Rapunza menghela nafas panjang, tidak menyangka dengan Boy yang dulu ramah, hangat lalu berubah menjadi sosok dewasa yang datar, sulit terbaca hingga sampailah pada perubahan Boy yang lebih manis berucap dan mesum."Ngantuk?" Boy muncul setelah memesan sarapan.
Rapunza menatap Boy lesu saking merasakan tubuhnya remuk akibat kegiatan mereka sepenjang malam.
"Hm." balas Rapunza.
Boy mengusap kepala Rapunza. "Sini, kita ngobrol." ditarik pelan lengan Rapunza lalu menyandarkan kepalanya ke dada.
"Kita belum pernah bahas, kamu setelah pindah sekolah waktu itu gimana? Masih sering kabur-kaburan main?" tanyanya.
Rapunza menikmati usapan tangan besar Boy di rambutnya. "Engga, jadi sering les di rumah, main piano, balet yang dulu sempet berhenti lanjut lagi. Pokoknya banyak kegiatan di rumah" jelasnya dengan sesekali mata terpejam.
Boy mengecup kepala Rapunza. "Ternyata masih belum banyak tahu dunia luar ya." gumamnya.
Rapunza membuka mata. "Tahu banyak kok, aku kerjakan. Semenjak itu aku banyak tahu, apalagi soal manusia yang ga tulus, penjilat. Emang serem sih." terangnya.
Rapunza menghela nafas pelan. "Aku kira cuma kamu yang pergi, temen-temen baru aku juga pergi tanpa alasan yang jelas. Semenjak itu. Aku kembali jadi Rapunzel yang terkurung di menara." curhatnya sedih jika mengingat masa remajanya yang tidak mulus.
Hati Boy tercubit. "Maaf, harusnya aku terus jadi Eugene yang menolong Rapunzel bebas dna mengenal dunia. Mulai sekarang aku akan jadi Eugene.." bisiknya.
Rapunza tersenyum. "Oke, aku mau jadi Rapunzel mulai sekarang." diurai jaraknya dengan Boy.
Boy mengulum senyum. "Katanya ga suka, mentang-mentang aku jadi Eugene gitu?" kekehnya.
Rapunza tertawa pelan. "Iya, mermaid Eugene." candanya.
"Ga bisa gitu." di colek hidung Rapunza gemas.
Rapunza ndusel di dada Boy. "Yaudah, jadi Boy aja." kekehnya.
Keduanya berpelukan, cukup lama hingga Rapunza menggeliat menjauh.
"Mau tidur lagi?" tanya Boy.
Rapunza menggeleng. "Abis sarapan kita full ga ketemu ya?" tanyanya.
Boy mengangguk. "Kamu yang nolak di cafeku," balasnya.
Rapunza hanya yakin, jika bekerja dengan Boy pasti tidak akan cepat selesai.
"Kamu jadi ke kota X? Serius seminggu di sana? Kenapa mendadak." Rapunza semakin lesu.
"Zoni sibuk urus yang di sini, aku juga keseringan sama kamu jadi males kerja." kekehnya. "Saatnya aku kerja, Zoni udah kewalahan." lanjutnya.
***
Rapunza bekerja dengan wajah tidak seceria biasanya. Antara cape dan juga galau dengan mendadaknya Boy pergi jauh. Rasanya dia takut kehilangan lagi.
"Nona, Tuan dan Nyonya akan sampai sebentar lagi." kata Lusi.
Rapunza yang melihat proses pembersihan lahan pun tersadar dari lamunannya.
"Sampai kapan mamah, papah di sini, Lusi?" tanyanya.
"Belum di tanyakan, Nona."
Rapunza pun mengangguk paham, dia membawa langkah menuju mobil yang akan membawanya ke vila.
Di perjalanan Rapunza sibuk mendial nomor Boy yang tidak kunjung di angkat, hingga panggilan ke 5 baru di angkat.