🌚DUAPULUHDUA☀️(sudah revisi)

7.3K 307 2
                                    

Bisik bisik mulai terdengar saat Khania memasuki kawasan pesantren. Namun ia sudah melepas cadar nya. Gadis itu berjalan menuju asrama nya pagi ini karena ia ada kelas jam 9 nanti.

Khania tidak menghiraukan ucapan ucapan orang orang ketika melewati nya. Karena Khania orang nya bodo amat dengan suatu masalah. Lagian mau bagaimana pun kritik seseorang mengenai dirinya, toh Khania akan tetap menjadi istri Farrel. Mau jungkir balik pun mereka, jika Khania yang berada di lauhul mahfudz nya Farrel, mereka bisa apa?.

Lupakan. Gadis itu ingin tetap menjalankan hari hari nya seperti biasa. Namun kini sedikit semangat karena mengingat ucapan Farrel kemarin, dia ingin belajar sungguh sungguh. Agar kelak anak anak nya bangga ketika memiliki umma yang cerdas dan cantik.

Anak anak?. Khania tersenyum geli mengingatnya.

Tiba di asrama, gadis itu membuka pintu kamar. Tertampanglah keempat teman nya yang sedang menyusun buku.

"Assalamualaikum." Salam Khania ramah.

"Waalaikumussalam, ning." Jawab mereka. Mereka menunduk.

Khania mengernyitkan dahi nya. Ada apa dengan mereka?.

"Kalian kenapa pada nunduk gitu dah?" Khania menatap jengah mereka yang sedang menunduk.

"Gue nanya ke kalian, kok ga di jawab?. Kalian ga mau temenan sama gue lagi ya?. Karena pasti kalian kecewa sama gue." Ucap Khania lesu. Sekarang ia ikut menuduk.

Abel mendongakkan kepala nya. "Bukan gitu ning, kita itu lagi hormat sama ning. Sekarang ning kan ning kita " Jawab Abel sopan. Nada bicara nya beda dari sebelum nya ketika ia berbicara pada Khania.

Khania sendiri masih bingung oleh ucapan Abel. Bagi nya ucapan gadis blasteran belanda itu berbelit. Sulit untuk dicerna oleh otak Khania yang kecil.

Khania menggaruk tengkuk nya yang tak gatal sama sekali. "Lo bicara bisa yang jelas ngga sii Bel?, sumpah gue ga ngerti. Ning?, ning siapa ning?." Balas Khania dengan wajah membingungkan.

"Gini ning Khania yang terhormat. Status ning yang dulu nya jadi temen kita sekarang udah berubah menjadi ning kita. Karena gus Farrel adalah gus kita dan ning Khania adalah istri nya, maka dari itu kami harus memanggil ning dengan sebutan itu. Itu bentuk ucapan hormat kami untuk ning Khania." Jelas Khansa.

Sekarang Khania mengerti, bahwa ia adalah ning di pesantren Al-Aydrus. Bagaimana ia bisa melupakannya?. Bukan kah status baru dirinya sudah di bongkar semalam?. Gadis itu mendadak amnesia.

"Ya ampunn...demi apa gue lupa. Kalian jangan kaya gitu dong ke gue. Gue tetep temen kalian. Jangan panggil pake embel embel ning, gue ga suka. Panggil nama aja yaa?...kalian temen gue." Ujar Khania menatap mereka berempat.

"Tapi ning, ga sopan kalau manggil nama." Sahut Syakilla pula.

"Syutttt...gue ga suka di panggil ning. Gue Khania, paham kan?, panggil gue Khania, oke?" Tegas Khania lagi. Dia tersenyum tulus.

"Ga apa apa?" Tanya Naswa.

"Ya ampunn...kok kalian jadi berubah siih?...sumpah gue ga papa. Malah gue ga suka di panggil ning. Gue tetep Khania yang sama, cuma sekarang gue istri nya gus Farrel. Udah itu doang. Gue tetep santriwati disini dan gue tetep temen kalian." Ucap Khania lagi.

Mereka berlari menghampiri Khania. Gadis itu baik, mereka kira Khania tidak akan mau bermain dengan mereka lagi. Khansa, Abel, Syakilla dan Naswa memeluk erat Khania.

"Kamu baik, kamu ga sombong. Kamu juga pinter, aku kira kamu ga mau lagi main sama kita." Ujar Abel yang masih senantiasa memeluk Khania.

Khania membalas pelukan keempat temannya. Gadis itu tersenyum. "Ya ngga lah. Gue kan anak baik dan tidak sombong. Dan kalau gue ninggalin kalian, so gue mau main sama siapa?. Hala kampret CS?." Khania tergelak tawa di akhir kalimat. Diikuti Khansa, Abel, Naswa juga Syakilla.

Gus FARREL [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang