Kehamilan Rapunza dan Zoela semakin membesar. Membuat Bagas maupun Boy semakin protektif menjaga istri masing-masing.
Bahkan waktu kerja mereka pun diubah agar lebih banyak sering di rumah saking siaganya mereke berdua.
Bagas maupun Boy sangat menantikan kelahiran keduanya, ingin menemani saat proses itu.
Boy pun menghampiri Rapunza yang meringis di kasur, padahal sedang tidur membuat Boy jelas bergegas.
"Kenapa? Apa waktunya sekarang?" tanya Boy lalu naik ke kasur dan duduk di samping Rapunza sambil membantunya untuk duduk.
"Ashh.. Kayaknya iya, sakit, Boy!" Rapunza semakin gelisah, mengusap perutnya yang mulas dan menengang.
"Kita ke rumah sakit, sebentar.." Boy turun dari kasur menuju lemari persiapan khusus lemari bayi itu.
"Ini aja'kan?" Boy memang tidak panik tapi wajahnya berubah agak pucat dan tidak bisa ditutupi wajahnya tegang.
Rapunza hanya bisa mengangguk lalu kembali meringis sakit. Wajahnya pucat, membuat perasaan Boy tak bisa tenang.
"Mau di gendong?" Boy menyentuh lengan Rapunza, membantunya untuk bangun dengan hati-hati.
"Ga papa, jalan aja shh.." Rapunza berpegangan pada lengan Boy lalu berjalan pelan dengan sesekali meringis.
***
Boy mematikan sambungan teleponnya bersama Bagas yang ternyata sedang panik juga karena Zoela melahirkan sebelum waktu ditentukan.
Apakah akan prematur? Entahlah, Boy sama panik.
"Pembukaan berapa, dok?" Boy menatap dokter kandungan yang cantik diusia tuanya itu dengan serius.
"Baru pembukaan 5, pak." jawab dokter itu dengan senyum hangat melihat perhatian Boy yang agak berlebihan itu.
Baru beberapa menit lalu bertanya dengan jawaban sama eh bertanya lagi dan yang pasti jawabannya masih sama.
"Sakit, sayang?" Boy beralih mendekati Rapunza yang terlihat tenang walau wajahnya pucat.
Apakah Rapunza lemas, menyerah atau bagaimana? Boy jadi panik sendiri. Ini pertama kalinya dia panik begini selama hidup.
Rapunza hanya memejamkan mata saat merasakan kontraksi. Ingin menyuarakan sakit namun rasanya percuma, dia lebih memilih meringis sesekali tanpa banyak kata agar saat melahirkan nanti bertenaga.
Boy mengecup pipi Rapunza agar tidak menutup mata, dia takut melihatnya.
"Sayang?" Boy meremas lembut jemari Rapunza. "Mamah juga lagi berjuang, menuju rumah sakit ini.." lanjutnya.
Rapunza sontak menatap Boy, dia juga senang sekaligus takut. Semoga Zoela persalinannya lancar mengingat dia mengandung diusia yang matang.
"Serius?" suara Rapunza begitu pelan dan lemah diselipi ringisan saat merasakan kontraksi lebih hebat lagi.
Boy hanya mengangguk. "Kamu kuat ya, aku temenin di sini," dikecup kening Rapunza.
"Pembukaannya cepet,"
Obrolan dokter kandungan dan perawat membuat Boy mengalihkan fokus. Apakah waktunya semakin dekat?