Damiane Cassio Alverd, lelaki tegas, keras, dingin, dan tak tahu apa itu cinta. Harus dinikahkan dengan seorang putri dari negeri musuh atas permintaan sang paman. Damiane tak bisa menolak, sebab itu adalah perintah.
Padahal, hatinya tidak mengerti apa itu cinta. Lantas kedekatannya dengan sang putri?
Hanya sebatas saudara sepupu saja. Mungkin? Ya, pada intinya Damiane tak pernah tahu banyak tentang cinta itu.
Hari pernikahannya, ia yang sudah ditugaskan untuk membantai monster tidak bisa hadir. Ya, Damiane tak ambil pusing hal itu.
Pembantaian selesai, dan begitu pulang, istri mungilnya menyambut dengan hal tak biasa. Yaitu jatuh dari atas balkon. Ya, beruntung ditangkap kalau tidak mungkin tubuh kecilnya itu sudah hancur.
"Sampaikan undangan pada Putri Airlea untuk minum teh bersamaku di rumah kaca."
Hanya satu hal ini yang bisa ia lakukan untuk menyelidiki dan memastikan jika perempuan itu tak memiliki niat jahat. Ya, meskipun begitu ia harus tetap waspada akan kemungkinan yang terjadi nanti.
***
Cuacanya cerah, matahari bersinar terang, tetapi kenapa? Kenapa suasana antara suami istri itu sangat dingin.
Airlea yakin tujuan Damiane membawanya untuk minum teh bersama itu karena untuk menyelidiki dirinya, karena hal ini tak melenceng sedikitpun dari novel.
"Minumlah," suruh Damiane.
"Ah, iya." Airlea meminun teh itu. Matanya seketika berbinar ketika rasa yang luar biasa menyentuh lidahnya, hangat, menenangkan, dan wangi. "Ini sangat enak!" seru Airlea.
Damiane menatap istrinya datar. "Kau bertingkah seakan tidak pernah meminumnya, padahal itu umum di daerahmu."
Kata tajam Damiane langsung membungkam Airlea. Ia tersenyum kaku. Kemudian menyeruput teh itu sekali lagi sebagai pengalihan. 'Aku memang tidak pernah meminumnya sekalipun,' lirih Airlea dalam hati.
Hidangan pendamping, itu adalah makanan manis. Kue yang cantik. Airlea takut untuk memakannya karena bentuk yang begitu sempurna.
"Wah!" Sekali lagi si cantik berkulit pucat di depan Damiane ini berseru kagum. Maniknya berbinar kagum.
"Apa rasanya seenak itu?" Damiane mencondongkan tubuh tegapnya ke arah Airlea. Seketika perempuan itu kaget.
"I-iya! Cobalah!"
'Anjir!' batin Airlea begitu ia sadar sudah memasukkan sesendok kue ke mulut Damiane yang seram secara paksa. 'Oke, aku bisa mati lebih cepat!'
Setelah menyuapi Damiane secara paksa untuk menghindari kecanggungan, Airlea langsung duduk kaku di tempatnya. Sedang Damiane mengusap krim yang berserakan di area mulut.
"Enak."
Airlea mendongak. Ia melihat Damiane yang langsung mengambil kue tersebut. Pelayan dan para ksatria yang ada di sekitar mereka langsung kaget. Secara, Damiane terkenal tidak menyukai makanan manis.
Ketegangan berubah menjadi kepanikan. Airlea melihat sesuatu yang samar dari kejauhan. Ksatria hitam. Mengarahkan anak panah ke arah Damiane.
"Tuan!" teriak Airlea yang langsung menarik Damiane untuk menunduk. Kue berjatuhan. Mengotori gaun dan pakaian Damiane. Tetapi bukan itu yang menjadi kepanikan sekarang. Hujan anak panah terjadi. Ksatria yang ada di sekitar mereka langsung waspada dan menghalau serangan.
Memang benar keputusan meletakkan ksatria untuk berjaga saat Damiane bersama Airlea.
Satu anak panah mengarah tepat ke kepala Damiane, tampaknya anak panah itu lolos dari pengawasan ksatria yang sibuk menghalau serangan. Posisi Damiane dan Airlea masih menunduk, dengan Damiane yang melindungi Airlea.
"Argh!" teriak Airlea begitu anak panah mengenai tangannya.
Tidak tahu apa yang ada dipikiran Airlea. Semua membuntu kala melihat senjata itu melayang semakin dekat, hampir mengenai kepala Damiane. Anak panah itu menancap hingga menembus tangannya.
Beberapa ksatria mengejar. Para pasukan bayangan lari karena merasa sudah berhasil. Airlea melindungi kepala Damiane dengan tangannya, sementara yang dilihat oleh pasukan bayangan, panah itu sudah mengenai sasaran.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Damiane dengan suara berat yang terdengar agak panik.
'Nggak tahu, tangannya refleks, Bang," batin Airnya.
"Bodoh."
"Kalau tidak dihalau, itu akan mengenai kepala Tuan, dan sekarang mungkin Tuan sudah tiada karena serangan itu," celetuk Airlea yang seolah lukanya bukan apa-apa.
Damiane melotot tak senang.
"Aku, aku akan pergi!" Airlea yang kaget dan takut segera mendorong tubuh Damian yang masih diam memeluknya. Perempuan itu berjalan menjauh.
"Lukamu!" Damiane berteriak.
Arilea terhenti. Ia melihat tangan yang terluka. Seumur hidup, selama menjalani dua kehidupan berbeda, baru sekarang ia mengalami luka seperti ini. Anak panahnya nembus, coy. Dan Airlea baru sadar akan hal itu.
"Ini bukan masalah!" Airlea berseru seraya mencabut anak panah dari tangannya, seperti mencabut wortel dari tanah. Mudah dan cepat. Tetapi, kemudian darah langsung mengucur deras seperti air mancur. Airlea heboh menutupi lukanya.
"Dasar bodoh!" maki Damiane yang langsung mengeluarkan saputangannya untuk menutupi luka Airlea.
"Cepat panggilkan dokter!" Damiane berteriak sembari menggendong tubuh Airlea.
"Tu-tuan, turunkan aku. Yang terluka hanya tang--"
Kalimat itu terhenti begitu Damiane menatap tajam Airlea yang langsung menunduk takut.
'Seremnya melebihi pocong, njir,' batin Airlea.
TBC
Aaa, mood saya hilang😭
Maaf
KAMU SEDANG MEMBACA
DO YOU HATE ME DUKE? [SELESAI]
Fantasía*Bukan Novel Terjemahan* *Karya orisinil* *Yang plagiat bisulan lima tahun* [29/12/22 (2# in Atagonis)] [30/12/22 (#9 in Fantasi)] [30/12/22 (#1 in Tragedi)] [31/12/22 (#2 in fantasi)] [31/12/22 (#1 in Putri)] [1/1/23 (#1 in Duke)] [1/1/23...