Rapunza memakan sarapannya, melirik Bagas dengan banyak pertimbangan. Apa dia harus bilang soal Boy sekarang atau nanti saat Boy datang.
Rapunza semakin gelisah memikirkannya. Dia takut Bagas kembali melarang dia dan Boy untuk bertemu.
Rapunza tidak bisa membaca semua pergerakan papah tercintanya itu.
"Kenapa, Rapunza?" tanya Bagas dengan tenang setelah menyeka mulutnya.
Rapunza menegang di duduknya. "Engga, pah. Emang ke-kenapa?" tanyanya balik.
Bagas menatap Rapunza dengan senyuman. "Mau sampai kapan bohong sama papah? Udah cukup lama papah mau denger kejujuran kamu." sebisa mungkin Bagas tidak membuat Rapunza takut.
Bagas sadar, Rapunza berani berbohong karena didikannya sendiri yang sangat ketat. Terkhusus saat Rapunza muda.
Bagas sangat sadar, Rapunza sangat takut di jauhkan dengan Boy. Laki-laki yang dulu Bagas suruh untuk menjauhi anaknya.
Alasannya, Bagas tidak suka melihat Rapunza yang galau dan tersakiti oleh cinta pertamanya. Cinta yang seharusnya gagal dan kebanyakan gagal.
Tapi semua bayangan itu pupus saat Bagas menyelidiki Rapunza yang bahagia bekerja di kota ini.
Dan dugaannya benar, ada sumber kebahagiaan lain yang dulu sempat terjeda.
Bagas tidak akan mengusik mereka, dia sudah berjanji pada Zoela dulu. Jika memang mereka jodoh, maka Bagas harus merelakannya.
Tapi, tidak gampang juga tentu saja. Bagas menyindir soal tatto saat bertemu dengan Rapunza di kota ini waktu itu.
Dan bagusnya, Bagas senang saat ada kabar kalau Boy hapus tatto.
"Papah, beneran tahu soal, Boy?"
Zoela menyeka mulutnya dengan anggun, mulai serius menatap Rapunza juga suaminya. Dia hanya tahu ada Boy di kota ini, ternyata ada hal lain lagi.
"Dari awal papah tahu." Bagas pun menyesap teh kesukaannya.
"Apa hanya mamah yang tidak tahu? Jadi kamu bertemu Boy, Rapunza?" Zoela mulai ikut masuk ke dalam obrolan.
***
"Lagi apa?" tanya Boy di balik layar ponsel. Boy terlihat baru selesai bersih-bersih sehabis pulang kerja.
"Mau mandi, ada apa?" Rapunza urung masuk ke kamar mandi saat mendengar suara panggilan dari ponselnya. Ternyata Boy mengajaknya video call.
"Kangen aja." santai Boy seraya meraih satu batang rokok.
Rapunza mengerjap. "Oh iya ya, kamu jadi ngerokok sekarang." lagi-lagi tidak suka dengan perubahan Boy yang belok ke hal kurang baik.
"Kenapa? Ga boleh?" Boy kembali menatap wajah Rapunza, urung menyalakan rokoknya.
"Ga sehat." balas Rapunza dengan harapan Boy mengerti, dia tidak suka Boy merokok dan kalau bisa berhenti.
"Jadi kamu mau aku berhenti?" Boy masih menatap lurus Rapunza di layar pipih ponselnya itu.
"Hm.." Rapunza menunduk sesaat, tidak mau melihat ekspresi Boy yang takutnya marah dan mengganggu moodnya.
"Nanti pulang janji berhenti, ganti sama cium ya."
Rapunza sontak menatap Boy lagi yang ternyata tersenyum walau tipis. Ternyata Boy tidak marah karena larangan dan keinginannya.
Rapunza mengangguk. "Hm, cepet beresin kerjaannya. Aku juga, kangen.." suara Rapunza terdengar manja.