Rayuan

58.4K 5.5K 35
                                    


Malam ini aku akan tidur bersama Damiane. Ya, pria itu. Ini langkah pertama untuk merayu Damiane. Untuk hidup, untuk membuat dia jatuh cinta. Karena kalau Damiane sudah mencintai seseorang, dia akan sungguh-sungguh. Sama seperti yang dikatakan pada novel. Tapi, Damiane yang sekarang sudah mencintai putri bukan?

Mengingat fakta tersebut aku menghentikan langkah. Tidak jadi mengetuk pintu kamar. Mendadak ragu. Damiane mencintai putri sejak masih remaja. Itu sudah lama, jadi apa gunanya merayu?

"Ah, lakukan sajalah. Daripada tidak sama sekali. Tidak menjadi orang yang dicintai, setidaknya bisa menjadi istri yang baik."

Aku mulai mengangkat tangan, mengetuk daun pintu yang tinggi itu. "Tuan," panggilku.

"Ada apa?" sahutan suara besar Damiane seketika membuat gugup.

Aku bingung mau mengatakan apa. Lidahku kelu tak bisa mengeluarkan suara.

"Damiane! Apa yang kau lakukan?" Suara samar itu terdengar dari dalam ruang kamar Damiane. "Istrimu di luar, buka pintunya. Aku akan pergi."

"Tidak. Aku ingin bicara."

Alisku berkerut. Beatrice ada di sini? Untuk apa? Kenapa dia bersama suamiku di dalam kamar?

Apalagi, Damiane mencegah kepergiannya. "Airlea, kau membutuhkan sesuatu? Katakanlah?!" teriak Damiane.

Aku tersenyum getir. Suamiku di dua kehidupan memang sama saja. Apa yang aku harapkan sebenarnya?

Langkah kakiku mulai mundur. "Eh?" Aku terdiam. Seperti tersadar oleh sesuatu. Entah keberanian darimana aku membuka pintu tersebut. Menampilkan dua orang manusia yang tengah saling berpegangan tangan.

Aku sedikit kesal. Kemudian berjalan maju, dengan bantal dan selimut yang semula digenggam kedua tangan diletakkan di atas sofa. Kemudian aku melerai tautan tangan mereka.

"Ayo, kita tidur. Ini sudah malam," ujarku dengan suara lembut dan manja. Jujur saja, mendengar suara sendiri membuatku merinding.

Beatrice langsung tertawa hambar. Dia menatap Damiane sekilas. Kemudian berpamitan. Hening, sekarang hanya ada aku dan Damiane. Jujur saja aku tidak berani menatap netra kebiruan Damiane. Aku takut dengan kemungkinan yang terjadi.

"Maafkan aku." kalimat itu muncul begitu saja. Tubuhku yang tadi bertindak berani mulai gemetar.

Sebuah tepukan di bahuku mengejutkan. Tangan tegap Damiane mulai meremas bahuku erat.

"Tidurlah terlebih dahulu," ujarnya dengan suara besar seperti biasa.

Sekarang aku diam tak berani berkata-kata. Jantung berdegup kencang, bukan karena gugup cinta, tetapi karena takut. Kepalaku memutar kembali ingatan masa lalu tanpa diminta. Ingatan menyeramkan hingga aku meregang nyawa. Keringat dingin mengucur deras. Kaki yang semula kuat menopang tubuh mulai melemas. Aku takut. Air mataku mulai mengalir.

"Ma-maafkan aku! Maafkan aku! Maafkan aku, Suamiku! Maafkan aku."

Aku memeluk kaki Damiane. Kemudian mendongak dengan wajah penuh air mata. Wajah bingung Damiane berubah menjadi sangat menyeramkan bagiku. Seperti kakak pertama yang biasanya memasang wajah kesal dan bisa kapan saja melayangkan pukulan.

"Kumohon jangan pukul aku, itu sangat sakit." Sungguh rintihan dan permohonanku ini bukan main-main. Setiap hal yang terjadi sangat menakutkan. Seluruh tubuhku menjadi merinding mengingat sakitnya.

Aku menangis memohon sembari memeluk kaki Damiane. Sampai pria itu kemudian menggerakkan kakinya, membuat peganganku terlepas. Aku menubruk meja hingga benda itu bergeser. Punggunggku sakit.

Aku pasti gila sudah membuatnya marah. Aku pasti gila. Ketakutan itu terus menyelimuti hatiku, hingga kemudian seluruh pandangan menghitam. Sosok Damiane yang masih menatapku mulai menghilang.

TBC

DO YOU HATE ME DUKE? [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang