Sesuatu yang Ingin dikatakan

36.1K 3.7K 48
                                    


"Ibu!" Ash dan Rysh keluar dari kereta mendengar suara menyeramkan itu. Dengan wajah garang kedua anak tersebut siap dengan senjata mereka.

"Wah-wah, apa dia anak kalian? Lucu sekali," ucap Gian dengan wajah sinis. Dia melirik satu-satu anak yang ada di sisi Airlea. "Anak itu," katanya menunjuk Rysh.

"Jika kau tidak minum racun itu mungkin kalian akan sangat mirip, bukan begitu, Lea?" tanya Gian bersamaan dengan senyuman sinis.

"Melihatnya membuatku mengingat dirimu dulu, sangat kubenci. Haruskah aku habisi dia dulu agar tidak mengganggu mataku?" Gian kembali berkata, dia menyiapkan pedang yang semula berlumuran darah. "Kuhapus darah ini agar darahmu sana yang nanti ada di bilah pedangku, anak manis."

Airlea menggeleng, dia menatap Ash dsn Rysh. "Bawa mereka masuk!" komando Damiane membuat Airlea seketika bergerak. Pria itu juga memberikannya sesuatu berbentuk bola kristal.

Airlea menggendong keduanya, membawa Ash dan Rysh masuk ke kereta. Kemudian, mengunci mengunci kereta kuda. Tak lupa Airlea melemparkan bola kristal yang diberikan Damiane, bola tersebut pecah membentuk perisai putih yang melindungi kereta kuda tersebut.

Perempuan berambut perak itu langsung mendekati Damiane lagi saat sudah mengurus dua anaknya. Melihat Airlea yang kembali Damiane terkejut.

"Kau? Kenapa tidak berlindung juga?!"

"Dan membiarkanmu sendirian di sini?" tanya Airlea sinis, dia mengangkat pedangnya siap bergerak.

"Sungguh romantis. Baguslah, mati saja bersamaan!" balas Gian. Dia menyerang lebih dulu.

Ketika Damiane maju, seseorang menangkis serangan Gian untuknya. Sungguh ketika itu dia terkejut. Langkah Damiane mundur beberapa. Dia melihat Cail sedang berdiri di hadapannya.

"Dua pengkhianat? Baguslah, jadi tidak repot mencarimu," kata Gian pada Cail.

"Haha, aku menantikan pertemuan kita ini. Karena aku akan membunuhmu, Gian."

"Berani sekali!"

Pertarungan terjadi. Damiane dan Airlea tak tinggal diam. Sesekali mereka menyerang. Tiga lawan satu memang tak seimbang, sehingga pihak Gian kian tersudut. Tetapi, detik di saat pria itu terpental karena serangan Damiane, Gian berdiri dengan tawanya. Memetik jari dua kali, seketika sekumpulan orang dengan wajah bengis keluar dari persembunyian mereka. Di atas pohon, di balik semak-semak. Damiane, Airlea, dan Cail benar-benar terkepung sekarang.

"Ibu! Paman! Ayah!" seru Ash dan Rysh dari dalam.

Mendengar seruan itu membuat ketiganya menoleh panik, antara kaget dengan panggilan ayah dan terucap atau seruan panik mereka.

Orang-orang Gian mengepung kereta.

"Sial! Seharusnya kau kabur tadi!" seru Damiane.

"Tapi kau bisa mati di sini!" balas Airlea.

"Ada Cail, dia datang," sahut Damiane.

"Tapi saat itu siapa yang menduga Kakak akan datang?"

Krang!
Suara hantaman antar pedang terdengar dan memecah pertengkaran mereka.

"Sudahlah, ribut tidak akan membantu," ucap Yosh yang datang dengan pedangnya. Baju formal pria itu berlumuran darah karena baru saja menyerang orang-orang yang mengepung kereta.

"Di sini sudah beres sedikit!" seru Rommy dari balik semak-semak.

"Hiya!" Beatrice bergelayutan dari dahan menendang orangnya Gian dan mengambil alih posisi tersebut.

Sungguh bantuan di waktu yang tepat, Airlea berseri.

"Karena kami di sini, jadi pergilah bersama mereka," ucap Rommy. Maksudnya menyuruh Airlea pergi bersama dua putranya.

DO YOU HATE ME DUKE? [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang