Airlea yang kembali menyuruh putranya melanjutkan makan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
DO YOU HATE ME DUKE? [SELESAI]
Fantasy*Bukan Novel Terjemahan* *Karya orisinil* *Yang plagiat bisulan lima tahun* [29/12/22 (2# in Atagonis)] [30/12/22 (#9 in Fantasi)] [30/12/22 (#1 in Tragedi)] [31/12/22 (#2 in fantasi)] [31/12/22 (#1 in Putri)] [1/1/23 (#1 in Duke)] [1/1/23...