"Ayo pulang, Nza!" Yohan meraih jemari Rapunza dengan tatapan meredup sedih. Rapunza terlihat seperti anak yang di buang orang tuanya.
"Ga mau! Di dalem pasti ada, Boy!" Rapunza menepis tangan Yohan lalu kembali menekan bel tak berhenti.
"Kata pemiliknya ga denger? Unit ini itu kosong, Boy udah ga di sini Rapunza!"
Rapunza menatap Yohan marah dan berderai air mata. "Terus di mana?! Boy di mana?! Dia hiks kenapa ngilang gitu aja!" di remas kaos Yohan setelah dia tarik kesal.
Yohan menghela nafas sabar, melepaskan jemari Rapunza yang menarik kaosnya. "Zoni udah jelasin. Boy pergi karena ada masalah keluarga. Boy ga akan kembali ke kota ini." jelasnya.
"Emangnya ga bisa kita pacaran walau jauh? Hiks baru aja aku bahagia hiks kenapa harus hiks sakit lagi." tangis Zoela pecah.
Yohan memeluk Rapunza, mengusap punggungnya menenangkan. "Boy kesulitan di sana. Fokus dia ga bisa di bagi, gitu sih menurutku. Keluarga dia kena musibah, pasti Boy kesulitan." semoga Rapunza paham.
"Aku bisa bantu hiks.."
"Ga sesimpel itu, Rapunza." Yohan mengurai pelukannya.
"Kata Zoni, Boy cuma titip pesan kamu ga boleh terpuruk karena dia pergi, kalau Tuhan menjodohkan pasti bisa ketemu lagi. Kamu harus jadi perempuan hebat, mengenal dunia luar yang baik." padahal Boy tidak memberi pesan apapun. Yohan hanya tidak ingin Rapunza terpuruk karena cinta pertamanya gagal.
"Tanpa hiks dia? Emang bisa?"
Yohan menyeka air mata Rapunza. "Bisa, kamu bisa gunain aku untuk belajar tentang dunia luar, sepupu terkece kamu ini gak kalah keren dari siapa pun hehe." jenakanya.
Rapunza tidak terhibur, dia tetap di dunianya yang sedih. Entah patah hati ke berapa.
"Stt.. Kita pulang, besok sekolah. Fokus belajar dulu aja, jadi perempuan hebat, abis itu kamu bisa jemput Boy kalau berkuasa, kamu bisa bawa Boy dan bantu keluarganya." hasutnya.
Rapunza menatap Yohan, cukup tertarik.
***
"Kenapa lagi? Rapunza sedih kenapa?" Bagas menatap Zoela yang tengah memasangkan dasi.
Zoela menghela nafas. "Cinta pertamanya pergi gitu aja. Dia jelas patah hati, lagi." jawabnya sedih.
Bagas diam. Dia merasa bersalah namun dia yakin kalau pilihannya tepat. Menjauhkan cinta dari Rapunza agar fokus pada pelajaran.
Rapunza penerus satu-satunya, harus benar-benar di asah.
"Kamu ga terlibat dari kepergian Boykan?" tanya Zoela dengan mendongak, menatap Bagas penuh selidik.
Bagas mengecup kening Zoela setelah dasinya selesai di pasang. "Aku berangkat." ujarnya tanpa menjawab pertanyaan Zoela.
"Aku tahu kamu terlibat. Kamu harus berjanji, saat besar nanti. Jangan atur-atur Rapunza soal percintaan."
Bagas memasangkan jas pada tubuhnya, meraih tas kerja setelahnya menoleh pada Zoela.
"Di seleksi harus, lihat nanti. Aku berangkat, siang kamu ke kantor."
***
Boy menaburkan bunga di atas tanah yang masih basah itu. Kedua matanya memerah menahan tangis.