Tumis dan Nasi

50.8K 5.7K 30
                                    


Raicia langsung menyambut Airlea yang baru saja tiba di mansion bersama George.

"Bagaimana di sana? Baik-baik saja, 'kan?" tanya Raicia yang terus mengikuti Airlea hingga sekarang tiba di kamar Airlea.

"Iya."

"Tidak ada yang sakit? Kau tidak bertemu orang lain selain putri bukan?"

"Iya."

Raicia khawatir. Mungkin itu hal yang wajar, bukan hanya karena pertemuannya dengan sang putri yang begitu mendadak dan tanpa alasan pasti tapi karena ini bukan negara Airlea dan perempuan itu adalah musuh. Anak musuh lebih tepatnya. Seberapa banyak tatapan sinis yang Airlea terima sepanjang jalan? Apakah dia memang baik-baik saja selama tinggal di mansion? Ada banyak pertanyaan yang menggemai kepala Airlea.

"Tapi ada sesuatu," celetuk Airlea yang langsung membuat adik iparnya antusias.

"Apa-apa?"

"Sang putri memintaku menjadi temannya," tutur Airlea.

Raicia diam. Apa itu memang aneh? Bisiknya dalam hati. Tatapnya melihat sosok Airlea yang diam menanti tanggapan.

"Itu tidak masalah, bukan masalah."

***

Airlea menghela napas saat Raicia berkata jika pertemanannya dengan sang putri bukan masalah. Ya, mungkin bagi Raicia begitu, tetapi lain hal dengan Airlea yang notabene putri musuh.

Meskipun sekarang, Airlea adalah istri Damiane. Sahabat Beatrice, tetap saja ini hal aneh. Lagipula tidak mungkin di antara mereka yang sudah jelas tertera di novel saling mencintai itu sekarang terlihat biasa saja.

"Ah, sudahlah. Lebih baik tidur."

***

Perkembangan hubungan Damiane dan Airlea bagaimana? Setelah satu bulan lamanya? Tidak ada perubahan, Damiane masih sibuk dan Airlea tidak enak untuk menemuinya. Tapi, jika terus seperti ini bagaimana dia bisa membuat Damiane jatuh cinta?

Airlea pergi ke perpustakaan siang itu. Dia ingin mencari sesuatu, inspirasi misalnya atau referensi untuk membuat sebuah ide.

"Buat Damiane khawatir? Ah, nggak lah. Capek banget kalau harus bikin orang sekitar khawatir mulu."

Airlea yang membaca buku tentang romansa mulai menggerutu kala membaca bagian awal.

"Mencoba menciumnya? Wah gila, gue masih punya pikiran untuk mikir dua kali. Yang ada gue digibeng kali. Ampun dah, skip aja."

Lembar berikutnya dibuka. Dia menatap kata demi kata. Membaca dengan teliti kemudian tersenyum. "Memberi perhatian kecil, ini kayaknya cocok."

***

"Ah! Nyonya?! Anda sedang apa?" teriak koki kediaman Alverd ini.

"Masak." Airlea menjawab ringan tanpa memalingkan wajah. Dia terus mengiris sayuran untuk dimasak.

"Aih, bagaimana jika tangan Anda terluka? Jadi kasar? Saya bisa dimarah Tuan Duke, Anda ingin makan apa Nyonya?"

"Tidak ada." Airlea kembali menyahut tetapi tidak memalingkan wajah seperti tadi.

"Nyonya——"

"Hei!" Airlea berbalik sekarang dengan pisau di tangannya yang diarahkan ke koki dengan wajah garang. "Aku memasak untuk suamiku, apa itu salah?" tanya Airlea sinis.

"Ti-tidak Nyonya."

"Ya sudah jadi pergi saja," balas Airlea. Gadis itu kembali memotonh sayur tetapi kemudian dia berhenti.

"Woy! Sini saja. Di sini saja, temani aku."

Di sini masak menggunakan tungku bukan kompor gas. Jadi mana bisa Airlea yang hidup di dunia modern yang biasa dengan kecanggihan bisa menggunakan hal seperti itu?

"Hidupkan apinya."

Hari ini Airlea akan masak sesuatu yang sederhana, sederhana tapi enak. Makanan terenak dan paling mudah dibuat, tumis bayam. Mudah bukan? Ya, sebenarnya bisa saja Airlea masak hal lain, tapi dunia ini bukan Indonesia yang mana banyak rempah lengkap. Jadi hanya bisa menggunakan bahan yang ada. Toh, orang di sini tidak tahu hal ini karena bagi mereka sayur hanya untuk dimakan mentah atau dibuat salad, itu bukan selera Airlea sebenarnya. Atau bahkan kadang sayur itu hanya direbus tanpa bumbu dan garam.

"Anda mau apakan bayam itu?"

"Di masak."

"Ha?" Sang koki kaget.

"Lihat saja, aku akan membuat masakan terenak yang pernah ada," ujar Airlea begitu percaya diri.

Bawang putih dimasukkan, dan bawang bombay, diaduk hingga wangi kemudian Airlea memasukkan bayam dan mengaduknya dengan perasa garam kemudian diaduk terus hingga layu.

"Selesai. Mau mencoba?" tanya Airlea.

Dengan tangan gemetar, koki kediaman Alverd menyendok sedikit sayur untuk mencoba. Dan seketika, saat makanan tersebut masuk ke dalam mulutnya, dia terkesima.

"Nyonya ini sangat luar biasa!" teriak koki itu.

Airlea tersenyum. "Aku tahu itu," sahutnya percaya diri.

Dengan hanya tumis bayam dan nasi, perhatian kec ini mungkin bisa meluluhkan hati Damiane.

'Damiane, aku datang!' batin Airlea yang semangat mengantarkan makanan. Dia kuat dari dapur menuju ruang kerja Damiane, tapi ternyata ....

"Tuan Duke?" Damiane sudah berdiri tegak di depan pintu dapur.

"Sedang apa?"

'Lagi nganyam tiker gue di sini bro,' sahut Airlea dalam hati. Tapi tentu dia tidak bisa menjawab begitu.

"Masak." Airlea mengangkat piring berisi tumis bayam dan nasi. "Mau coba?" tanya Airlea dengan senyuman canggung. Sebab tatapan Damiane agak tak enak.

Tak berkata apapun. Damiane hanya menunduk meluruskan posisi dan menganga menanti Airlea menguapinya. Sang istri jelas kaget dan langsung cepat-cepat menyendok nasi dan tumis. Kemudian menyuapi Damiane.

"Ba-bagaimana?" tanya Airlea tentang tanggapan suaminya.

"Duduk di sana," titah Damiane seraya menunjuk ke arah bangku panjang dekat dapur. Airlea menurut dan Damiane menyusul duduk bersama. "Suapin lagi," katanya dengan suara datar tetapi kelakuan itu berhasil membuat Airlea menjerit gemas di dalam hati.

TBC

DO YOU HATE ME DUKE? [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang