Boy menoleh ke arah pintu masuk, dia penasaran kenapa Rapunza tidak datang lagi setelah hari itu mereka jalan-jalan. Apakah dia melakukan kesalahan?
"DOR!"
"Anj*ng!" Boy tersentak kaget, benar-benar kaget lalu dia pun memukul Zoni dengan kesal.
Zoni terbahak. "Kenapa lo ga fokus hari ini sampe di tegur sama boss? Lo lupa kalau lo masih butuh duitnya buat usaha kita." dia pun duduk di samping Boy yang sedang di sepatu.
"Ga enak badan aja gue." balas Boy malas.
"Oh gitu, gara-gara si Rapunzel?"
"Apa hubungannya sama dia?" balas Boy sensitif.
"Widih, santai kali." Zoni pun terkekeh.
Boy pun mengabaikan Zoni dengan wajah kesal.
"Uang dari bokapnya Rapunzel masih adakan? Kenapa sih lo ga mau pake?"
Boy pun selesai di sepatu dan meraih tas gendongnya yang lusuh. "Gue masih mampu cari uang. Mungkin itu alasannya." balas Boy acuh tak acuh.
"Lo emang ya! Di kasih yang gampang malah cari yang susah!"
***
"Bangun, yang!" Catrin mengguncang bahu Boy yang tengah terlelap di atas meja kelas.
Selalu saja begitu, tidur di kelas dengan nilai yang terus menurun. Catrin agak jengah sebenarnya karena yang dia inginkan itu laki-laki yang lebih pintar darinya.
Tapi, Catrin sudah terlanjur nyaman dengan Boy yang sangat perhatian dan selalu menjadikannya ratu.
"Apa?" Boy menggeliat dengan enggan.
"Bisa ga sih ga tidur di kelas? Aku sebagai ketua kelas selalu kena semprot! Tega ya kamu!"
Boy menghela nafas panjang. "Kamu malu punya pacar kayak aku?" suasana pun berubah tegang.
"Aku bahas soal kamu yang sering tidur di kelas! Kamu itu masih sekolah, kenapa harus cari uang sekeras itu sih? Ga hanya waktu kita yang jadi susah buat ketemu, tapi—"
"Jadi semua salah gue?" suara Boy terdengar dingin.
Catrin pun bungkam. Kelas yang awalnya riuh kini hening. Semua fokus beralih pada kedua pasang yang terkenal seperti Beauty And The Beast.
"Gue?" lirih Catrin.
Boy menghela nafas, mencoba meredamkan emosinya yang tiba-tiba tidak terkendali. "Aku sekolah setengah hari, tolong izinin." lalu dia pun meraih tas kasar dan pergi dari kelas.
"Emang kurang bersyukur tu cowok!" dumel Hikana— salah satu teman di kelas Catrin.
"Iya, miskin, ga pinter. Beruntung dapetin Catrin yang kaya, pinter, cantik lagi. Eh malah di gituin Catrinnya."
Bisik-bisik antar teman kelas pun mulai mengikis keheningan. Catrin yang masih terdiam kini bergerak menuju meja dan kursinya.
Dia harus mengirimi Boy pesan, entah apa masalah yang menimpa Boy. Catrin ingin tahu. Boy tidak biasanya bertingkah begitu, seperti sedang jengkel tentang sesuatu.
***
"Gue jadi ikut bolos." dumel Zoni terdengar seperti protesan padahal senang di ajak bolos.